9. MSU - Kelas Panahan

6.4K 512 2
                                    

Zina ada dua macam; yang pertama muhson (sudah berkeluarga). Kedua, ghoiru muhson (Belum berkeluarga)

فالمحصن حده الرجم, وغير المحصن حده مائة جلدة, وتغريب عام, إلى مسافة القصر

Zina muhson hadnya dirajam. Dan ghoiru muhson hadnya adalah seratus cambukan dan diusir selama setahun sejauh perjalanan salat kasor.”

Suara Farhan menggelegar di depan sana, menjelaskan secara detail kajian kitab sore ini yang bertajuk ‘Zina’. Sementara santri-santrinya, diam mendengarkan sembari mencatat poin penting dari penjelasan Farhan.

“Seram amat,” gumam Yumna dengan suara pelan menanggapi penjelasan gusnya di depan sana.

“Memang begitu kalau dalam Islam, aturan itu dari Allah langsung,” sahut Aira.

“Kalau begitu nggak akan ada yang berani melakukan aktivitas zina dong,” kata Yumna.

“Seharusnya begitu. Tapi, ya ... lagi-lagi aturan dan hukum yang bersumber dari sang pencipta tidak dipakai dalam mengatur kehidupan, malah dibenturkan pula dengan aturan dan hukum yang dibuat oleh manusia. Kalau kita mau menegurpun pasti akan sedikit yang mau menerima dengan fikrul al-mustanir, ujungnya mereka akan berkoar-koar pasal ham,” perjelas Aira.

“Maaf Aira. Aku nggak ngerti maksudmu,” ucap Yumna dengan wajah polosnya. Sontak saja Aira menahan tawa.

Yumna terlihat aneh dengan ekspresi demikian, ia memang terlihat tidak mengerti apapun. Tetapi, tetap saja Aira kelepasan berbicara dan menjelaskan.

“Nggak apalah, yang penting menyampaikan,”  bisik Aira dalam hati.

Yumna yang melihat respons Aira mengerutkan keningnya kebingungan. Ia semakin bingung jika mengingat penjelasan Aira tadi, ia masih tak mengerti dan tetap memilih mendengarkan penjelasan Farhan di depan sana.

 Seusai kajian kitab, santriwati pun bubar dari mesjid itu. Mereka akan kembali untuk mengerjakan salat ashar berjemaah di mesjid nantinya, sementara santriwati-santriwati itu pergi untuk mengambil peralatan salat mereka.

Yumna dan Aira kembali ke asrama di mana saat masuk Diny malah keluar begitu saja, bahkan sampai terkejut Yumna kala disenggol kasar olehnya. Sontak saja sikap Diny membuat Aira keheranan. Tak biasanya Aira seperti itu, pikir Aira.

“Dia kenapa sih? Nggak lihat aku berdiri di sini, apa?” gerutu Yumna mengusap lengannya.

“Maafkan, Mbak Yum. Nggak ada yang sakit, kan?” tanya Aira kembali teralihkan pada Yumna.

“Temanmu aneh, orang segede gaban begini malah ditabrak. Apa dia buta?” kesal Yumna.

“Maafkan.”

“Hm, aku ambil mukenaku dulu,” kata Yumna gegas mengambil mukenanya, sementara Aira menunggunya di sana.

Mereka akan salat kemudian dilanjutkan dengan kegiatan lainnya. Seperti hari-hari biasa, setelah salat ashar para santri mengikuti kegiatan ekstrakurikuler kelas panahan. Usai pemanasan mereka bergilir untuk mempraktikan latihan panahan kemarin.

Memanah buah apel.

“Keren banget dia,” ujar Yumna terkagum pada Rani yang dengan sekali memanah berhasil menancapkan anak panah itu pada sasaran, buah apel yang dipegang oleh ustadzah Zia (pelatih) pun jatuh ke tanah.

Mereka bersorak untuk keberhasilan Rani, berbeda dengan Diny yang bersikap biasa saja. Diny yang  menjauh untuk beberapa hari ini, juga tentu menimbulkan rasa penasaran seorang diri oleh Aira. Ia jadi merasa tak enakan dengan gadis itu.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now