PART XXIV

1.1K 60 2
                                    

Kendala masih tetap sama, typo dimana-mana soalnya ngetiknya di Hp maafkeun!!

Happy reading gays

***

Seberkas cahaya masuk melalui celah-celah tirai yang bermotif bunga halus. Henry masih berada di atas kasur, sungguh dia tidak bisa tidur sampai sekarang. Ia melirik jam yang tertempel di dinding menunjukkan pukul 8.25 pagi.

Ia tak berniat sama sekali untuk datang ke kantor. Lelaki itu masih menatap kosong langit-langit kamarnya.

Drrrttt...ddrrrttt...

Henry mengambil ponselnya yang bergetar di atas nakas.

Sayangku : udah diurus?!!!!

Henry menghela napas berat. Mamanya memang jago membuat dia tak bisa melupakan masalahnya sekarang. Dengan cepat dia menyambar handuk dan membersihkan dirinya.

Dalam hitungan menit dia sudah rapi dan wajahnya yang biasa mulus kini terlihat membiru. Sungguh mengurangi ketampanannya. Dia belum siap melihat Diva. Sungguh ingin sekali dia memaki-maki wanita yang selama ini ada di hatinya.

Drrrttt...drrrttt...

Henry melihat namanya tertera di layar ponselnya, dan dengan cepat diangkatnya.

"Iya, Ma?"

"Pokoknya Mama ga mau merasa bersalah gara-gara keputusan kamu,"

"Iya Ma, ini lagi aku urus,"

"Oke Mama percaya sama kamu..."

"Yaudah Henry tutup ya, Ma," Henry bernada rendah.

"Iya sayang, love you."

Tutututtt...

Sambunganpun terputus.

Henry menuju ke kantor dengan kecepatan tinggi.

*

Sama seperti pagi kemarin Henny masih menggeliat manja dengan kasur dan gulingnya. Jam sudah menunjukkan pukul 9.00 pagi. Tidak tahu harus melakukan apa selain tidur.

Dia menyalakan laptopnya dan membuka salah satu situs pencarian jodoh. Dia menggelengkan kepalanya bukan pencarian jodoh melainkan pencarian pekerjaan.

"Sibuk bener yang nganggur," suara Merry menginterupsi kegiatan Henny.

"Mulut lo kadang lebih tajem dari pedang," suara Henny terdengar sinis, dia mengembalikan pandangannya ke laptop.

"Eh sorry yang sensitip mah ga boleh di ganggu kan," Merry meninggalkan Henny dengan kekehan kecil.

Drrtttt...drrttt...

Henny membuka ponsel yang dari kemarin tidak dinyalakannya. Ada nama Rifki yang tertera di layar benda pipih itu.

"Iya, Mas?"

"Hen lo balik ke kantor! Soalnya kata Pak Henry surat pembatalan lo udah dicancel,"

"Ngomong apaan, Mas Rif? Aku ga ngerti deh," Henny masih sibuk dengan laptopnya dan belum sepenuhnya menangkap maksud si penelpon.

"Jadi gini Hen, Pak Henry ngomong ke gue supaya lo datang ke kantor sekarang juga!"

"Ngga ah, Mas, Maaf makasih,"

Henny memutuskan panggilannya. Dia mengernyitkan dahi apa maksud dari omongan Rifki. Seenaknya saja bertindak mempermainkan orang. Mentang-mentang pemilik perusahaan.

You're My Propeller (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang