46. MSU - Taktik

5.5K 434 12
                                    

Lama Yumna terdiam menatap kagum lelaki di hadapannya ini.

"Oh iya, tadi pembahasan awal kita, apaan?" Alfatih kembali bersuara. Memecah keheningan yang sempat tercipta.

"Tentang wewangian," jawab Yumna.

"Nah, iya. Jadi, sebenarnya boleh-boleh saja kamu pakai parfum dan segala macamnya. Tetapi, dengan syarat hanya di depan saya dan diperuntukkan untuk saya!" perjelas Alfatih seraya menekan kalimat terakhirnya.

Yumna mangut-mangut paham.

"Mengerti?" tanya Alfatih seraya mengusap gemas kepala Yumna yang berbalut kain hijab itu.

"Iya, ngerti," balasnya sembari menjatuhkan bobotnya di kasur.

"Kok, malah tiduran?"

"Lelah, Tadz. Mau baring sebentar,"

"Selelah itu jadi istri saya?" Alfatih bertanya lagi.

"Banget, melebihi lelahnya kerja rodi," kata Yumna terkikik.

Alfatih tersenyum manis menanggapi, kemudian ikut merebahkan badan di samping Yumna. Tangannya tak tinggal diam menarik halus pinggang sang istri, membawanya semakin dekat. Yumna sampai terkejut karena ulah Alfatih.

“Ustadz mau apa?” tanya Yumna waspada.

“Peluk.”

“Tapi, saya nggak terbiasa tidurnya kayak gini, nggak nyaman,” keluh Yumna merasakan jantungnya tak aman lagi berada di posisi sedekat ini dengan seorang lelaki meski itu adalah suaminya sendiri.

“Kenapa merasa nggak nyaman?” Alfatih semakin menarik diri mendekat, lalu tanpa aba-aba mengecup singkat pipi istrinya itu.

Yumna tertegun. “Jangan kayak gini, Ustadz.”

“Oh ya? Terus mau yang kayak gimana?” tanya Alfatih menjaili.

Yumna menggeliat berusaha menciptakan jarak, mengingat kondisi jantungnya semakin tak aman. “Ustadz nggak risih?”

“Enggak,” jawabnya singkat, padat dan jelas.

Yumna menghela napas dalam. “Tapi, kenapa harus peluk-pelukan gini?”

Alfatih tersenyum getir. “Bebas. Ini hak saya.”

Kali ini Yumna terdiam, untuk urusan itu suaminya memang memiliki hak atas dirinya.

Melihat keterdiaman Yumna lagi-lagi membuat Alfatih terkikik semakin mengeratkan pelukannya seolah tak peduli ada hati yang kini bertalun-talun karena sikapnya.

“Yum,” panggil Alfatih.

Hanya dehaman sebagai balasan, Yumna sulit mengeluarkan suara saat ini.

“Bagaimana kabar hatimu?” Alfatih bertanya lagi.

Yumna diam, tak tahu harus menjawab apa. Pertanyaan Alfatih terdengar ambigu baginya.

“Kamu nggak berniat jawab saya?” tegur Alfatih membuyarkan lamunan Yumna.

Tanpa menatap sang suami, Yumna bertanya, “Maksudnya gimana, Tadz?”

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now