44. MSU - Salah Tingkah

5.8K 439 3
                                    

Pintu terketuk dari luar sana, mengalihkan perhatian Alfatih juga Yumna. Disusul terdengar suara ummi memanggil.

“Yumna, Ummi bawakan obat buat Fatih,” kata ummi dari luar.

“Ummi, Ustadz,” ucap Yumna.

“Buka saja,” balas Alfatih sembari bangkit dari baringannya. 

Yumna gegas membukakan pintu kamar, di mana sudah ada ummi Rifah di sana.

“Tolong diolesi ke badan Fatih, ya, yang rata,” pinta ummi.

Yumna berkedip bingung. Namun,  dengan pasti mengangguk.

“Fatih biasanya kalau sakit begitu, paling manjur pakai obat ini. Kalau Yumna mau buatkan obat seperti itu untuk Fatih, nanti Ummi kasih resepnya, sekalian belajar buatkan Fatih obat,” kata ummi.

“Iya, Mi. Terima kasih, dan maaf merepotkan.”

“Jangan bilang begitu, Fatih anak Ummi dan juga tanggungjawabmu sebagai istrinya. Rawat Fatih, ya!”

Yumna kembali mengangguk. Setelahnya ummipun pergi meninggalkan kamar.

“Ummi bawakan obatnya?” tanya Alfatih diangguki Yumna. “Ya sudah, kemarikan.”

“Katanya, ini obat buat diolesi ke badan Ustadz,”

“Iya,” balas Alfatih membenarkan.

“Kalau gitu, biar saya bantu,” ucapnya.

Alfatih tertegun. “Nggak usah, saya bisa sendiri.”

“Nggak apa-apa, saya bantu!”

Alfatih sejenak terdiam sebelum akhirnya ia menganggukkan kepalanya menyetujui.

“Ya sudah, di mana?” tanya Yumna.

“Di kamar mandi. Kalau di sini bisa kotor tempatnya,” kata Alfatih diangguki Yumna.

Setelahnya Alfatih gegas menuju kamar mandi bersama Yumna. Tiba di dalam Alfatih langsung mengunci pintu.

“Kok, dikunci?” tanya Yumna dengan kening berkerut.

“Nanti kalau ada yang masuk,  gimana?”

“Tapi, pintu kamar sudah saya kunci juga,” balas Yumna.

“Ya sudah sih, nggak apa-apa. Sekarang, bantu saya lepaskan ini,” ucapnya.

“Apa?” tanya Yumna.

“Baju.”

“Memangnya,  harus?”

“Kalau nggak lepas baju,  gimana cara olesinya?” Alfatih malah bertanya balik.

Yumna mengangguk paham, bergerak meletakan obat oles tadi beralih melepas kancing baju koko Alfatih.

Jaraknya dekat, sangat dekat. Alfatih bahkan tak berani bersuara mendapati jarak seperti ini. Jantungnya kembali berdentam tak karuan, mungkin Yumna bisa mendengarkannya. Itu terbukti jelas saat Alfatih melihat bagaimana Yumna diam-diam tersenyum di tengah aktivitasnya.

“Ustadz, penyakitnya kambuh lagi?”

Tepat sasaran. Pertanyaan Yumna lagi-lagi membungkam. Alfatih jadi salah tingkah mendengarnya.

“Kalau sakitnya parah, ke dokter saja.” Gadis itu terus meledeknya.

“Nggak menjamin saya sehat,” balas Alfatih.

“Tapi, seenggaknya ada usaha.”

“Persoalannya saya nggak suka dokter!” pungkas Alfatih.

“Kok, gitu?” Yumna mendongakkan kepalanya menatap Alfatih.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now