Bab 29 : Firasat

6K 915 125
                                    

A/N : Apa ada yang nungguin cerita ini? 

Jangan lupa vote, komen yang banyak, dan masukin ke reading list kalau kalian suka. 

Happy reading~

***

"Lewat sini. Hati-hati melangkah." Rosaline memberikan arahan bagi para pengungsi yang selamat untuk keluar dari gedung yang roboh. Beberapa dari mereka ada yang terluka ringan, namun masih sanggup untuk berjalan. "Ikuti orang itu, dia akan membawa kalian ke bunker," perintah Rosaline lagi.

Para pengungsi yang ketakutan dan histeris tidak memiliki banyak pilihan selain menurut. Sebagian dari menoleh ke belakang dan melihat setengah dari bangunan tempat tinggal mereka hancur terkena bom. Tanah lapang di sekitarnya pun turut terkena dampak. Padahal, beberapa saat yang lalu bangunan itu masih berdiri kokoh dan mereka sedang beraktivitas normal sambil menunggu makan malam siap.

Rosaline yang telah memastikan tidak ada lagi korban yang tersisa di bangunan yang masih berdiri, mencoba untuk menyisir reruntuhan. Ia sangat berhati-hati karena takut menginjak korban yang tertimbun.

"Toloooonggg!!"

"Tolong kami!"

Hati Rosaline mencelos saat mendengar teriakan itu.

"Jane! Pho!" Rosaline berseru pilu. Hujan salju yang lebat membuat malam itu semakin mencekam.

***

"Tidak... tidak... tidak mungkin." Selena yang baru mendengar kabar bahwa suara ledakan keras yang barusan didengarnya berasal dari tempat pengungsian berlari panik menuju pintu belakang. Di tengah jalan, ia berpapasan dengan rombongan Jeremiah yang sudah bersiap menuju gerbang depan.

Selena menerobos rombongan, namun Jeremiah menahan lengannya. "Tetap di bangsal perawatan," perintahnya.

"Lepas!"

"Jangan lupakan perjanjian kita. Tugasmu adalah membantu mengurus pasukanku yang terluka," ucap Jeremiah dengan tatapan mata tajam. "Kalau kau menepati janjimu, tidak akan ada yang terluka."

Mata Selena berkaca-kaca. Dadanya sesak dan ia ingin berteriak, namun ditahan. Sambil menguatkan hati, Selena melepas cengkraman tangan Jeremiah dan menepi. Memberikan jalan kepada rombongan itu untuk melintas.

Jeremiah yang sudah memastikan Selena akan melakukan kewajibannya, melanjutkan perjalanan bersama pasukannya.

Derap langkah sepatu-sepatu boots bersol tebal menggema di sepanjang lorong benteng. Meninggalkan Selena yang menangis dalam diam.

Setelah suara rombongan inti Jeremiah meredup di balik tembok, Selena berbalik arah menuju bangsal perawatan. Ia harap Jeremiah memegang janjinya. Karena kalau tidak, Selena akan membalasnya beribu-ribu kali lipat.

***

Nathaniel berlari menuju tempat pengungsian, dan melihat Rosaline yang sedang menyingkirkan reruntuhan yang menimpa kaki salah satu pengungsi.

"Nyonya!" Serunya.

"Nathan!" Rosaline tidak pernah merasa sesenang ini melihat ksatria berwajah manis itu. "Cepat tolong aku!"

"Apa yang anda lakukan di sini? Anda seharusnya berada di bunker. Tidak ada jaminan, bom kedua tidak akan datang."

"Bantu aku, Nathan!" Seolah tidak mendengar kalimat Nathaniel, Rosaline masih terus mencoba. Namun, tenaganya yang tidak seberapa masih belum cukup untuk mengangkat puing tersebut. Nathaniel pun membantu.

"Oh, tidak kakiku." pengungsi paruh baya itu meringis sambil memegangi kakinya yang sama sekali tidak terlihat baik-baik saja.

"Jangan banyak bergerak, sepertinya kaki anda patah." Rosaline menahan agar pengungsi itu tidak gegabah. Ia beralih pada Nathaniel dan berucap, "Nathan, gendong dia dan bawa ke bunker."

Making My Own Happy Ending✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang