Bab 22 : Kejelasan

6.1K 805 129
                                    

A/N : Holaaaa~ 

Kita bertemu lagi. Minggu ini updatenya lumayan cepet.

Kalau kalian suka cerita ini, kindly vote, komen, dan masukin ke dalam reading list. 

Happy reading~

***

"Kau datang lagi." Christian, pramusaji sekaligus pemilik kedai minuman yang dua minggu belakangan selalu dikunjungi Rosaline tersenyum. "Seperti biasa?" tanyanya sesaat setelah Rosaline mengambil duduk di bangku tinggi di hadapannya.

"Tidak, hari ini aku mau memesan teh peach."

"Pilihan yang bagus. Tunggu sebentar, oke." Christian kemudian sibuk membuatkan pesanan Rosaline.

Berbeda dengan penampilannya yang tinggi besar dan menyeramkan, ternyata Christian adalah orang yang sangat ramah. Dia adalah teman pertama Rosaline semenjak tinggal di Elanoi.

Niat awal ingin mencari hiburan karena terlalu lama berdiam diri di rumah dan hanya ditemani oleh Nathan dan Nancy, Rosaline mulai menjelajah pesisir pantai Elanoi dan menemukan deretan toko.

Karena musim dingin adalah puncak dimana para turis akan berlibur ke sini, maka seluruh kedai di sepanjang pantai itu selalu penuh dengan pengunjung. Tak terkecuali Kedai Lorey milik Christian. Kedai minuman yang menghidangkan makanan khas daerah Elanoi itu tidak pernah sepi. Mungkin karena makanannya yang enak ditambah dengan suasana kedai yang nyaman membuat para pengungjung betah berlama-lama di sana. Termasuk Rosaline.

"Dimana buku dan penamu itu?" Christian bertanya sambil menaruh segelas teh peach pesanan Rosaline.

"Aku meninggalkannya di rumah dan baru ingat saat sudah hampir sampai di sini," Jelas Rosaline.

"Sayang sekali." Christian ikut menyesali. "Apa kau ingin mengambilnya? Kalau rumahmu tidak jauh, Kenneth bisa mengantarmu dengan kudanya."

"Tidak perlu." Rosaline menggeleng sedangkan Kenneth, pelayan kecil yang bekerja di Lorey melirik sang boss yang tiba-tiba memanggil namanya. "Itu tidak penting. Lagi pula, jika sejak awal aku benar-benar perlu, aku pasti sudah balik arah untuk mengambilnya."

"Seperti itu... " Christian mengangguk. "Apa rumahmu di dekat sini?"

"Ya, aku baru pindah ke rumah di dekat dermaga satu bulan yang lalu."

"Tunggu-tunggu... rumah dekat dermaga." Tangan Christian yang semula mengelap meja berhenti. "Maksudmu Vianoz? Rumah dua lantai yang terkenal itu?"

"Terkenal?" Rosaline bingung.

"Rumah itu terkenal karena bangunannya yang indah dan menghadap persis ke laut. Pemandangan matahari terbenam dan terbit di sana kabarnya sangat luar biasa." Christian menggelengkan kepala. "Aku memiliki kawan yang sempat menjadi pekerja untuk membangun rumah itu. Dan kabarnya, rumah itu adalah hadiah ulang tahun ke-17 seorang anak adipati."

Rosaline hanya tersenyum canggung dan tidak benar-benar menanggapi.

"Bocah tengik yang sangat beruntung" ucap Christian. Namun tiba-tiba ia menatap tajam Rosaline. "Tunggu, kau bukan anak adipati yang dimaksud itu, kan."

"Oh, bukan-bukan." Rosaline mengibas-ngibaskan tangannya panik. "Tentu saja bukan.

Christian bernapas lega. Ia tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan si pemilik rumah. Hanya saja, ia memiliki sentimen tidak baik dengan anak-anak borjuis yang hidup nyaman tanpa perlu bekerja keras. Mungkin karena latar belakang Christian yang hanya rakyat jelata, dan sering merasakan ketidakadilan dunia hanya karena status sosial. Sentimen buruk itu tidak pernah bisa hilang dari dalam dirinya.

Making My Own Happy Ending✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang