55

2K 242 53
                                    

Hari yang sangat tidak ditunggu tunggu Vanessa akhirnya tiba. Hari dimana rasanya ia ingin menghilang saja dari permukaan bumi. Hari dimana ia berharap tanggal di hari ini dihilangkan saja. Hari dimana ia ingin sekali meminta kepada Tuhan untuk jangan memisahkan Mas dengan dirinya. Gadis itu tertunduk lesu. Ia sudah tiba di depan rumah Mas, tak berani mengabari laki laki itu karena entah kenapa Vanessa sangat deg degkan, seperti bom atom yang akan meledak dalam hitungan detik.

Sesuai janjinya, Vanessa sendiri yang akan mengantar Mas ke Bandara, hanya dirinya. Entah dirinya akan kuat melihat Mas yang perlahan menjauh meninggalkannya nanti atau tidak.

Ia meminta izin telat datang ke rumah sakit, karena sebelumnya untuk meminta izin libur sehari tidak diperbolehkan, karena tidak ada sejarahnya dokter koas yang meminta libur. Vanessa cukup bersyukur karena dokter konsulennya memberikannya toleransi untuk keterlambatannya nanti.

Hari ini, siap nggak siap Vanessa harus siap dan menerima apapun yang akan semesta tetapkan. Mau memberontak hingga ia menghancurkan Bumi dan membakar seisinya pun semesta tidak akan mengasihaninya.

Ia harus menghadapinya dengan segala rintangannya nanti.

"Aahh nggak bisa please!" Vanessa merutuki dirinya sendiri karena seolah didalam dirinya selalu berkata tidak bisa.

"Sumpah nggak bisa." Gadis itu menempelkan jidatnya ke stir mobilnya seakan akan ia sangat putus asa.

"Satu tahun tuh lama." Rengeknya ke dirinya sendiri.

"Apaan sih Nes, kok nangis?" Vanessa berkaca ke kaca spion tengah di mobilnya itu.

"Ah rese lo, udah makeup cantik gini masa nangis." Kesalnya pada dirinya sendiri. Ia kembali mengoles makeupnya.

Vanessa mencoba menetralkan dirinya, mencoba mengontrol emosinya, sesekali ia menarik nafas dan membuangnya secara perlahan. Menetralkan segala aura negatif yang mulai menyerang pikirannya. Vanessa berdiam diri beberapa menit di mobilnya, hingga ia sudah merasa yakin dan keluar dari mobilnya. Menyusul Mas ke dalam rumah yang mungkin membutuhkan bantuannya untuk persiapannya.

"Mas." Sapa Vanessa ketika ia melihat Mas sedang sibuk mencari sesuatu di ranselnya.

"Eh sayang, kok nggak ngabarin?" Tanya Mas yang kini mengalihkan pandangannya ke gadisnya itu.

"Duh cantiknya." Puji Mas.

"Iya aku lupa juga karena langsung bergegas kesini." Bohong Vanessa, justru ia sengaja lama lama di mobil untuk memperkokoh benteng pertahanannya yang kuat entah sampai kapan.

"Mas udah pamit sama Mama dan Papa?" Tanya gadis itu yang duduk didepan TV ruang tengahnya.

"Udah sayang, semalam Mas ke rumah. Mama nggak bisa ikut antar karena Papa masih sakit." Setelah mencari apa yang laki laki itu cari di ranselnya, ia ikut duduk disamping Vanessa.

"Rumah Mas kosong dong?" Tanya Vanessa penasaran karena rumah yang cukup besar ini memang hanya Mas yang menghuni.

"Iya sayang." Jawab Mas singkat.

"Hah? Koi sama si Macaw siapa yang ngasih makan?" Tanya Vanessa lagi.

"Macaw Mas titip sementara ke teman Mas, Koi Koi ini nanti ada Mbak yang ngurus, sesekali ada yang cek atau bersihin rumah Mas sayang." Jelas Mas kepada gadisnya.

"Kunci rumah Mas kamu yang pegang ya, kamu kapan aja boleh kesini, mau huni rumah Mas juga boleh. Kalau kangen sama Mas atau khawatir sama Mas, kamu kesini aja atau kalau rasanya kesepian ke rumah Mama dan Papa." Mas yang terus berbicara sedangkan Vanessa yang sibuk dengan pikirannya sendiri hingga Mas sadar jika Vanessa melamun.

He Fell First and She Never Fell?Onde as histórias ganham vida. Descobre agora