59

2K 261 93
                                    

"Baiklah hadirin sekalian yang kami hormati sesaat lagi acara akan segera dimulai." Ucap salah satu MC.

"Mari kita sambut 50 calon lulusan dokter baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tahun 2025." Setelah MC mengucapkan beberapa kata tersebut, lulusan 50 calon dokter baru masuk ke Balairung yang disambut meriah oleh beberapa hadirin dan keluarga, termasuk media dan wartawan yang meliput upacara sumpah dokter tersebut.

Satu demi satu calon lulusan mulai masuk, termasuk Vanessa yang sudah siap dengan kebaya pink pastelnya. Gadis itu sangat mempesona, kamera terus menyorot gadis yang berumur 23 tahun itu yang juga memegang Al-Quran.

Dari bawah, Vanessa melihat keluarganya lengkap termasuk Ayahnya yang melambaikan tangan dan memberi support. Termasuk kedua orang tua Mas dan keluarga kecil Kakaknya serta beberapa ADC Kakeknya yang ikut euphoria dengan acara ini.
Semuanya sangat kompak menghadiri acara sakral tersebut, namun masih ada raut wajah kekecewaan yang semakin membuatnya kehilangan harapan.

Mas sungguh tidak datang.

"Pimpinan UI, Dekan, dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, serta direktur rumah sakit pendidikan, direktur RSCM, dan staff pengajar akan memasuki ruang upacara."

Detak jantung Vanessa semakin tidak teratur, acara yang ditunggu tunggunya berharap dengan kehadiran Mas yang akan semakin membuatnya bahagia, tapi ternyata harapan itu sungguh pupus. Ia harus melewati rangkaian sumpah dokternya tanpa kehadiran Mas dan tanpa kabar dari Mas.

Vanessa sungguh tidak tahu keadaan Mas-nya itu, berkali kali ia bertanya kepada Kakek dan kedua orang tua Mas, mereka hanya terus mengatakan Kita tunggu kabarnya sama sama ya.

Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan membacarakan peraturan serta tata tertib, beberapa perwakilan calon dokter baru dari tiga agama yang berbeda dipanggil untuk naik ke atas panggung, termasuk Vanessa.

Gadis itu langsung naik ke podium kecil diatas panggung, mendekatkan mic-nya dan memegang erat Al Quran ditangan kanannya. Gadis itu sangat gugup, banyak sekali hadirin dan wartawan yang kini memfokuskan kearahnya.

"Sebelumnya apakah saudara sekalian bersedia mengucapakan sumpah dokter?" Tanya Vanessa dari atas panggung.

"Bersedia."

"Kalau demikian ikutilah kata-kata yang saya ucapkan ini." Ucap Vanessa yang belum memfokuskan pandangannya kepada sosok yang sudah bergabung diatas sana.

Vanessa menghela nafasnya grogi, ia memegang Al Quran dan salah satu tangannya ia angkat untuk memulai ucapan beberapa sumpah dokter yang akan diikuti teman-temannya yang beragama Islam.

"Sumpah dokter.." Ketika Vanessa baru memulai beberapa kata, ia melihat keatas dimana Mas baru datang dan bergabung bersama keluarganya dengan PDH gagahnya yang menempel pada tubuh kekar laki-laki itu. Sosok satu tahun lebih yang tidak pernah ia temui secara langsung itu kini berdiri diantara Bapak dan Mama-nya.

Jantung Vanessa berdetak cepat berkali kali lipat setelah Mas yang berdiri diatas sana tengah memberikan senyuman kepadanya, seolah olah memberikan dukungan ekstra kepada gadisnya itu.

Kedua mata Vanessa mulai berkaca kaca, ternyata Mas sangat menetapi janjinya walaupun laki-laki itu hampir terlambat, entah apa rencana laki laki itu hingga membuatnya tidak tenang beberapa hari ini. Vanessa berusaha mengontrol emosinya, ia tidak boleh nangis saat ini. Ia harus memimpin ucapan sumpah dokter dengan lancar hingga selesai.

"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya akan membaktikan hidup saya guna perikemanusiaan." Suara Vanessa sedikit bergetar namun sepertinya tidak begitu disadari oleh beberapa orang.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now