3

12.5K 502 17
                                    

Vanessa membuka matanya perlahan, entah rasa lelah yang menghinggapi atau memang tidurnya yang sangat nyenyak hingga ia begitu malas untuk bangun. Ia sadar ada beberapa suara di luar sana, ia juga akhirnya terbangun karena hebohnya orang-orang di luar yang tidak ia ketahui sedang melakukan apa.

Satu hal yang Vanessa bingung adalah, dimana dirinya sekarang? Ia beranjak untuk duduk, celingak-celinguk memahami keadaannya saat ini. Seingatnya ia tidak mabuk, ia tidak aneh-aneh, tapi kenapa kamar ini sangat asing? Ini bukan kamar miliknya, tentu juga bukan kamar Habib dan Bintang karena jika diperhatikan lagi, ini kamar laki-laki.

Pakaiannya masih utuh, bahkan persis seperti pakaian yang ia pakai ketika ujian OSCE kemarin. Tersadar dengan satu foto yang terpajang di lemari kamar itu, Vanessa langsung terkejut dan membelalakkan kedua matanya dengan sangat kaget.

"Bentar-bentar, masa iya gue di rumahnya Pak Teddy? kocak aja lo, Nes." Vanessa masih bisa-bisanya tertawa ketika nyawanya masih belum terkumpul sempurna.

"Ini emang rumah saya, yang kamu tidurin semalam itu kamar saya, Mbak Vanessa." Sosok yang tidak ia duga muncul di depan pintu dengan menyenderkan bahunya ke dinding dekat pintu, melipat kedua tangan di depan dadanya. Pakaiannya yang kelewat santai sukses membuat Vanessa kaget. Mayor Teddy dengan kaos rangernya dan celana pendek selutut berwarna coklat.

"Hah? Kok bisa, Pak? Aku tidur disini? Sendirian, kan?" Vanessa shock dan memicingkan kedua matanya penuh curiga.

"Semalam, pintu tol nggak bisa dilewatin, ada kecelakaan. Tadinya, saya mau anterin kamu ke Kertanegara tapi karena nggak ada siapa-siapa, saya bawa aja kamu ke rumah saya. Dan satu lagi, kamu itu tidur ditemenin Mama saya! Jangan mikir yang aneh-aneh!" Ucap Mayor Teddy dengan sewotnya.

Vanessa menghela napas kesal. Entah lah, ia sangat kesal sekali kalau Mayor Teddy dengan nada tegas dan arogannya itu, ia merasa seperti dimarahin.

"Sini bangun, sarapan, kamu ditunggu Mama saya di meja makan. Kamu mau pulang jam berapa?" Sungguh Vanessa sangat kaget ketika Mayor Teddy menggendongnya turun dan membantunya berdiri. Ia merapikan kasur dan tempat tidur yang ditempati Vanessa semalam.

"Mama Pak Teddy nyiapin sarapan, ya? Aku nggak enak, Pak, hehehe. Nggak bantuin, malah bangun kesiangan." Vanessa cengengesan malu.

"Nggak papa, kamu dimana-mana emang princess, mbak. Pasti capek juga seharian kemarin, apalagi kamu selalu begadang karena belajar. Orang tua saya juga udah tahu dari dulu. Kamu mau pulang jam berapa? Sekarang udah jam sebelas siang, mau sore aja?" Tanya Mayor Teddy sekali lagi.

Vanessa tidak menghiraukan perkataan Mayor Teddy, justru ia menatap sosok laki-laki di hadapannya ini dengan tatapan heran.

"Kok bisa, ya, dia seganteng ini kalau lagi nggak kerja? Mata gue kemana aja selama ini? Udah gitu anjirlah badan gue bau parfum dia yang sehari-hari itu." Vanessa membatin.

"Mbak Vanessa?! Dengerin saya?" Mayor Teddy menjentikkan jarinya di depan wajah Vanessa.

"Habis sarapan aja, Pak, eh atau makan siang, ya? Aku nggak enak sama keluarga Pak Teddy." Vanessa dengan dramatisnya berakting seperti merengek.

"Yaudah, nanti saya anterin ke Hambalang." Laki-laki itu melangkah meninggalkan kamarnya.

"Pak Teddy cuma nganterin doang?" Tanya Vanessa, mengikuti Mayor Teddy ke ruang makan di rumahnya yang sejujurnya sudah familiar bagi Vanessa.

"Yaiyalah, mau ngapain lagi? Lagian ini weekend, saya juga punya waktu untuk sendiri, Mbak Vanessa." Ucapnya sambil menarik kursi meja makan agar Vanessa bisa langsung duduk.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now