47. MSU - Cita-cita

5.3K 411 13
                                    

15:20 pm.

Seperti biasa, mulai dari pukul 2 siang tadi hingga menjelang sore ini. Banyak para santriwati berkumpul di ma'had melakukan rutinitas harian mereka mengikuti kajian kitab yang telah terjadwalkan, kali ini kajian kitab masih dibimbing oleh Alfatih. Di mana tepat di depan para santrinya, Alfatih duduk seraya menjelaskan isi kitab yang dibahas, sementara sebagian besar para santrinya sibuk mencatat poin-poin penting dari penjelasan Alfatih tentang materi yang disampaikan.

Pengajian itu tak berlangsung lama, aktivitas itu berakhir 10 menit sebelum azan berkumandang. Dalam waktu 10 menit itu, para santri dan tenaga pendidik  disegera bersiap menuju masjid pesantren, bersama-sama menunaikan ibadah salat. Dilanjutkan dengan rutinitas para santri mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di kawasan tersendiri. Seperti sebelumnya, Yumna turut mengikuti kelas panahan bersama para santriwati lain.

“Mbak Yum, mau tanding?” tawar Diny sengaja mendatangi Yumna yang sedari tadi asik memperhatikan teman-temannya latihan memanah.

“Mau!” Yumna terlihat bersemangat menyetujui tawaran Diny.

“Ikut dong!” sahut Rani juga ikut mendatangi mereka.

Yumna dan Diny menyambutnya dengan senang hati, setuju untuk latihan bersama. Selama pelatihan berlangsung mereka tampak senang,  menikmati kebersamaan yang mungkin suatu saat akan secara terpaksa ditinggalkan. Mengingat sebentar lagi akan mendekati ujian akhir dan setelahnya akan ada pengumuman kelulusan diikuti pelepasan para santri didikan.

Yumna mungkin masih terhitung baru berada di sana. Tetapi, kesan yang ditumbuhkan tak kalah cepat membuatnya akrab dengan lingkungan pesantren. Ia nyaman berada di sana, terlebih-lebih ia punya teman yang setiap saatnya selalu ada untuk menghibur, juga pendidikan yang diajarkan di sana membuatnya tertuntun mencari makna kehidupan yang sebenarnya, tentunya dengan berpedoman pada ilmu Al-Qur'an dan hadits.

Suasana-suasana seperti ini pasti akan amat Yumna rindukan. Mereka sudah pasti punya rencana akan lanjut pendidikan di instansi  yang mereka inginkan, hal itu juga membuat Yumna teringat akan cita-cita. Seketika berubah masam, Yumna sampai undur diri dari pertandingan.

“Istirahat, Mbak?” tanya Rani.

Yumna menganggukkan kepalanya kemudian menduduki kursi berbanjar di seberang sana dengan tatapan remang ke depan.

Yumna tampaknya melamun. Tentu saja, memangnya apa lagi yang ia lamuni selain masa depan pendidikannya? Apakah di saat teman-temannya memakai toga, dirinya malah seorang diri menggendong anak?

Astagfirullah. Nggak seharusnya gitu,  Ini sudah jadi takdirmu, Yum. Belajar ikhlas! Lagipula, perkara jodoh, rezeki, maut, semuanya sudah diatur. Nggak seharusnya mengeluh!” rutuknya. “Tapi, kalau minta sama Ustadz Fatih, boleh kali, ya?”

Yumna kembali mengukir senyum tipis, bangkit meninggalkan lapangan bergegas mencari Alfatih di ma'had tadi. Biasanya Alfatih akan menunggunya di sana untuk pulang bersama. Namun, begitu tiba  di sana Yumna malah mendapati Alfatih dengan dua ustadz lainnya, salah satunya ada ustadz Fathan, sementara ustadz satunya lagi, Yumna tak kenal.

“Tadz, ada istrinya,” bisik ustadz Fathan saat menangkap keberadaan Yumna di sana.

Alfatih menoleh tepat pada Yumna. Gadis itu melambai pelan di seberang, senyuman itu terukir lebar ikut menyapa.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant