75

1.6K 222 18
                                    

"Mas mau kemana?" Tanya Vanessa yang mendadak bingung melihat suaminya yang sudah segar dan siap dengan seragam dinasnya hari ini.

"Kerja, sayang. Bapak ada kunjungan ke Manokwari." Kata Mas yang tengah memasang berbagai printilan di bajunya. Vanessa yang melihat itu juga langsung membantu Mas memasangkan semua printilan Militernya.

"Bukannya nggak jadi ya? Bukannya cuma Kapten Sony dan Kompol Nalen yang tugas?" Seingat Vanessa, Mas beberapa hari yang lalu sudah memberitahu jika suaminya itu diberi libur beberapa hari karena Naira masuk rumah sakit karena demam tinggi.

"Kapten Sony tiba tiba berhalangan, ada sesuatu terjadi. Mau nggak mau Mas harus naik." Jelas suaminya itu.

Vanessa melepas tangannya dan tidak melanjutkan pergerakannya memasang atribut Militer suaminya.

"Mas, Naira baru keluar rumah sakit dua hari yang lalu. Anak kamu baru sembuh, aku susah payah negosiasi sama Kakek biar kamu dikasih jatah libur supaya bisa jagain Naira. Kamu tahu sendiri Naira cuma bisa ditenangin dan diajak kerjasama cuma sama kamu." Vanessa mendadak menjadi emosional.

"Naira sudah sembuh dan dia sudah bisa beraktifitas seperti biasa, sayang. Apa yang harus kamu khawatirin?" Mas tetap berusaha tenang walaupun ia sudah paham istrinya itu sebentar lagi akan meledak.

Vanessa menghela napas lelah. "Yang mau jagain Naira dan Rafa siapa?"

"Kamu kan?"

"Mas? Aku kerja, ada operasi besar hari ini." Ucap Vanessa.

"Ini alasan kenapa Mas belum bisa kasih kamu izin praktek lagi." Suara Mas sudah mulai terasa dingin di dengar.

"Maksudnya? Aku sampai kapan mendekam di rumah tanpa ngabdiin diri aku lagi? Tiga tahun yang lalu setelah selesai internship aku rela nggak lanjut praktek lagi. Dua tahun aku nganggur, Mas. Udah waktunya juga aku balik ke rumah sakit." Ucap Vanessa dengan usaha untuk tetap dengan suara stabilnya.

"Kamu tidak nganggur, Vanessa. Kamu sekolah spesialis." Kata Mas.

"Prioritas kamu sekarang seorang ibu, Vanessa. Mas sudah bilang kamu nggak perlu balik kerja secepat ini juga nggak papa. Umur mereka masih tiga tahun dan lagi butuh kamu. Tapi sebulan yang lalu kamu ngerengek minta izin ke Mas kan. Kamu lupa kita bertengkar karena itu? Mas bakal lepasin kamu kerja lagi kalau mereka sudah lima tahun." Lanjut Mas mengingatkannya.

"Aku tahu prioritas aku, makanya aku rela nganggur dua tahun dan aku bisa ngurus mereka dengan baik disaat aku lagi pendidikan spesialis. Tapi aku relain banyak hal untuk ngurus kembar. Lima tahun? Mas, rumah sakit mana yang mau terima seorang dokter yang sudah lima tahun tangannya kaku dan nggak pernah praktek selama itu?" Kata Vanessa dengan rasa frustasi yang masih berusaha ia pendam.

"Status aku itu sekarang dokter residen tahun ketiga, beberapa kasus atau kondisi aku dibutuhin karena aku udah belajar beberapa ilmu di spesialis Jantung dan Pembuluh Darah." Ucap Vanessa lagi.

"Jam sembilan nanti aku jadi asisten professor. Cuma aku yang bisa." Mas menatap Vanessa dengan dalam. Ada rasa takut didalam diri Vanessa karena ia begitu kuat dengan argumennya.

"Kenapa cuma kamu? Bukannya masih ada dokter residen diatas kamu?" Mas masih menentang keinginan Vanessa.

"Mas, residen tahun keempat itu sudah mau selesai, mereka lagi sibuk untuk selesain pendidikan spesialisnya, apalagi residen tahun terakhir." Vanessa terus memberi penjelasan.

Mas menghela napasnya, sudah lima belas menit ia mengulur waktu untuk berdebat dengan istrinya. Seharusnya ia sudah berangkat dari tadi.

"Terus kamu mau gimana? Biarin Rafa dan Naira berdua sendirian di rumah, gitu?" Tanya Mas.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now