PART LXIX

879 59 26
                                    


Lanjut guys...

***

Setelah melewati beberapa perdebatan dengan segala macam manusia, yang pertama dengan Sierra dan Widya, kedua dengan sahabatnya dan yang terakhir dengan Keluarganya sendiri.

Henny menceritakan semuanya dengan Mamanya dengan berat hati Mamanya menyetujui permintaan anaknya itu. Sementara dengan abang semata wayangnya dia tidak berkata jujur yang di ucapkannya dia akan pergi ke Papua karena urusan kantor.

Disinilah Henny sekarang berada, dengan segala Fasilitas dan orang-orang kepercayaan keluarga Ahmad Henny sedikit lega karena dia tidak akan menjadi manusia sebatang kara. Meskipun ada abangnua di tanah Papua ini.

Welcome to Domine Edward Osok

Bandara di kota Sorong, Papua. Henny sudah berada di mobil yang akan membawanya di mana Henry berada.

"Eh, Kaka sa kasih tau, Papua tu Indaah sekali e." Yang memabwa mobil itu sangat antusias menceritakan Papua.

"Ini di Sorong, apa di sini aman, Pak?"

"Eh ko tenang aja e, di sini su aman, sumber air su dekat!" Lelaki itu tertawa mengingat iklan yang ada di tv.

Orang di sebelah Henny ini sepertinya bukan Asli Papua karena wajahnya Putih dan sedikit sipit.

"Su sampai, di sana tempat Pak Henry. Kalau butuh apa-apa tolong hubungi saya!" Henny menerima kartu nama yang bertuliskan nama Octho. Henny menerimanya dan dia langsung menuju tempat yang ditunjukkan oleh si Octho. Dengan Tas Ransel tentunya.

Sebelum memasuki ruangan itu. Henny melafalkan Bismillah semoga tidak terjadi apa-apa. Dia mulai masuk.

"Hai!" Henny menyapa orang yang ada di depannya itu. yang sedang membelakanginya. Dari belakang Henny ingin sekali menendang pantatnya sampai ia terpental ke bulan. Tapi tidak mungkin.

Yang disapa langsung menoleh, betapa kagetnya ia begitu melihat keberadaan Henny yang sedang tersenyum menatapnya.

"Lo? Ngapain ada di sini?" Setengah kaget Henry mencoba untuk menetralisi Hatinya yang mendadak berdegup kencang.

"Assalamualaikum, Pak Henry," Salam Henny seolah tidak terjadi apa-apa antara keduanya.

"Ngapain, lo ada di sini?" sekali lagi Henry bertanya dengan nada yang tak Enak, Henny berusaha untuk bersabar karena ia tahu yang sebenarnya.

"Nemenin Kamu," Jawab Henny santai dan dia duduk di sofa yang ada di depannya.

"Siapa yang suruh duduk?" Masih seperti tadi, dengan nada membentak. Dan seperti tadi pula Henny menguatkan Hatinya.

"Kamu ngga kasian apa, aku jauh-jauh dari jakarta dan ngga boleh duduk," Henny memelas.

"Ngga ada yang nyuruh lo buat Kesini. Lebih baik lo pulang sekarang!" Teriak Henry. Beberapa orang yang mendengar perdebatan itu mengintip dari jendela Kaca.

"Ngga mau, aku ngga mau pulang! Aku pulang bareng Mas Henry aja!" Aslinya malas sekali Henny memanggil Henry dengan embel-embel Mas. Tapi demi tujuan awalnya dia akan membiasakannya.

"Ngga usah berusaha untuk menggoda gue! Sekarang lo pulang sendiri atau lo mau gue seret-seret untuk pulang!" Geram Henry.

"Aku bilang aku ngga mau! Aku pulang barang kam-" belum sempat melanjutkan kata-katanya Henny tersentak karena tangannya sudah ditarik paksa keluar. Tangan sebelah kirinya memegang tiang pintu dengan keras agar dia tidak keluar dari sana. Namun, tenaga Henry sangatlah kuat sehingga tangannya merasa memanas dan terlepas.

You're My Propeller (Completed)Where stories live. Discover now