PART XVIII

1.1K 68 4
                                    

Henny berangkat ke kantor pagi sekali dengan mata yang sangat membengkak. Jangan tanya apa penyebab mata yang menjadi sumber daya tariknya itu kini sudah berubah seperti mata kodok.

Sebelum masuk ke dalam ruangannya dia menuju ke toilet terlebih dahulu, melihat penampilannya yang sangat suram. dia mengakui keadaan dirinya sekarang sudah sangat berantakan. 

Berjalan keluar dari toilet tiba-tiba sebuah tawa pecah membuat suasana hati Henny semakin memburuk dia tahu suara ketawa siapa itu. Dia menoleh sambil menatap tajam ke arah Rifki yang dari tadi masih tertawa lebar dengan gerakan tangan seolah memperagakan gerakan tersungkur Henny semalam.

"Puasss Lo!" rajuk Henny meninggalkan Rifki yang kaget barusan dia menyadari wanita itu biasanya aku-kamu mengapa tiba-tiba memanggil dirinya LO? Henny beneran ngambek keluhnya dalam hati.

"Dih ngambekan sih," Rifki mendekati Henny yang duduk menatap layar komputernya. Dia tak menggubris apa yang dilakukan oleh seniornya di kantor itu. Dia mendelik sejenak ke arah Rifki kemudian kembali menatap layar komputer yang ada didepannya.

Henny sengaja membuat ekspresi seperti itu, dia mau memberi pelajaran bahwa tertawa di atas penderitaan orang lain itu tidak baik. Sesungguhnya, dia masih sangat malu, bisa-bisanya ada kerikil ketika dia mau berlari. Ia mengutuk habis-habisan hotel mewah itu.

Double sudah penderitaannya semalam sudah patah hati ditinggal mantan Nikah eh malah terjerembab untung tidak nemplok jatuh memeluk tanah. Ah, orang Indonesia memang selalu untung.

Dari tadi Rifki masih merayu Henny supaya tidak lagi marah padanya namun apa yang terjadi Henny diam seribu bahasa seandainya bisa berubah dia akan berubah menjadi batu.

"Lo kenapa, Ki?" tanya Rima yang baru saja tiba langsung melihat adegan rayu-rayuan ala Rifki.

"Tau nih, NGAM-BEK," Rifki sengaja menekan kata terakhirnya berharap Henny menghiraukannya.

Rima berdecak sambil menggelengkan kepalanya menatap Rifki seolah -mampus lo- Henny tidak akan semarah itu kalau ledekan Rifki biasa saja.

"Lo apain tu, tanggung jawab lo, Ki," ucap seseorang lagi yang baru datang duduk di sebelah Rima, "Biasa Wa, anak orang ini cari masalah," Rima menyindir Rifki.

"Yah kok pada nyalahin gue sih," Rifki tertunduk malas.

Kemudian seolah ada setan lewat suasana di ruangan itu hening sesaat.

"Henny ke ruangan Saya!!!" suara dingin itu membuat semua yang ada di sana begidik ngeri. Henny bangun dari duduknya dengan raut wajah cemberut. Mengikuti langkah orang yang ada di depannya itu.

"Gue ga akan mempersilahkan lo duduk, gue langsung ke intinya," menarik napas sejenak "Lo ada hubungan apa sama Anggara?" tanya Diva yang sudah mengintimidasi Henny dengan pandangan membunuhnya.

"Cuma temen waktu kuliah," jawab Henny jujur. Ia sudah gugup takutnya akan ada pertanyaan yang membuat membuatnya harus jujur.

"Yakin cuma temen?" Dia mencoba mencari sesuatu di manik mata milik Henny. Henny mengangguk mantap.

"Ooo... well silahkan keluar!" perintahnya bernada ketus. Tanpa berlama-lama lagi Henny langsung keluar dari ruangannya.

Wanita itu keluar dari ruangan dengan wajah tak bisa diartikan. Perasaannya seperti terombang ambing. Sekarang dia butuh hiburan.

Sepasang lelaki dan perempuan sudah berjalan dengan langkah beriringan. Henny keluar dari ruangan Diva sambil menundukkan kepalanya. Begitu dia hendak mengangkat wajahnya, sebuah sunggingan senyum menyambutnya. Demi apa, dia harus bertemu dengan orang yang sangat ingin dihindarinya.

You're My Propeller (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang