100

2.3K 262 36
                                    

Mas pulang setelah melewati berbagai pekerjaan yang cukup sulit. Mulai dari kesibukkannya di Batalyon menangani beberapa pelatihan, rapat internal dengan para petinggi di Mabes, dan menemani Panglima rapat di DPR. Dengan kelelahan banyaknya pekerjaan, Mas semakin lelah setelah mendengar Naira terlibat pertengkaran di sekolahnya.

Hal itu Mas ketahui saat dirinya tengah menemani Panglima rapat di DPR. Betapa stress dan paniknya Mas mendengar anak perempuannya itu bertengkar dengan teman sekelasnya saat praktikum mata pelajaran Ipa. Anak perempuan satu satunya itu memecahkan beberapa alat praktikum karena temannya menyontek hasil laporan praktikumnya.

Saat itu, yang bisa menjemput Naira hanyalah ajudannya, Prada Gilang. Tak hanya itu saja kelakuan Naira hari ini, anak gadisnya itu juga mengerjai Prada Gilang karena takut ajudan Papanya itu akan mengadu kepada Mas. Naira mengambil kunci mobil yang berada di tangan Prada Gilang dan berlari hingga ia berhasil kabur menuju stasiun MRT.

Apa lagi alasannya kabur ke stasiun MRT selain mencari perlindungan kepada Vanessa?

Anak perempuannya itu pada akhirnya menunggu Vanessa selesai operasi dan melakukan beberapa penanganan darurat.

"Bun.."

"Takut deh, Papa pasti marah ya?" Tanya Naira kepada Bundanya setelah mendengar mobil Mas terparkir sempurna di garasi rumah mereka.

"Lagian kamu kenapa juga mecahin alat alat labor dan kabur bawa kunci mobil ajudan Papa?" Tanya Vanessa dengan tertawa. Setelah mengetahui anaknya tiba-tiba di rumah sakit Pondok Indah dan menceritakan semuanya, bukannya marah justru Vanessa tertawa mendengar kenakalan anak gadisnya. Justru terlintas langsung di otaknya jika suaminya itu akan menghela napasnya dan pasrah karena ternyata kenakalan saat Naira SD bukanlah akhir dari segalanya. Justru Naira melanjutkannya hingga kini sudah duduk di kelas 2 SMP.

"Iya lagian teman aku enak aja nyalin jawaban laporan aku, Bun. Aku susah payah ngerjain praktikum itu dengan otak aku ini. Terus aku takut juga ajudan Papa ngadu." Rengek Naira.

"Percuma, Naira. Mau kamu bawa kabur kunci mobilnya atau nggak pasti tetap dikasih tahu. Tuh buktinya, Papa kamu tahu kan?" Sahut Vanessa.

Setelah memarkirkan mobilnya, Mas langsung masuk ke rumah dan melihat Naira yang sudah berlindung disebelah Vanessa. Anak gadisnya itu justru memeluk lengan Vanessa dengan erat karena Naira tahu kelemahan Papanya adalah Bundanya.

"Kesini Naira." Perintah Mas dengan sangarnya.

Naira menggeleng pelan.

"Jennaira Prinselia Dwijaya! Dengar Papa, tidak?!" Mas langsung mengeras.

"Kamu nggak sekali dua kali saja seperti ini ya! Ini sudah ketiga kalinya!" Mas mendekat dan membuat Naira semakin mengeratkan tangannya memeluk lengan Vanessa.

"Pecahin alat labor sekolah dan ngerjain Prada Gilang! Kelewatan sekali kelakuan kamu, Naira." Ucap Mas dengan helaan napasnya.

"Jawab Naira!" Hardik Mas, ia tidak akan menganggap sepele kenalakan Naira walaupun itu anak perempuan satu-satunya. Semakin Mas mewajarkan kelakuan Naira, anak gadisnya itu semakin tidak tahu batasan.

"Aku nggak terima teman aku nyalin jawaban aku, Papa!" Kesal Naira.

"Bisa diselesaikan baik-baik. Memang semuanya harus diselesaikan dengan bertengkar dan merusak alat labor?" Tanya Mas dengan herannya.

"Kamu mecahin tiga alat!" Tunjuk Mas.

"Nggak bisa, soalnya teman aku itu nggak mau ngaku. Aku nggak terima dong, Pa? Udah gitu dia nggak mau disalahin!" Naira akhirnya keluar dari persembunyiannya dibelakang Vanessa.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now