PART XXVII

1K 63 0
                                    

Gue boleh buat peraturan kan ya,

Gampang aja kok :

1. ini cerita gue jangan di tiru, soalnya Plagiat itu ada dimana-mana.

2. Vote itu tandanya kalian suka dengan cerita ini.

3. Komen kalau memang mau cerita ini di lanjutkan.

4. Jangan lupa tersenyum :)

Happy reading ya

***

Dua Puluh delapan tahun dan itu membuatnya tidak merasa tua. Bahkan tak ada yang mengira jika umur lelaki yang sedang menatap keluar jendela itu sudah hampir kepala tiga.

Masih ingatkan, kalau dia disuruh pakai seragam SMA masih sangat cocok. Dia memikirkan betapa bodohnya selama ini telah membiarkan Diva mengkhianatinya. Disaat semua wanita ingin mendekatinya disaat itu pula dia terkhianati. Double great Diva.

Perasaan yang selama ini dia yakini untuk menjadikan Diva masa depannya, menua bersama dalam kebahagiaanya kini pupus sudah.

"Hahaha penjelesan? Setelah ciuman itu? Bullshit!"  batin Henry. Dan terukir senyuman sinis dari bibir merahnya. Dia mengepalkan tangannya ingin menyalurkan semua emosi yang ada di hatinya.

Ceklek...

Pintu ruangannya terbuka dan Henry tak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang datang, karena dia hapal betul wangi dari parfume yang memenuhi ruangannya setelah kedatangan orang itu.

"Apa?" serunya dingin tanpa menoleh. Suara langkah mendekatinya.

"Stop disitu atau-" sambung Henry dan masih menatap jengah keluar jendela.

"Oke," orang itu mengangkat kedua tangannya tepat di depan tubuh seolah memberi kode untuk menahan Henry agar tak emosi.

"Aku mau jelasin, apa yang kamu liat itu ngga bener, Hen," suara lirih terdengar menusuk telinga Henry.

'Ngga bener kepala lo!'

"Aku tahu mungkin aku salah aku minta maaf Hen, tapi malam itu aku benar di luar kendali Hen, aku ngga sadar,"

"Aku tahu mungkin kesalahan aku besar, tapi aku mohon Hen, maafin aku. A-aku dipaksa lelaki itu dan aku ngga sadar," sekali lagi Diva mencoba meyakinkan Henry kali ini dia mengeluarkan air matanya. Wajahnya sungguh terlihat pucat hari ini.

Henry memutar kursinya dan menatap wajah itu. Ingin sekali dia memeluknya ketika melihat wanita di hadapannya berpenampilan sangat berantakan. Namun, egonya terlalu tinggi untuk sekedar memaafkan Diva.

Henry beranjak, dan berjalan mendekati Diva. Dia mengulurkan tangannya dan menghapus airmata yang menjatuhi kedua pipi tirus milik Diva.

"Pulanglah! kalau kamu ngga sadar malam itu, kamu tidak akan mengingat nama Reza," setelah menghapus airmata dan membisikkan kata-kata itu Henry berlalu meninggalkan Diva yang menangis sejadi-jadinya.

*

Henry mengendarai mobilnya dengan gila, entahlah apa sesakit ini rasanya dikhianati orang yang sudah sangat kita sayangi. Dia tak peduli jika sekarang dia ngebut dijm jalanan.

Dia berada di sebuah bangunan yang menjulang tinggi. Memasuki sebuah pintu dan semua mata tertuju padanya, apalagi kalau bukan wajahnya yang ganteng maksimal itu. Dia berjalan sambil menebarkan pesonanya setidaknya melihat orang-orang yang seperti kelaparan dan kehausan belaian itu membuat otak nakalnya kembali berfungsi.

"Gue tahu ada orang yang membuat keadaan kantor gue mendadak rusuh," suara itu menyambut kedatangan Henry yang baru saja melempar badannya ke sofa. Henry hanya mendelikkan bahu.

You're My Propeller (Completed)Where stories live. Discover now