31. MSU - Do'a Mahabbah

7.2K 486 2
                                    

Sore harinya usai melaksanakan salat ashar, Alfatih mendatangi sebuah kursi yang terletak di samping rumah Yumna, tepat di bawah pohon mangga yang cukup rindang itu, ia duduk seraya menggulir beranda media sosialnya mencari informasi keberadaan abah yang masih sampai saat ini belum ia dapatkan kabar tentangnya.

Sudah lama Alfatih berupaya mencari informasi tentang abahnya itu, sebelum ini Alfatih pernah mempertanyakan keberadaan abah pada abi Ahsan. Namun, ia tak mendapatkan jawaban yang begitu memuaskan, tak ada jawaban lain selain mereka mengatakan; abah telah pergi jauh, sangat jauh,  bahkan abi Ahsan menyuruhnya untuk tidak lagi berupaya mencari.

Alfatih enggan menuruti, kergian abah yang tanpa kabar sudah cukup membuatnya bertanya-tanya, terlebih  abah pergi di saat dirinya sangat membutuhkan sosok ayah. umma yang pada saat itu berbaring kaku juga membutuhkan dirinya. Tetapi, abah malah pergi, menghilang tanpa meninggalkan jejaknya sedikitpun.

Alfatih sampai menitikkan air mata mengenangnya, meski saat itu ia tak terlalu mengenal bagaimana rupa abah, dikarenakan usianya masih sangat dini untuk menyimpan memori terlalu lama. Walau demikian Alfatih tak berhenti pada titik itu saja, ia terus melakukan pencarian, sebab hanya tersisa abah yang bisa ia jadikan bukti untuk menyelamatkan pesantren yang dipimpin abi Ahsan dari awak media yang saat ini mulai gencar memusatkan perhatian pada pesantren As-Salam, tentunya Alfatih harus bergerak lebih cepat dan lebih maju dari oknum-oknum yang punya tujuan menjatuhkan kedudukan pesantren itu, salah satunya kiai Dahlan.

Semenjak hari itu, hari di mana Alfatih mengetahui niat buruk kiai Dahlan. Ia semakin waspada dengannya, di samping itu Alfatih yakin bahwasannya kepergian abah ada kaitannya dengan kiai Dahlan. Bukan berburuk sangka. Tetapi, dirasa memang begitu faktanya. Bukankah waktu itu kiai Dahlan yang mengatakannya sendiri? Pikir Alfatih.

Berupaya menjodohkan Farhan dan Anisa dengan maksud terselubung untuk mencari tahu tentang persoalan di pesantren. Namun, ketika gagal dengan Farhan, mengingat Farhan baru beberapa bulan menikah, dengan liciknya dia malah mengusulkan Anisa dengan Alfatih dan itupun dia lakukan dengan maksud dan tujuan yang sama.

Untungnya Alfatih bisa terlepas dari perjodohan itu, walau sebenarnya Alfatih sendiri tahu bagaimana risiko kedepannya. Buktinya, selang beberapa hari kiai Dahlan dan keluarga pulang dengan tangan hampa, Alfatih mendapat serangan mendadak dari sekelompok orang waktu itu. Bohong, jika Alfatih tidak mencurigai kiai Dahlan, sebab sebelum ini ia merasa tidak terlibat masalah dengan siapapun terkecuali kiai Dahlan dan keluarga. Memikirkannyapun sejenak membuat Alfatih tercenung.

“Apa aku dekati kiai Dahlan saja, untuk  mencari informasi tentang abah? Toh, sebelum ini kiai Dahlan amat dekat dengan abah, potret keakrabannya dengan abah bahkan masih terpampang jelas berbingkai indah di ruangan abi Ahsan. Nggak mungkin jika mereka nggak ada apa-apanya.” Alfatih berucap lirih.

Entah dari mana ide konyolnya itu muncul, Alfatih tak peduli. Ia berubah haluan untuk mengorek informasi tentang abahnya dan itu akan ia upayakan melalui kiai Dahlan. Lagipula, selama ini tak ada orang terdekat abah yang cukup ia kenali selain abi juga kiai  Dahlan.
Jikalaupun ada orang selain keduanya, mungkin orang itu akan menjadi narasumber selanjutnya untuk Alfatih mengorek informasi, pikirnya.

Bismillah” ucap Alfatih lirih terdengar.

“Ngaji, Tadz?” sahut Yumna membuat Alfatih terkejut bahkan hampir terlonjak dari kursi.

Laailaha ilallah!” sebut Alfatih sedikit lantang, tidak dengan Yumna yang menatapnya heran.

“Dih, lebay!” ketus Yumna.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now