104

1.4K 154 50
                                    

Siapa yang tidak hancur mendengar pasangannya berkata perasaanya telah memudar setelah beberapa tahun membangun sebuah rumah tangga bersama sama? Siapa yang tidak sedih dan merasa tidak berguna ketika pasangannya tidak begitu mencintainya lagi? Bagi seseorang yang memiliki cinta yang tulus, ia akan hancur berkeping-keping. Menutupi rasa sedih dan hancurnya serapat dan sebaik mungkin. Menutupi permasalahannya yang terjadi dari keluarga Mas dan juga Vanessa. Jangan sampai ada yang tahu rumah tangga mereka tengah dihantam ombak besar, termasuk anak-anaknya.

Namun sepertinya bagi seorang Naira, ia menyadari ada yang tidak beres dengan kedua orang tuanya. Menurut penglihatannya, Papa dan Bundanya tidak seromantis dan sebucin dulu. Tapi, Naira sadar hanya Papanya saja yang tetap terlihat romantis dan tetap mencintai Bundanya secara ugal-ugalan.

Naira curiga namun menurut penglihatannya tentang hubungan kedua orang tuanya itu memang sedikit renggang. Entah apa yang terjadi, tapi Naira tidak pernah ingin menyinggung dan bertanya.

Ia hanya pura pura tidak tahu, begitu juga dengan Rafa yang selalu memberi afirmasi positif jika Papa dan Bundanya itu baik baik saja, termasuk kepada Kai yang sudah mulai mengerti tentang keadaan keluarga.

Jika Naira tahu dan peka, Rafa lebih cukup tahu karena ia pernah memergoki Bundanya itu menolak Papanya mengajak berangkat bersama ke tempat kerja beberapa kali dan Bundanya itu juga lebih pendiam di rumah.

"Raf, Papa dan Bunda beneran baik baik aja nggak sih? Kenapa ya kecurigaan aku kuat banget?" Tanya Naira yang iseng masuk ke kamar Rafa yang tengah mengerjakan beberapa proposal proker. Fyi, Rafa menjadi Ketua Osis di sekolah, Kakak kembarnya itu sangat sibuk akhir-akhir ini.

"Udah hampir tiga bulan ini Papa sama Bunda nggak kayak biasanya. Aku perhatiin Bunda juga jarang banget cium Papa sebelum berangkat kerja. Kenapa ya? Takut deh." Naira khawatir sekali.

"Nggak mungkin mau cerai kan, Raf?" Tanya Naira hati-hati. Saat itu juga Rafa memutar kursi belajarnya menghadap Naira dengan tatapan tajamnya.

"Mulut kamu, Nai." Ucap Rafa tajam.

"Ya kan aku cuma takut, Raf." Naira memainkan kukunya.

"Aku sedih lihat Bunda sedingin itu sama Papa." Naira semakin menunduk.

"Iya, aku juga." Jawab Rafa.

"Kamu sengaja ya sibuk akhir-akhir ini biar nggak kepikiran?" Tanya Naira.

"Nai, kamu sadar nggak? Papa sama Bunda tuh kadang suka saling memendam perasaannya sendiri. Entah lagi emosi, marah, atau kesal. Apalagi Bunda, aku nggak ngerti kenapa Bunda nggak pernah atau jarang marah kalau Papa ada bikin kesalahan, sedangkan Papa selalu minta maaf berkali kali walaupun sebenarnya Papa nggak ada salah." Kata Rafa yang sedikit membuat Naira tertegun.

"Sadar, aku pikir itu memang hal biasa. Tapi kayaknya dari situ permasalahannya kali ya?" Tanya Naira.

"Sebenarnya aku ngerti Bunda sedikit jaga jarak sama Papa. Aku ngerasa Bunda sebenarnya nggak pernah siap berjauhan sama Papa karena yang kayak kita tahu Bunda sangat bergantung ke Papa. Dikit dikit ke Papa semua, aku ngerasa Bunda tuh nggak pernah bisa siap jadi istri tentara yang harus siap kapan aja ditinggal. Sedangkan Bunda tuh butuh Papa setiap waktu dan semanja itu juga sama Papa. Menurut aku nggak Papa aja yang manja ke Bunda, tapi kalau kamu perhatiin lebih manja Bunda dibanding Papa." Naira mendengar lekat-lekat ucapan Rafa.

"Aku juga bingung, Nai. Mau nyalahin apa dan siapa yang bikin orang tua kita akhir-akhir ini jadi renggang? Gimana kalau Bunda nggak kuat dan akhirnya pisah sama Papa? Gimana kalau Papa akhirnya juga nyerah dan nggak mau nyakitin Bunda lebih jauh? Aku pun sama kayak kamu, Naira. Selalu khawatir dan takut, aku juga nggak siap kalau seandainya kita ada di fase kamu mau ikut Papa atau Bunda? Aku nggak mau juga." Lanjut Rafa.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang