17. MSU - Kehampaan Seorang Diri

5.7K 506 4
                                    

Di ndalem.

Farhan mengajak Ainun menuju ke ruang tengah, di mana ummi Rifah berada di sana mengajar Khadijah mengaji. Gadis kecil itu memang sangat tekun belajar dan ada untungnya juga ia membawa Khadijah kemari agar sekiranya ada yang menemani ummi Rifah di sana. Farhan tersenyum sampai Ainun yang melihatnya keheranan.

"Ada apa, Mas?" tanya Ainun pelan.

Tanpa menoleh Farhan menjawab, "Aku sedang bahagia Nun, apa kamu nggak merasakan apa yang sekarang kurasakan?"

Ainun tercekat. Ia bingung harus menjawab apa dari pertanyaan Farhan yang tentunya bermakna mutasabihat. Sesaat tak mendapat respons, Farhan menoleh pada sang istri dan tersenyum tipis menatap Ainun yang terlihat bingung sendiri.

"Hei, kenapa melamun?" tanya Farhan kembali.

Ainun tersadar. "Ah, nggak Mas. Ainun nggak melamun."

Farhan tiada hentinya tersenyum dengan tatapan yang kini semakin sulit terlepas dari manik sang istri. Menyadari tatapan Farhan pun sontak membuat Ainun menunduk, wajahnya seketika memanas dengan sekujur jari yang terasa dingin gemetar.

"Kenapa menunduk? Salting, ya?" bisik Farhan bertanya.

Ainun mendongak. "Enggak!" jawabnya tegas penuh penekanan. Walau begitu tetap saja ia tak dapat menyembunyikan rona wajahnya yang memerah bak kepiting rebus.

Farhan tersenyum melihatnya. Demi Allah, istrinya terlihat begitu menggemaskan jika seperti itu. Sampai tak sungkan mendaratkan satu kecupan di kening istrinya.
Ainun tentu saja terperanjat dalam waktu bersamaan, matanya melotot kaget dengan tindakan Farhan yang begitu spontan mengecup keningnya di sana.

"Mas!" pekik Ainun dengan suara pelan menegurnya. Melirik ke sana-kemari, takut jika ada yang menyaksikan perbuatan Farhan barusan.

Mereka memang sudah resmi menjadi suami istri beberapa bulan terakhir. Farhan berhak berlaku demikian bahkan lebih dari itu, jika Farhan punya keinginan. Tetapi, tidak harus di tempat terbuka seperti ini, kan? Apalagi tak jauh di seberang ada ummi dan juga Khadijah, untungnya mereka tak melihat, pikir Ainun.

"Loh, ada kalian rupanya," sahut ummi yang akhirnya menyadari kehadiran putra dan menantunya.
Farhan dan Ainun tersenyum dengan langkah bersamaan mendekati ummi.

"Ada apa ini? Kok, pada senyam-senyum?" tanya ummi penuh selidik.

"Kak Ainun demam, ya! Wajahnya memerah," ujar Khadijah kala melihat raut Ainun yang tak biasa.

Ainun yang mendapat teguran dari Khadijah pun semakin dibuat salah tingkah, sementara ummi Rifah terkekeh melihat tingkah sang menantu yang tampak malu-malu.

"Nggak Dijah, Kakak nggak demam," elak Ainun penuh kehati-hatian.

"Tapi, wajah Kakak merah begitu!" balas Khadijah.

"Dijah nggak perlu permasalahkan soal rona wajah, memang wajah Mbakmu sedari dulu begini. Makanya Mas suka," ujar Farhan kembali membuat Ainun melotot kepadanya.

Tingkah Farhan semakin lama semakin menjadi-jadi dan tak bisa dibiarkan begitu saja. Ainun bisa mati kutu jika terus-terusan digoda, apalagi di hadapan ummi Rifah.

"Ya ampun, Farhan. Bisa saja kamu, Nak. Tapi, memang kenyataannya begitu, ya. Jadi, nggak salah dong Ummi pilihkan Ainun untuk Farhan," kata ummi ikut menggoda keduanya.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now