28. MSU - Mencapai Tujuan

6.9K 493 2
                                    

20:15 pm.

Usai melaksanakan salat isya', Yumna menarik kursi belajar, di depannya tersedia berbagai macam camilan yang sempat diambilnya di dapur tadi. Sebelum tidur, Yumna memiliki kebiasaan membaca salah satunya membaca novel, maka tak heran jika di depannya sekarang berjejer buku-buku yang sebagian besar adalah novel miliknya.

Yumna terlihat fokus dengan bacaannya, bahkan tak menyadari kemunculan Alfatih di ambang pintu yang baru saja pulang dari masjid bersama Ibrahim. Dari seberang Alfatih memperhatikan gadis dengan mukena berwarna putih itu tampak fokus sendiri.

"Assalamu'alaikum," ucap Alfatih. Tadinya ia sempat mengucapkan salam. Namun, Yumna tak mendengar dan untuk yang kedua kalinyapun Yumna begitu.

Alfatih mengembus napas gusar seraya meletakkan sajadah di ujung kasur, lalu berjalan mendekati Yumna di meja belajar.

"Lagi apa?"

"Allahu akbar!" Yumna terkejut mendengar suara Alfatih yang secara tiba-tiba ada di sana.

Alfatih menyipitkan matanya heran, ia bingung dengan ekspresi Yumna yang baginya sedikit berlebihan.

"Astagfirullah," sebut Yumna, mendongakkan wajah menatap Alfatih dengan posisi masih setia duduk di kursi.

"Lebay!" celetuk Alfatih.

"Ustadz yang ngagetin saya!" sembur Yumna.

"Salahmu sendiri nggak jawab salam!"

"Kan, nggak kedengaran!" celetuknya.

"Maka dari itu pasang pendengaranmu, baik-baik!" pungkas Alfatih tak kalah menyeletuk.

Yumna diam berakhir mencebik, sementara Alfatih menggeleng-gelengkan kepala menatapnya.

"Lagipula dari tadi kamu ngapain saja?" tanya Alfatih kemudian. Kini nada suaranya lebih lembut terdengar dibanding tadi sore.

Yumna kembali mendongakkan kepala menatap. "Baca," jawabnya.

"Bacaannya berupa apa?" tanya Alfatih basa-basi.

"Novel," jawab Yumna singkat.

"Oh, novel. Seru?"

"Ya sudah pasti serulah!" ketus Yumna kembali memperbaiki posisi duduknya tak lagi menatap Alfatih.

"Oh, pantasan." Suara Alfatih terdengar samar berucap.

"Memangnya, kenapa? Baca novel harus pakai izin juga?" sindir Yumna.

Alfatih tersenyum getir mendengarnya. "Nggak ada larangan sih, malah boleh-boleh saja. Cuma, miris saja ketika novel itu menggantikan posisi Al-Qur'an yang amat jarang dibaca." Alfatih beralih duduk di kasur.

Yumna bergeming dingin seraya merenungi ucapan Alfatih yang seakan menyinggungnya barusan. Ungkapan Alfatih benar-benar membuatnya tertampar, karena memang benar novel-novel ini amat sering ia baca, sementara Al-Qur'an sampai berdebu lama tak tersentuh ia acuhkan.

Yumna bangkit meninggalkan bacaannya seakan tak lagi berselera untuk meliriknya. Malu saja ketika disindir begitu oleh ustadz galak itu.

Di seberang Alfatih diam-diam memperhatikan tingkah Yumna yang masih setia bergeming dingin.

"Saya lapar, bisakah kamu berbagi makanan?" Alfatih kembali menyahuti membuat Yumna kembali melirik.

Tanpa banyak protes Yumnapun menurut, ia meraih stoples kripik pisang tadi dan membawanya pada Alfatih.

"Nih!" Yumna menyodorkan stoples kripik itu padanya dengan raut yang tak dapat Alfatih jelaskan.

"Syukron," balas Alfatih menerima pemberian Yumna dan kembali beralih menatap gadis yang masih berdiri di hadapannya ini.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora