70

2.1K 235 23
                                    

Kehamilan Vanessa sudah menyentuh minggu ke-28. Artinya sudah enam bulan usia kehamilan Vanessa. Perutnya semakin besar apalagi ia mengandung anak kembar. Ketika check up terakhir, dokter sudah mengetahui jenis kelamin kedua anak kembar Mas dan Vanessa. Tapi, Mas yang penakut itu tidak ingin mengetahui jenis kelamin kedua anak kembarnya.

Kata Mas, ia lebih baik dikejutkan sekaligus saja. Maksudnya, lebih baik Mas mengetahui itu ketika Vanessa melahirkan nanti. Lebih baik Mas mengetahuinya saat itu agar rasa kaget dan rasa harunya akan bercampur aduk.

Vanessa tidak henti hentinya menertawakan Mas yang penakut itu. Entah apa yang ditakutkan, sepertinya suaminya itu sedikit takut jika faktanya, kedua anak kembar mereka justru kedua duanya berjenis kelamin perempuan.

"Beneran nggak mau tahu jenis kelaminnya?" Vanessa terus menggoda suaminya yang tengah menyetir disebelahnya.

"Serius, sayang." Kata Mas.

"Kalau justru dua duanya perempuan, gimana?" Tanya Vanessa penasaran.

"Nggak papa sayang, berarti Mas punya tanggung jawab yang amat besar nanti. Dosa kamu, dosa kedua anak perempuan Mas, itu Mas yang tanggung. Memang kata orang, kalau punya anak perempuan tanggung jawabnya besar dan cukup sulit untuk membesarkannya. Karena menjaga anak perempuan itu memang ujian juga daripada anak laki laki." Sahut Mas yang sesekali melirik istrinya disebelah.

"Mas baru sadar, kalau punya anak perempuan, Mas harus bertanggung jawab penuh atas hidupnya hingga nanti mereka Mas serahkan ke pasangan hidupnya kelak. Sedangkan anak laki laki, dia bertanggung jawab atas kamu Bundanya, Ibunya yang sudah melahirkan, hidup dan matinya. Bahkan ketika nanti sudah menikah sekalipun." Jelas Mas lagi.

"Mas memang takut kalau seandainya si kembar perempuan. Mas takut nggak bisa mendidik mereka dengan benar, karena mendidik anak perempuan itu sulit, menjaga anak perempuan itu sebuah tantangan buat seorang Ayah dan itu Mas sendiri. Apalagi kita hidup di dunia yang mulai menormalisasikan banyak hal, Mas takut seandainya anak perempuan Mas terjerumus ke hal hal yang negatif karena sekarang pengaruh untuk masuk ke hal yang tidak baik, semudah itu."

"Kayaknya, Mas nggak semudah itu melepas anak perempuan kita nanti. Rasa takut itu selalu ada dibenak Mas nanti."

"Mas, sadar nggak? Aku baru sadar juga, ternyata kita itu lebih lama hidup dengan pasangan dibanding kedua orang tua kita sendiri." Ujar Vanessa.

Mas mengangguk. "Iya sayang, anggap saja mereka nanti melepas masa lajangnya di umur seperti kamu. Anggap saja di umur 25 tahun. Mereka hidup bersama kita hanya 25 tahun, sedangkan sama pasangan hidupnya bisa puluhan tahun. Dan pada akhirnya kita kembali seperti awal, hidup berdua sedangkan anak anak nanti punya kehidupannya sendiri."

"Sedih ya, Mas? Pada akhirnya yang milik kita seutuhnya tidak akan selamanya bersama kita." Sahut Vanessa yang sesekali mengelus perutnya.

"Semuanya titipan sayang, termasuk kamu. Kamu bukan milik Mas seutuhnya. Kamu milik Tuhan, dan Tuhan menitipkan kamu melalui orang tua kamu dan sekarang melalui Mas. Sama halnya dengan si kembar nanti, mereka bukan milik kita tapi kita ditugaskan untuk merawat dan menjaga mereka hingga batas waktu yang sudah ditetapkan nanti." Mas juga ikut mengelus perut Vanessa yang sudah sangat membesar. Tidak heran karena anak kembar yang berada di rahim istrinya itu.

"Mereka nendang loh!" Ucap Mas dengan girang, laki laki itu terharu. Tersenyum tak percaya dengan apa yang ia rasakan tadi.

"Kayaknya mereka dengerin kamu juga deh." Ucap Vanessa dengan tawa kecilnya.

"Jangan sering sering nendang ya cil, kasihan Bunda." Usap Mas ke perut istrinya.

"Bisa bisanya kamu manggil cil gitu." Vanessa tidak terima.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang