21. MSU - Menikahimu!

7.6K 532 6
                                    

"Apa maksudmu berkata begitu?"

Suara Farhan menggelegar di sebuah ruangan, di mana hanya ada dirinya dan Alfatih di sana.

Setelah keluarga kiai Dahlan pergi dan keputusan tentang perjodohan itu telah diputuskan. Farhan menepi untuk kembali mempertanyakan pernyataan Alfatih yang tadinya menolak lamaran Keluarga kiai Dahlan dengan alasan yang menurutnya masih ambigu. Yang ditanya hanya berdiri sembari bersandar di dinding kamar. Alfatih diam memperhatikan Farhan dari seberang.

"Fatih!" Farhan kembali menegur.

"Iya?" jawabnya begitu tenang.

"Kamu benaran?" tanya Farhan melangkah mendekat padanya menuntut jawaban.

"Apanya?" bukannya menjawab Alfatih malah bertanya balik.

"Yang tadi!" pekik Farhan.

"Iya, yang tadi. Tapi apaan, Mas?"

Farhan mendengus, ia meremas rambutnya sendiri. Ia jadi serba bingung harus dari mana untuk memulai pembicaraan.

"Fatih!" seru Farhan kesal.

Alfatih hanya tersenyum simpul, ia rasanya ingin tertawa melihat ekspresi Farhan. Namun, memilih menepi duduk di kasur. "Mas percaya?"

"Kamu berbohong?" tudingnya.

"Astagfirullah, enggak."

"Terus tadi maksudmu apa sudah punya pilihan sendiri?"

"Pilihan hati itu beragam maknanya, Mas," balas Alfatih.

Alis Farhan menukik satu, dia mulai berpikir. "Ooh, jadi maksudmu menolak karena sudah punya pilihan sendiri, dan menolak Anisa adalah keputusanmu."

"Benar," jawab Alfatih.

"Berarti menerima pernikahan dengan Yumna adalah pilihan hatimu?" lanjut Farhan.

Alfatih meliriknya malas. "Sok tahu."

"Loh, itu, kan, sudah jadi keputusan pasti. Kamu mana punya kesempatan memilih lagi?"

"Ya, harus gimana lagi toh, Mas? Lagipula tadi aku dituntut kasih alasan," tukas Alfatih.

Farhan terkekeh pelan. "Iya-iya, kamu membuat kami terkejut loh, tapi ya sudahlah! Lamaran itupun telah kamu tolak lebih dulu. Bersyukur karena perjodohan itu dibatalkan."

"Untuk sekarang memang harus begitu, tapi nggak tahu gimana nantinya," tutur Alfatih menatap remang ke depan.

"Sudah, percaya sama Allah. Allah nggak bakal menempatkan seorang hamba di posisi yang mana hambanya nggak mampu untuk bertahan di sana," balas Farhan menepuk pundak Alfatih.

Alfatih tersenyum menanggapinya. Tak mau berlama-lama di sana Farhan memutuskan untuk pergi, sudah larut malam juga. Ia cukup kelelahan dan harus beristrahat, begitupula dengan Alfatih, Farhan paham kondisi Alfatih yang juga butuh ketenangan dan istirahat yang cukup.

Setelah dari kamar Alfatih, Farhan gegas kembali ke kamarnya, di mana tak ia dapati Ainun saat di sana.

"Ke mana?" tanya Farhan.

"Apanya, Mas?" Farhan tersentak. Ia terkejut saat Ainun bersuara dari arah belakangnya.

"Astagfirullah, Nun!" gumam Farhan, sembari mengelus dada. Ada-ada saja kelakuan istrinya ini.

Ainun yang melihatnya hanya tersenyum, lucu saja saat melihat ekspresi Farhan yang baginya sedikit berlebihan.

"Lebay kamu, Mas!" ujar Ainun menahan tawa dan gegas menuju lemari.

Dikatai seperti itu tentu saja membuat Farhan tak terima. "Siapa yang kamu bilang lebay?!" tuntut Farhan beralih mendekati Ainun yang sibuk mencari sesuatu dari dalam lemari.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang