PART XV

1.2K 68 0
                                    

Helloww... mianhae sorry maafkeun kalau baru nongol... berhubung readersnya udah selibu jadi semangat posting ceritaaaa....

Sesuai janji...

***

Langit hari ini tidak cerah, awan yang gelap memayungi bumi, sang Surya sepertinya akan tetap bersembunyi.

Melihat kondisi cuaca yang begitu suram, Henny mempercepat langkahnya untuk datang ke kantor. Sebelum air tertumpah dari langit. Bukannya Henny senang ketika hujan membasahi tubuhnya? Iya dia senang ketika dia tidak melakukan apa-apa. Sekarang dia harus menghindari hujan supaya dia tidak basah-basahan datang ke kantor.

Tepat di depan lift hujan turun dengan derasnya, "Alhamdulillah," gumamnya.

Sudah sebulan ini dia datang sangat pagi, tepatnya semenjak Diva menjabat sebagai sekretaris Henry. Banyak yang meragukan kemampuan Diva namun sampai sekarang dia bertahan.

"Kamu! Dandananmu terlalu berlebihan!" Diva menegur seorang Karyawati yang memakai lipstick berwarna merah, Selalu ada saja yang di komentari Diva. Kalo Henny disuruh memilih mending Diva atau Mila. Maka jawabannya adalah tidak dua-duanya. Keduanya kejam terhadap Henny.

Semenjak kehadiran Diva pula lah, wanita-wanita yang ada di gedung ini terlihat pucat, karena siapapun yang memakai lipstick melebihi dirinya maka akan kena bentak dan di teriakinnya. Poor you Henry.

Henny sudah duduk di tempat kerjanya. Dia mengerjakan dengan serius dan Rima sudah kembali bekerja. Jangan tanya bagaimana bisa Rima ditakuti oleh Diva, karena Rima lebih tua darinya dan mulutnya lebih tajam. Berkat Rima, Henny merasa tertolong.

*

Jam makan siang pun tiba. Henny berlarian menuju Lift dia sudah tidak tahan untuk menahan laparnya. Kebenaran sekali lift sedang ramai-ramainya. Dan perlu diketahui sekarang mereka memiliki Lift VIP khusus buat Henry. Diva juga sering menjadi pengguna Lift VIP.

Henny duduk di meja yang biasa Ia duduki seperti sudah menjadi singgasananya kalau dia di kantin.

"Dek!" suara seseorang yang dikenal Henny membuatnya harus menoleh.

"Hei... Kak Anggara," Henny tersenyum menyambut kedatangan Anggara sang Mantan Kekasih. Ups, lupakan status mereka.

"Hehehe... baru makan nih?" tanya Anggara sedikit tak enak hati.

"Iya kak." Henny menatap Anggara dengan tatapan bingung. Anggara tak kunjung membuka suara.

"Kakak ada yang mau diomongin, atau ada yang mau disampein gitu?" Henny berhenti dan meletakkan kembali sendoknya. Henny kemudian melihat kertas yang dipegang Anggara. Dia mengerti mengapa begitu berat bagi Anggara menyampaikannya.

Dengan menahan sedikit rasa sakit yang masih bersemedi di relung hatinya, Henny merampas Kertas berwarna gold itu dari tangan Anggara.

"Emm... undangan toh... Alhamdulillah akhirnya sebar undangan juga," Henny tertawa melihat ekspresi Anggara. Dia mencoba menetralkan perasaannya dengan tertawa.

Henny membuka undangan itu. Terang saja disana terpampang foto Anggara dan calon istrinya, "Uwahh Cantik banget, Kak. Pasti ni dia kakak Pelet kan," Henny berkata lagi lagi dan lagi hanya untuk menghilangkan ketegangan yang ada dalam hatinya.

Semenjak ngeliat undangan tadi perut Henny terasa berkontraksi, rasa ingin buang air besar sudah tak tertahankan lagi.

"Makasih ya Dek, Maaf ya... jangan sampai ngga dateng," bisik Anggara membuat suasana hatinya sudah tak karuan. Sebelum sesuatu jatuh membasahi pipinya. Henny berpura-pura mengangkat telponnya.

You're My Propeller (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang