PART LV

757 55 36
                                    

Yuhuuu lanjut lagi

Sampai tamat, target berubah...

Akhir oktober semoga selesai... SEMOGAAAAAAH

***

Henny tak menyangka kalau Henry akan membawanya ke salah satu tempat romantis di Yogya ini. apa lagi sekarang suasananya lagi hujan.

Mereka sudah berada di salah satu pondok makan di Bukit Bintang. Tempat ini dari dulu memang terkesan Romantis meskipun tidak ada sesuatu yang wah. dikatakan Bukit Bintang karena tempat ini berada di dataran tinggi sehingga dari sini lampu-lampu kota di dataran rendah terlihat cantik dan menarik.

"Ngapain kesini?" tanya Henny jutek. dia sudah menghabiskan salah satu eskrim pemberian Henry tak peduli badannya masih panas. Henry tak banyak omong dia terus memandangi kerlap-kerlip lampu kota dari sini.

"Gue cuma kasian sama lo, jarang piknik," lirih Henry. Henny sudah tahu hatinya sudah terbiasa dengan sikap orang di depannya itu yang selalu menjatuhkan Henny.

"Eh Iya, makasih eskrimnya, mau lagi dong!" Henny menatap Henry dengan tatapan memohon, puppy eyes yang selama ini menjadi andalannya seperti tak berarti di mata Henry.

"Gue rasa lo tahu pepatah lama tahun ketumbar dulu," sindir Henry menatap Henny dalam.

'Please natapnya biasa aja, saya tak kuat Maz'

"Lo ngapain ngeliatin gue gitu? Terus pepatah apaan maksud lo?" Henny spontan memegangi hidungnya dan membersihkannya.

"Haha," tawa Henry kembali keluar Henny benar-benar merasakan dia adalah wanita paling beruntung se karyawan FHair bisa melihat tawa lepas seorang Henny.

"Mintak jantung dikasih hati," jawab Henry.

"Gue udah dari lama curiga kalau sebenarnya nilai Bahasa Indonesia dibantu!" Henny memicingkan matanya seolah mengmyelidiki sesuatu.

Namun, dia terpikir sesuatu sebenarnya ia penasaran, tapi dia takut menanyakannya.

'Tanya Ah mumpung dia lagi baik!'

"Setiap orang punya alasan melakukan sesuatu," kata Henry tiba-tiba membuat Henny melongok. baru saja di mau menanyakan itu.

"Terus alasan lo ngelakuin itu apa?" Henny tak mampu menahan suaranya lagi yang dari tadi berteriak ingin keluar.

Henry menatap Henny dengan tatapan sinis dan tak suka.

"Lo bisa ga sih lebih sopan sama gue, Pertama gue atasan lo, Kedua gue lebih tua dari lo," Henry memutar bola matanya jengah setiap kali melihat ketidak sopanan wanita di sebelahnya itu.

"Ck, tolong kalau ngomong sambil ngaca Pak, apa perlu pinjem kaca gue nih?" Bukannya menuruti Henry ia malah membalas kata-kata Henry lebih jleb.

"Sama Reza lo sopan!" Henry mendengus tak suka, bagaimana bisa Henny membedakan dirinya dengan Reza.

"Dengan Reza lo manggil dia 'MAS' dengan gue lo malah sesuka hati lalo lalo aja," Henry ingin marah kalau mengingat Henny memanggil sahabatnya itu dengan embel-embel 'Mas'

"Mas Reza baik sama gue," jawab Henny santai.

"Baik gue kali dari dia, lo nya aja ngga nyadar,"

"Hadeh, dengar ya Pak Henry yang saya Hormati, kita datang ke sini cuma untuk bahas kesopanan saya? Atau mau membandingkan diri Anda dengan Mas Reza? Kalau iya Ya Mas Reza jauh lebih baik dari Bapak," Henny menggeleng tak menyangka kalau tujuan mereka cuma membahas hal yang tak penting.

"Tissue sama Eskrim semuanya Lima Puluh ribu,"

"Harus banget ya saya bayar?" Henny memasang wajah tak percaya, dia heran orang macam apa atasannya ini?

Mereka akhirnya terdiam beberapa saat. Hanya ada suara hujan diantara mereka berdua. Henry menatap dalam wanita yang ada di sebelahnya itu. Sementara Henny berkutat dengan pikirannya sendiri.

'Bisa ga lo berenti ngeliatin gue gitu, Ini hati aku lemah Maz'

"Ehem," Henny akhirnya tidak tahan lagi dengan sikap Henry yang sesuka hati menatap dirinya.

"Apa?" Seperti biasa, bahkan semua orang sudah tahu kalau Henry akan ngomong itu.

"Diva mau menikah," lirih Henry, ada nada kesedihan di dalam kata-katanya. Henny kali ini yang menatap Henry dengan intens.

'Sini adek pukpuk Maz'

"Oh jadi benar kata orang kalau pak Henry batal nikah sama Mbak Diva," Henny benar-benar penasaran.

Satu sisi dia merasakan kesedihan Henry satu sisi dia senang seperti sebelumnya, saat mendengar Henry tak jadi menikah dengan Diva.

"Hm,"

"Itu juga alasan Pak Henry, ngeclub?" Henny sudah memanggil Henry dengan sebutan Bapak.

"Bisa lo panggil gue, Mas? Kayak waktu di mobil waktu itu?" Henry teringat waktu itu Henny pernah memanggilnya Mas. Henry suka kalau Henny memanggilnya Mas. Entahlah.

"Ga Mauk! Jangan paksa gue manggil, Mas!" Henny membuang muka dan melipat tangannya di depan Dada. Henry melihat itu tak kalah kesal.
Kemudian dia diam.

"Jadi itu alasan KA-MU buat ngeclub?" Henny mengulang pertanyaannya dengan kalimat yang lebih sopan menurutnya.

"Hm,"

"Oh gitu," Mendengar tanggapan Henny yang cuma 'Oh Gitu' saja membuat Henry menatap Henny sekali lagi.

Henry merasa dengan menceritan secuil ceritanya kepada Henny saja bisa membuatnya lega. Mengapa akhir-akhir ini Henny sering berlari-larian di dalam otaknya.

"Hmm, tapikan ngga harus ngeclub, mabok ngga jelas, buang-buang waktu, buang-buang uang, ujung-ujungnya dosa!"

"Iya," Henry membenarkan semua yang diucapka Henny.

"Sebenarnya wajar sih patah hati terus kita cari media yang pas untuk melampiaskan kekesalan kita, aku aja dulu nangis-nangis sampe mata bengkak, terus abis tu yaudah galau-galau gitu aja," cerocos Henny yang tanpa disadarinya membuat Henry tersenyum.

'Nyaman'

"Anggara?" sambung Henry. Henny terdiam sejenak, kemudian dia mengangguk.

"Apa beda Anggara sama Gue?"

'Bego Hen asli lo bego, pertanyaan macam apa itu bodat!'

Henny melirik ke arah Henry, apa maksud dari pertanyaan Henry itu?

"Ya, banyaklah setiap orang beda-beda kali,"

"ini kita ngga ada rencana buat pulang?" Henny bermaksud untuk menyindir lelaki yang terlihat galau di depannya itu.

"Lo mau tau gimana cara move on?" Tiba-tiba suara Henry kembali mengudara. Dipikirnya, sampai sekarang Henny masih galau dan itu memang benar sesekali kalau mengingat kenangan-kenangan indah maka Henny akan langsung galau.

Apa lagi musim hujan seperti ini, genangan-genangan masalalu bertebaran di mana-mana.

"Kadang cara terbaik untuk move on itu adalah dengan menemuka cinta yang baru, yang orang lain bilang PELARIAN, memang sih kedengarannya sadis cuma ngejadiin orang itu sebagai pelarian, tapi untuk kebahagiaan kita kadang perlu egois," Henry berkata lembut tidak tahu darimana ia dapat kata-kata itu.

"Better you say it to yourself," Henny berdiri.

"Yok pulang!" ajak Henny.

Henry mengangguk dan mengikuti gerakan Henny keluar melintasi jalan yang digenangin oleh air hujan, bukan genangan tentang mantan.

'Everytime beside you i can forget all my problem'

'Thanks tonight you made me'

***

Sory ini aseli pendek banget soalnya saya lagi males... wkwk

You're My Propeller (Completed)Where stories live. Discover now