50. MSU - Persiapan

5.5K 405 4
                                    

Pintu terdorong dari luar menampilkan Alfatih yang turut memasuki kamar setelah beberapa saat lalu Yumna tiba di sana.
Pandangannya pun langsung terarah pada sang empu yang kini duduk dengan wajah tertekuk seraya merapikan tempat tidur. Sengaja mencari kesibukan untuk menghindar.

Didekatinya Yumna, Alfatih mengambil paksa selimut yang hendak dilipat itu. Yumna sontak menoleh dibuatnya sampai keduanya bersitatap, kemudian Yumna lebih dulu memutuskan kontak. Kembali mencari kesibukan lain.

“Kok, nggak nangis?” tanya Alfatih dalam hati.

“... Aneh.”

“Apanya yang aneh?” sahut Yumna bertanya.

Alfatih terkesiap. “Kamu.”

“Memangnya, saya aneh kenapa?” tanya Yumna lagi. Kali ini ia benar-benar teralihkan pada sang suami.

“Emm ... nggak ada,” kilahnya.

Yumna berubah cemberut, berbalik badan membelakangi Alfatih.

“Nanti setelah jum'atan ikut saya, ya?” ajak Alfatih.

Yumna berbalik. “Ke rumah orang tua saya? Mending nggak usah.”

“Memangnya kenapa? Kamu nggak rindu bertemu mereka?” tanya Alfatih. Yumna terdiam.

“Yumna,” panggil Alfatih memeluknya dari arah belakang, menjatuhkan kepalanya tepat di bahu sang istri.

Yumna hampir melayangkan sikuan karena keterjutannya dengan tingkah Alfatih.

“Ustadz,” pekiknya memberontak kecil.

“Jangan kebiasaan teriak depan suami, sudah kayak monyet kesurupan saja kamu. Dipeluk begini saja banyak protesnya!” pungkas Alfatih.

“Pengap!” pekik Yumna lagi.

Alfatih mengukir senyuman, kemudian membalikkan badan Yumna dengan tangan yang masih setia melingkar di perut sang istri.

“Kebiasaan!” celetuk Yumna menatapnya sengit.

Tidak dengan Alfatih yang terus saja tersenyum simpul menatap gemas istrinya. Alfatih semakin mengeratkan pelukannya tanpa sedikitpun peduli dengan  segala penolakan Yumna.

“Ustadz diam-diam mau membunuh saya, ya? Ditinggal mati nanti, nasib jadi duda!” celetuknya.

“Ya, nggak apa-apa. Nanti saya bisa cari yang baru,” balas Alfatih, enteng.

Yumna membulatkan matanya menatap jengah wajah Alfatih.

“Bercanda, satu saja ngerepotin. Apa lagi dua atau tiga,” ujar Alfatih tersenyum simpul menatapnya.

Berbeda dengan Yumna yang justru semakin dibuat cemberut olehnya. Terlihat jelas bagaimana rautnya tergurat masam.

“Saya memang ngerepotin, makanya saya dikasih cuma-cuma ke Ustadz Fatih. Kalaupun Ustadz Fatih merasa direpotkan, ya, kenapa bela-belain nikah sama sa ....” Belum juga Yumna melanjutkan ucapannya langsung dipangkas Alfatih.

“Heh! Bicara apa sih? Malah diungkit-ungkit terus!” tegurnya.

“Kan, benar! Saking ngerepotin saya jadi nggak pernah lagi dijenguk kemari,” kata Yumna. “Ustadz Fatih juga, sudah tahu saya ngerepotin, ngeyel juga dinikahin!” Melepas pelukan Alfatih. Namun, Alfatih enggan.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now