PART 9

1.8K 113 14
                                    

Henny merasakan kelegaan yang luar biasa. Setelah keluar dari toilet semua beban dalam dirinya seakan meluap. Sekarang ia siap, sampai ke ujung dunia pun ia tak masalah.

Begitu berjalan meninggalkan area toilet. Henny bingung mengapa tak menemukan mobil Henry. Mobil berwarna putih yang tadi dinaikinya. Di mana Henry? Henny mengedarkan pandangannya ke segala arah di area pom bensin. Namun, tak jua menemukan mobil berwarna putih.

Ia panik, ia langsung mencari ponselnya.

"Ponsel? Tas?" Henny bertanya pada dirinya sendiri. Di mana tasnya yang berisi ponsel dan beberapa kartu serta uang.

Ia kembali menuju toilet, mencari apakah tasnya ada di dalam sana. Setelah berada di toilet ia tak menemukan apa-apa. Ia berpikir sejenak. Mengingat kembali di mana letak tasnya.

"Oh my ghost!" pekiknya tertahan. Ia baru ingat tasnya tinggal di mobil Henry.

Ia merutuki dirinya sendiri yang tak membawa tasnya. Sekarang dia tidak tahu harus bagaimana. Jam yang terpampang di pamplet pom bensin sudah menunjukkan jam Sebelas lebih tiga puluh dua menit. Artinya sebentar lagi sudah jam dua belas malam. Dan dirinya seperti orang gila di pinggir jalan.

Penampilan Henny yang masih sedikit terlihat rapi ini. Membuat beberapa mobil yang lewat menawarkan diri untuk mengatar Henny. Perempuan itu menolak keras. Karena yang di dalam otaknya pasti ia dianggap sebagai wanita penggoda.

Gue bukan jablay!!

Bantah Henny sambil menggeleng keras. Embusan angin semakin menusuk. Taxi kosong tumben tak lewat. Seperti sebelumnya hanya ada kendaraan-kendaraan pribadi yang melintas di sekitar sana.

Hamba butuh ponsel ya Allah...

Henny menatap langit yang terlihat sedang mentertawakan dirinya. Ia kesal dengan Henry yang sudah tega dan tak berprikemanusiaan.

"Jadi gara-gara lo atasan gue, lo mau semena-mena dengan gue?" gerutu Henny sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Cittt....

Sebuah mobil berwarna biru berehenti tepat di depan Henny. Henny sudah menyangka kalau akan ada mobil lagi dan lagi yang stop di depannya.

"Loh, kamu?" ucap seseorang yang terdengar kaget melihat Henny.

Henny langsung menoleh, dengan kata-kata yang barusan didengarnya ia yakin bahwa itu nada bicara orang yang sudah kenal dirinya.

Ia mencoba mengingat siapa orang yang duduk di belakang kemudi mobil itu. Sepertinya ia tidak menemukan tanda-tanda bahwa dirinya mengenali orang itu.

"Kamu, Henny Silvia 'kan?" tanya suara itu lagi.

Perempuan itu terdiam sejenak. Ia tak yakin dengan orang di depannya itu. Ia benar-benar tak ingat. Seharusnya dengan kemampuan mengingat Henny yang luar biasa. Ia pasti mengingat orang itu. Tapi, otaknya hari ini benar-benar tak bisa berpikir jernih.

"Kita kenal?" ucap Henny sedikit gugup. Ia takut bahwa orang yang di dalam mobil itu adalah penculik.

"Belum," jawab orang itu tenang. Henny mengernyit. Ia mulai mencium bau yang tak bersahabat. Ia mengedarkan pandangannya mencari jalan untuk kabur. Jalanan yang sepi membuatnya sedikit takut.

"Dont be afraid, kamu karyawannya Henry Maradinata 'kan?" tanya orang itu lagi.

Henny melebarkan matanya. Bagaimana orang itu bisa tahu dengan nama atasannya.

"Yok, masuk! Aku Reza, teman Henry yang kemarin ketemu kamu di ruangannya."

Mendengar itu Henny seperti mendapatkan clue. Otaknya langsung memutar kembali kejadian seperti yang diucapkan orang di depannya itu.

"Oh, yang itu, maaf saya baru ingat," jawab Henny yang akhirnya mengingat siapa orang itu.

"Yok, masuk!" Ajak Reza sekali lagi.

Henny tak berpikir panjang. Ia langsung membuka pintu mobil Reza dan menaikinya. Setelah memasang sabuk pengaman, Reza melajukan mobilnya.

Ia mencoba mencari topik yang bagus agar suasana di mobil ini tidak beku.

"Makasih, ya, mas Reza," ucap Henny sopan. Reza menoleh sambil tersenyum. Senyuman yang manis menurut Henny.

"Santai," jawab Reza kembali fokus pada jalanan yang sepi.

"Eh, anyway kok kamu ada di sana tadi?" tanya Reza penasaran. Tadi ia lewat sana karena mobilnya butuh bahan bakar. Dan kemudian ia melihat perempuan.

Bagi Reza perempuan adalah sesuatu yang harus dilindungi. Melihat perempuan berdiri sendirian ia jadi khawatir. Tak menyangka bahwa orang yang dilihatnya adalah Henny.

"Kamu ngapain di situ tadi?" tanya Reza lagi.

Henny harus menjelaskan semuanya agar tak salah paham. Melihat penampilan Henny saat ini. Bisa saja ia dicurigai sebagai wanita jablay.

"Tadi ..., intinya ini semua gara-gara temen kamu yang bernama Henry itu, Mas. Semua tas aku tinggal di mobilnya, dan dia pergi gitu aja. Dia ngga mikir apa kalau aku diculik gimana? Ini kan udah malem," dengus Henny yang langsung kesal mengingat kejadian yang menimpanya beberapa menit lalu.

Reza tertawa ringan mendengarkan ocehan-ocehan Henny.

"Ehm, maaf, ya, Mas. Aku bukan bermaksud buat ngejelekin pak Henry. Tapi, memang dia ngeselin kok."

"Iya, dia emang gitu orangnya."

"Mas,"

"Iya?"

"Please, jangan kasih tahu Pak Henry, ya, kalau aku ngomongin dia," pinta Henny dengan wajah memelas.

Reza langsung tertawa melihat ekspresi Henny yang menurutnya minta dicubit.

"Siap, Nona, jadi alamat kamu di mana?" tanya Reza serius.

"Di perumahan Persada Dirgantara, blok H-6, Mas," jawab Henny.

Henny melempar pandangannya ke luar jendela. Hari yang benar-benar melelahkan baginya. Hari yang buruk.

"Bad day," gumam Henny yang hanya didengar oleh dirinya sendiri.

***

Henry sudah berada di rumah Diva. Tadi Diva menelponnya mengatakan bahwa dirinya butuh Henry. Setelah berada di rumah itu. Henry melihat Diva sangat kacau. Penampilannya sangat berantakan dan matanya membengkak.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Henry basa-basi. Dilihat dari penampilannya ia bisa tahu bahwa Diva sekarang sedang tidak baik-baik saja.

"Kenapa semua cowok itu sama aja," teriak Diva yang terdengar sangat histeris.

"Maksud kamu? Kamu belum bisa ngelupain Anggara?" tanya Henry yang sudah tidak tahan lagi mendengar ocehan-ocehan yang keluar dari mulut Diva.

"Come on, Div, please open your heart, aku ada di sini buat kamu," bisik Henry sambil memeluk Diva erat. Diva tak menolak. Ia senang setiap berada dalam pelukan Henry.

Selain Henny, Diva adalah mantan Anggara. Anggara butuh pelarian untuk melupakan Henny. Dan di saat itu ia melihat Diva. Yang menurutnya sifatnya sangat lembut. Kedekatannya sekitar dua tahun yang lalu.

Anggara baru meyelesaikan S1-nya kemudian ia kembali ke ibu kota untuk bekerja. Dan bertepatan dengan itu Anggara bertemu Diva. Mereka dekat dan akhirnya pacaran. Entah mengapa dua bulan kemudian Anggara memutuskan Diva dengan Alasan kalau Diva bukan tipenya.

Melihat apa yang terjadi dengan Diva saat ini, Henry bisa menebak kalau Diva belum benar-benar melupakan Anggara. Dan oleh sebab itu pula. Henry sampai saat ini tidak menyukai Anggara.

Masa lalu adalah kenangan. Jangan mencoba untuk melupakan karena kau tak akan pernah bisa. Lebih baik kau biarkan dan temukan sesuatu yang baru untuk mengalihkan kenangan yang lalu.

***

Yassss longtime no see...gimana kalau ceritanya aku tarik? Di-delete aja kali ya?

You're My Propeller (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang