5

2.5K 152 0
                                    

"Temen temen kantor gue nanyain lo terus tahu, Nes." Itu Habib, sepupu laki lakinya yang paling mengerti dirinya. Tidak seperti Bintang yang selalu menjaili Vanessa hingga perempuan itu kesal setengah mampus.

"Nanyain kenapa?" Tanya Vanessa yang tengah sibuk mengerjakan skripsi di ruang tengah. Hanya ada mereka bertiga, ada Ati yang juga mengerjakan skripsi dan Habib yang tengah melakukan laporan praktikum. Tidak ada Bintang disini karena sepupunya itu sedang pergi ke luar.

"Kapan lo ngisi webinar lagi, dulu lo aktif banget ambil job itu sama Shireen?" Tanya Habib lagi.

Vanessa mendengarnya, hanya saja ia kelewat fokus dan seru mengerjakan skripsi, mumpung otaknya bekerja dengan baik dan mendapatkan banyak ide dan inspirasi. Lebih baik nanti ia menjawab pertanyaan Habib daripada ketika ia menjawabnya, itu semua menjadi buyar, hilang, dan Vanessa menjadi lupa lalu menyesal.

"Nes, lo kacangin gue anjir?" Habib tidak percaya.

"Sabar Bib sebentar, isi otak gue lagi kenceng nanti gue lupa." Vanessa sibuk mengetik di keyboard macbooknya.

"Dia kapan nggak kenceng sih otaknya kalo lagi ngerjain sesuatu?" Sindir Ati dengan geleng geleng kepala.

Hampir lima hingga sepuluh menit lebih ia berkutat dengan leptop dan pikirannya. Ia menghentikan sejenak kegiatannya, bermaksud menjawab pertanyaan Habib tadi.

"Mungkin setelah selesai pemilu?" Vanessa malah kembali bertanya.

"Lah, kenapa malah lo yang nanya?" Habib geregetan dengan tingkah sepupunya ini.

Disisi lain, beberapa ajudan dan sekpri Bapak tengah sibuk di meja lain dengan berbagai kerjaan. Entah menyusun jadwal Bapak, menelfon sosok penting, atau ada yang tengah rapat kecil kecilan untuk membahas hari esok. Disana ada Mayted, Rizky, Rajif, Agung, Hercelino, Deril, Frank, dan Jimmy. Hampir lengkap, tapi ada beberapa yang sedang bersama dengan Bapak di ruangan lain seperti Valdo dan Rendy.

Walaupun mereka tengah sibuk berkutat dengan berbagai pekerjaan, jangan salah jika mereka terkadang juga ikut memperhatikan ketiga cucu Bapak yang tengah pusing dengan tugas laporan dan skripsinya.

Terkadang melihat Ati yang mengeluh pusing dan tidak sanggup lagi, Habib yang tiba tiba berteriak karena stress melihat rangkaian laporannya, dan juga Vanessa yang sesekali tantrum karena kehabisan jurnal atau buntu ide dan kata-kata.

"Kadang saya nggak percaya kalo mereka seumuran, apalagi yang kita anggap bocil selama ini ternyata dia yang paling tua." Celetuk Deril yang barusan melihat mereka bertiga tengah menanyai kapan Vanessa kembali mengisi webinar.

"Saya juga heran, kenapa yang tertarik Politik juga cuma satu dan itu Mas Bintang. Selebihnya lihat, dua anak Kedokteran dan satu lagi anak Teknik Elektro." Sahut Agung.

"Nggak perlu heran, Gung. Kedua anaknya Bapak saja melenceng banget dari Bapak. Dua duanya desaigner internasional, makanya sebelum mereka masuk kuliah, mereka berempat dikumpulin karena Bapak stress takut tidak ada yang meneruskannya. Apalagi sebelumnya, Mbak Ati dan Mbak Vanessa sempat ditentang Bapak juga masuk Kedokteran. Tadinya, Bapak berharap kedua cucu perempuannya masuk Hubungan Internasional. Untung saja Mas Bintang memang minat Politik dan kuliah mengambil jurusan Ilmu Politik." Mayted yang selesai menelfon beberapa orang penting tadi juga tidak ketinggalan mendengar hal yang sedang mereka semua gibahkan.

"Saya salut sih sama Mbak Vanessa, bisa masuk Kedokteran UI, padahal tanpa Mbak Vanessa berusaha, Bapak pasti bisa masukin, tapi Mbak Vanessa memang kelihatan kelewat cerdas dan nggak mau menggunakan previlage yang ada. Mbak Ati juga begitu, walaupun dapat di Kedokteran Universitas Tarumanegara, tetap saja kuliah Kedokteran dengan IPK yang stabil itu nggak semua orang bisa." Rizky memang sering memuji semua cucu Bapak, mereka terlalu pintar di bidangnya masing masing.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang