PART LXVII

763 51 12
                                    


***

Malam itu adalah malam terakhir Henny dan Henry bersama. Setelahnya tidak ada lagi kebersamaan antara keduanya. Meskipun Henny sudah berusaha untuk mencari-cari cara agar dapat menjelaskan semuanya. Henry tidak pernah memberikan kesempatan waktunya meskipun hanya sebentar.

Tidak adalagi yang bisa dilakukan Henny kecuali melupakan semuanya. Dia merasa dirinyalah yang salah, salah karena telah terjatuh kepada hati yang salah, salah karena tidak menyadari siapa dirinya, dia membenarkan apa yang pernah Komang katakan, Henry siapa dan dirinya siapa.

Mencoba melupakan adalah jalan yang terbaik meskipun itu sangat sulit, Henny tidak bisa memperkirakan berapa lama memakan waktu hanya untuk melupakan Henry.

"Lo kenapa, Hen?" tanya Yana yang sudah berada dalam ruangan.

"Ngga, gue kayaknya nyerah deh," lirih Henny yang mulai tak konsentrasi dengan pekerjaannya.

"Nyerah buat jelasin ke Henry?" Yana kembali bertanya. Henny mengangguk. Sekarang saja Henry melintas di depannya yang disapa malah Komang, dia yakin Henry hanya mempermainkan perasaannya saja.

"Besok gue mau ke Jakarta," sambung Henny kembali, dia perlu bertemu sahabat-sahabatnya.

"Gue ikut boleh?" Yana yang memohon dengan wajah Puppy eyes.

"Ngapain lo ikut, orang gue mau lari biar ga ngeliat lo, eh lo malah mau ikut!" Henny sok serius, dan kini wajah Yana sudah seperti orang menahan kentut.

"Iye iye, ngga usah sedih, besok gue naek kereta nih, lo mau?"

"Emang gue ada tampang-tampang ngga mau gitu?"

"Kan situ masih keturunan Priyai, siapa tau ngga level naek kereta ekonomi,"

"Yana juga manusia,"

"Oke fix jam sebelas sudah ada di Lempuyangan!"

*

Tepat jam sebelas siang Yana dan Henny sudah berada di dalam kereta yang sebentar lagi akan melaju. Henny tertawa sendiri melihat penampilan Yana yang terkesan 'cowok abis' rambut panjangnya di gelung dan dimasukkan ke dalam topi, ia membawa tas ransel dan memakai sendal gunung. Jaket yang dipakainya pun berwarna gelap.

"Mau naik gunung, Mba?" Henny menggoda Yana. Yana mendengus tak suka.

"Penuh perjuangan nih. minjem barang beginian,"jelasnya menunjuk satu persatu outfit yang sedang iya kenakan.

"Minjem? Emang minjem di mana?" Kalau ada tempat penyewaan barang mungkin Henny akan menyewa juga. Pikirnya.

"Sama kembaran gue, anak gunung makanya gue ada barang-barang beginian, meminimalisir teejadinya hal-hal yang tak diinginkan," Wanita itu mengipas-ngipaskan tangannya ke depan wajahnya sendiri. Memang sekarang kereta ekonomi ini full AC tapi bukan berarti akan sedingin di kantor. Buktinya sekarang Yana membuka jaketnya karena kepanasan.

"Lo punya kembaran?" Henny tak percaya kalau Yana punya kembaran.

"Iya, lo ingat nama gue kan? RR Handayana, Nah, dia itu RR Handayani,"

"Pantesan gue agak gimana pas nyebut nama Lo, Handayana," Henny tergelak sendiri mengulang nama Yana yang menurutnya ada kejanggalan. Terpecah sudah rasa penasarannya.

Selama itu Henny membukan ponselnya. Dan mulai mengirim Chit-chat kepada sahabat-sahabat yang selalu dirindukannya.

Grup Chat

Henny : gue udah Otw, sama
Temen gue! Wait me

Vio : f or M

You're My Propeller (Completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora