59. MSU - Kepulangan

5.5K 392 7
                                    

Waktu bergulir lebih cepat dari biasanya, tak terasa kini azan asharpun terdengar dari luar sana, menyegerakan muslim yang beriman menunaikan kewajiban mereka.

Alfatih baru saja selesai dengan itu. Ia melaksanakan ibadah salat di brankar yang masih ditempatinya sekarang.

Setelahnya Alfatih didatangi Rena dan Ibrahim, mereka datang untuk menjenguk bersamaan akan berpamitan pulang ke pesantren. Mereka berencana mengunjungi Yumna di sana sore ini.

"Kamu jaga pola makan yang benar. Semasih itu baik dan menyehatkan diterima saja. Jangan pilih yang enak-enak saja!" peringat Ibrahim begitu cerewet menasihatinya.

"Iya, Pak. Saya mengerti," balas Alfatih tersenyum simpul.

"Kami pamit pergi dulu, ya, Fatih. Besok kita ketemu lagi di pesantren, kamu cepat sembuh," ujar Rena.

"Jadi nginap, Bu?" tanya Alfatih diangguki Rena. "Ooh ... kalau begitu hati-hati."

Rena dan Ibrahim mengangguk, setelahnya merekapun pergi. Berselang disusul kedatangan Farhan yang lagi-lagi tampak batang hidungnya.

Alfatih memasang raut malas melihat abangnya itu, lagi dan lagi.

"Mas kalau ada kepentingan di pesantren, mending ke sana deh. Capek mataku lihat kamu terus!"

Belum apa-apa, Farhan langsung disembur Alfatih dengan segala ocehannya yang menohok hati. Tetapi, Farhan tentu saja tak peduli. Baginya tugas menjaga Alfatih seperti yang diamanatkan abi padanya lebih penting dari apapun itu.

"Seharusnya kamu berterima kasih, masih ada diriku yang datang menjengukmu!" pungkas Farhan berdiri seraya bersedekap tangan di dada.

"Bosan aku lihat kamu, Mas. Baru saja pergi, sekarang datang lagi!"

"Heh! Justru perasaan bosan itu nanti yang akan membuatmu rindu, mumpung aku baik padamu, maka perbanyaklah bersyukur. Siapa tahu di menit berikutnya kita nggak bakal ketemu lagi, dan kamu akan kesepian di sini seorang diri,"

"Dih, kayak bakal meninggal dunia saja."

"Bisa jadi. Toh, kemarin saja ustadz Fathan yang meninggal. Apanya yang nggak mungkin, jika sebentar lagi aku atau kamu yang menyusul," balas Farhan.

Sejenak Alfatih tercenung. Diungkit persoalan itu juga turut membuatnya penasaran akan kematian ustadz Fathan yang telah dikebumikan beberapa hari lalu. Alfatih sempat mendengar bahwasanya sebelum kecelakaan itu menimpa, ustadz Fathan hadir di sana, bersamaan pula Anhar yang ditangkap oleh beberapa orang, dari Farhan.

"Mas, Fatih bisa tanya sesuatu?" Kembali Alfatih membuka pembicaraan.

"Boleh, mau tanya apa?"

"Tentang ustadz Fathan," jawabnya. "Mas Farhan bilang, sebelum ustadz Fathan kecelakaan beliau sempat datang ke sini, ya?"

"Iya, dia memang kemari. Mungkin untuk menjengukmu juga," jawab Farhan seadanya.

"Oh ya? Kalau memang kemari untuk menjenguk, kenapa pas Mas panggil dia malah berlari menjauh?"

Otak Farhan seketika memanas kala ditanyai Alfatih. Pertanyaan yang cukup logis, membawa Farhan pada ingatan beberapa hari lalu. Saat di mana ia memanggil ustadz Fathan menjelang kecelakaan.

"Benar juga," gumam Farhan. "Kalau dia datang untuk menjenguk, kenapa dia malah lari saat Mas panggil?"

"Nah, aneh. Coba gih diingat-ingat lagi, kenapa dia lari saat itu?" timpal Alfatih.

Sesaat Farhan berpikir.

"Masa sih, cuma karena dipanggil dan dikejar sama aku?" lirih Farhan, kebingungan. "Apa karena mukaku nyeramin?"

Mahabbah Sang Ustadz (End) जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें