58

1.8K 221 25
                                    

"Bun, Mas jahat banget deh. Mas batal pulang atau gimana ya? Kenapa nggak ngabarin aku? Paling nggak kalau emang harus pulangnya ditunda, kasih tahu aku. Ini nggak ada bun." Gadis itu sudah hilang akal sehatnya. Dua hari yang lalu, ia dan Mas justru melakukan video call. Menceritakan banyak hal termasuk akhirnya ia mendapat nilai tertinggi saat ujian profesi sebulan yang lalu.

Besok harusnya menjadi hari istimewa baginya, setelah melakukan rangkaian panjang pendidikan kedokterannya, setelah ia jatuh bangun melewati stase demi stase yang hampir membuatnya menyerah, Vanessa berhasil melewatinya dan mendapat nilai ujian profesi dokter terbaik di angkatannya.

Semuanya ia ceritakan kepada Mas yang saat itu sangat terharu dan bangga dengan pencapaian gadisnya. Memang ia baru bisa menceritakannya dua hari yang lalu, padahal ia sudah selesai ujian satu bulan yang lalu. Tentu alasannya jangan ditanya lagi.

Sedangkan Mas, disaat mereka video call dua hari yang lalu, tidak ada tanda tanda Mas untuk memberitahu kepulangannya, bahkan Mas juga tidak ada menyinggung tentang kepulangannya. Vanessa juga takut bertanya karena bisa saja Mas justru memberitahu kepulangannya yang harus tertunda.

Padahal kalau sesuai jadwalnya, Mas sudah pulang ke Indonesia tiga hari yang lalu. Tapi ternyata ketika ia bertanya kepada Mama dan Papa, kedua orang tua Mas justru mengatakan hal yang sama jika anak bungsunya itu belum pulang dan tidak memberi kabar apapun.

"Kakak.. sudah ya? Kamu nangis dari semalam loh makin bengkak matanya. Kamu besok harus memimpin mahasiswa dan mahasiswi untuk jadi perwakilan pengucapan sumpah dokter di Balairung." Bunda yang sudah tiba dua hari yang lalu cukup terkejut ketikan mendengar cerita anak tunggalnya ini.

"Kakek beneran nggak ada dikasih kabar juga sama Pak Teddy?" Tanya Bintang, ia mengerti perasaan Vanessa, laki laki itu sudah berjanji datang ketika sepupunya ini melakukan sumpah dokter.

"Nggak Mas, Kakek telfon juga nomornya nggak aktif." Bapak menggelengkan kepalanya. Kini semuanya berkumpul di ruangan tengah lantai satu Kertanegara dengan lengkap, kecuali Ayahnya Vanessa yang baru berangkat dari Seoul dan akan tiba besok pagi.

Hari ini Nenek juga menginap di Kertanegara untuk menghadiri sumpah dokter cucu perempuannya besok.

"Bun, Mas baik baik aja kan?" Gadis itu masih sesegukan.

"Iya Kak, Mayor Teddy baik baik aja, mungkin memang ada kegiatan disana. Nggak papa ya kalau Mayor Teddy nggak datang?" Bunda terus membujuknya.

"Aku udah ancam Mas kalau nggak datang, aku bakal batalin nikah sama dia. Tapi kayaknya Mas beneran nggak mau nikah sama aku ya, Bun?" Tanya gadis itu lagi.

Jika teman temannya tidak sabar dengan sumpah dokter besok, justru Vanessa berharap acara sumpah dokter itu diundur saja. Ia sungguh tidak bersemangat bahkan setelah semua usaha dan kerja kerasnya kurang lebih lima tahun ini.

Ketika malam ini semua teman temannya excited dan berusaha mencoba pakaian terbaiknya besok, Vanessa justru mengkhawatirkan keberadaan Mas/nya yang lagi lagi tidak ada kabar.

"Vanessa.." Kini Nenek duduk disebelahnya.

"Nenek dulu juga seperti itu ketika Kakek kamu ini tiba tiba harus ditunda kepulangannya pasca pendidikan. Nenek juga sama seperti kamu, tapi itu semua bukan atas kendalinya Mayor Teddy, kamu nggak boleh menarik kembali niat baik seseorang. Mungkin belum waktunya sekarang, cucuku sayang." Nenek menenangkan cucunya itu yang terus menjatuhkan air matanya.

"Tapi setidaknya kabarin aku, Nek. Ini Mas sama sekali nggak bisa dihubungi, baru kali ini nomornya nggak aktif, selama ini Mas cuma slow respon aja, walaupun aku didiemin berminggu minggu, ponselnya masih aktif sedangkan ini nggak." Kata cucunya itu dengan gusar.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now