51. MSU- Milad

5.5K 475 20
                                    

Waktu bergulir begitu cepat, tak terasa azan dzuhur  mulai terdengar dari masjid santri. Menggerakkan para penghuni dari tempatnya, bergegas menunaikan panggilan yang sudah terdengar nyaring di seberang sana.

Yumna tergesah-gesah berlari memegang erat perlengkapan salatnya menelusuri perjalanan menuju masjid. Untungnya setiba di sana ia tak tertinggal jauh dari jemaah salat, mengingat wudunya masih terjaga. Yumna gegas mengisi shaf paling belakang bersama santri dan pengurus keamanan santri putri lainnya. Menarik napas dalam dan membuangnya secara perlahan. Yumna berusaha fokus agar kemudian khusyuk dalam menunaikan kewajibannya.

Beberapa menit kemudian, ibadah salat selesai dilaksanakan, diikuti dzikiran bersama sebelum perkumpulan di sana benar-benar dibubarkan. Banyak santri berhamburan, memenuhi segala penjuru jalanan di sekitar wilayah masjid. Yumna seorang diri setelah berpisah dari rombongan Diny dan santri lain.

Berjalan menelusuri jalanan yang sebelumnya Yumna lalui. Niat hati ingin langsung pulang ke rumah, tetapi tertunda begitu Yumna tak mendapati keberadaan suaminya. Pikir Yumna, tumben juga Alfatih tak menunggunya di masjid tadi.

“Mungkin masih sibuk, pasti setelah salat juga balik lagi ke pondok putra,” ucapnya.

Bisa dikatakan demikian. Akhir-akhir ini Alfatih juga punya kesibukan sendiri, Yumna memaklumi. Berubah haluan menuju ndalem, Yumna memutuskan untuk mengunjungi ummi Rifah di sana. Namun, di tengah-tengah perjalanan Yumna kembali berhenti dengan tolehan kepala yang terarah pada gerbang utama pesantren,  tak jauh dari posisinya berdiri.

Yumna  merasa aneh dengan pergerakan yang sempat ditangkapnya di seberang sana. Samar terlihat sosok lelaki berseragam hitam persis dengan topi berwarna senada, sorot matanya seakan terarah mengintai Yumna dari balik kacamata hitam yang dikenakan.

Wajahnya tak terlalu jelas terlihat dikarenakan lelaki iti mengenakan masker yang menutupi sebagian pahatan wajahnya. Yumna dibuat berpikir dengan kemunculan orang itu, seakan membangunkan rasa penasaran dan ingin mendekat. Tetapi, berselang sesaat dia justru dikejutkan dengan suara seseorang yang secara tiba-tiba menyapa.

Astagfirullah!” sebut Yumna. Mengusap dada, berbalik badan menatap lelaki bertubuh atletis itu. Farhan berdiri di hadapannya.

“Ya Allah. Gus Farhan, kaget saya!” pekik Yumna.

“Maaf. Lagian kamu ngapain melamun di tengah jalan begini? Nanti kesurupan, diomeli Fatih karena ngerepotin!” timpal Farhan.

“Lah, yang salah siapa, yang disalahkan siapa. Lagian gara-gara Gus Farhan juga, itu orang jadi pergi!” cerocos Yumna, teringat akan sosok lelaki tadi yang sudah tak lagi didapatinya di sana.

Sebelah alis Farhan menukik heran menanggapi Yumna, tatapannya turut terarah pada sorotan Yumna.

“Gus Farhan, tahu nggak? Tadi di luar gerbang saya ngelihat ada orang, dia ngelirik ke arah dalam sini loh,” ungkap Yumna.

“Lebih tepatnya dia melirikmu,” bisik Farhan dalam hati, bibirnya  ikut mengukir senyum misterius.

“Saya takutnya itu orang ada niat jahat di sini, maling mungkin,” kata Yumna curiga.

“Nggak, tadi itu cuma orang lewat. Nggak bakal ada bahaya, kok,” pungkas Farhan.

“Tapi, kalau benaran orang tadi itu maling, gimana?”

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now