01

364K 15.3K 542
                                    

___

BRUM.... BRUM.... BRUUUUM...

Suara motornya Kak Sean! Pasti dia sedang memanasi mesin.

Aku langsung keluar dari kamar dan berlari kencang tanpa sadar menabrak meja di dekat dinding.

BRAK

"HUA KAKIKU SAKIT!" Rasanya berkedut-kedut. Aku berjalan tertatih-tatih menuju teras rumah sambil meringis kesakitan.

"Vera? Ada apa di luar?" teriak Mama dari dalam. Ugh! Aku tidak sanggup membalas dan fokus pada teras. Saat sampai di teras itu, Doni—adik laki-laki paling menyebalkan sedunia—menatapku seolah sambil berkata, "Mulai lagi, deh."

"Biasa, Ma. Lagi ngintipin Kakak yang di depan."

"Doni!" Aku melotot padanya. Dia memalingkan muka dan kembali memakai kaos kakinya. "Bisa diem nggak, sih? Nggak usah ikut campur urusan Kakak."

Aku berdecak kesal dan berjalan ke dekat pilar beranda rumah. Dari sini aku sudah bisa melihat dengan jelas apa yang sedang Kak Sean lakukan di halaman rumahnya. Dia sedang menarik gas dan rem secara bersamaan dan berulang-ulang. Suara itu memang sedikit mengganggu tetangga, tapi itu sudah menjadi kebiasaan Kak Sean sejak aku masih seorang murid SMP kelas VIII.

Aku mengenal Kak Sean dua tahun lalu saat aku dan sekeluarga baru pindah di kompleks perumahan ini. Saat melihat Kak Sean pertama kali, ada keinginan untuk terus melihatnya. Berbeda dengan Papa yang sangat tidak suka dengan kelakuan Kak Sean karena senang membunyikan motornya pagi-pagi buta. Kata Papa, anak tetangga sebelah 'berandal' dan 'nakal'. Papa menyuruh Doni untuk jauh-jauh dari Kak Sean.

Tapi, Papa tidak menyuruhku jauh-jauh dari Kak Sean? Ya, jelas. Aku kan anak cewek. Mana mungkin main kelereng sama anak cowok kayak Kak Sean.

Kak Sean berandal dan nakal?

Penampilannya sih biasa saja. Mukanya juga tidak pantas untuk predikat seorang berandalan! Apa karena motornya yang dipenuhi stiker dan bunyi knalpot motornya yang memekakkan telinga itu, makanya Papa berpikir demikian? Ngomong-ngomong, aku penasaran dengan stiker besar GOGR yang ada di motornya. Aku juga pernah melihatnya memakai jaket yang di belakangnya tertulis GOGR.

Aku tanpa sadar sudah berdiri lama di sini dan lebih banyak melamun. Aku memperhatikan Kak Sean lagi dan dia sudah bersiap-siap di atas motornya. Dia sedang memasang helm di kepala. Saat sudah terpasang, Kak Sean bersiap menurunkan helm. Aku memperhatikannya dengan pandangan menyipit. Kalau dipikir-pikir, apa benar Kak Sean terlihat seperti berandalan? Masa?

DEG!

Matanya....

Kami saling bertatapan.

Aku langsung bersembunyi di balik pilar. Mampus kamu, Vera! Aku makin panik karena ini hari pertamaku di SMA.

Jujur, aku tidak menyukai Kak Sean. Aku kagum, mungkin? Karena dia ganteng? Tidak. Ganteng tidak baik untuk dijadikan alasan kagum.

Kak Sean orangnya baik? Kelihatannya seperti itu. Namun, aku sampai detik ini belum pernah saling bicara apalagi berhadapan langsung. Kalau saling bertatapan baru sekali. Baru saja terjadi.

Senyumnya manis? Aku menggeleng. Dia tidak pernah tersenyum selama dua tahun aku mengenalnya.

Aku menyandarkan kepalaku ke dinding. Pasrah. Jangan sampai Kak Sean bertemu denganku di sekolah. Jangan sampai Kak Sean tahu aku adalah Vera, tetangga depan rumahnya.

Sekarang aku sudah resmi menjadi siswi angkatan baru di SMA Tabula Rasa dan berada di sekolah yang sama dengan Kak Sean. Hem, kedengarannya memang mengerikan aku sampai mengikutinya ke sekolah yang sama. Aku tidak terlihat seperti penguntit, kan? Lagipula, SMA Tabula Rasa itu keren! Dari dulu aku memang ingin masuk ke sana sebelum bertemu dengan Kak Sean.

"Ck, ck, ck. Akal Kakak sudah hilang, ya?"

Ini yang bicara si Doni? Aku mengerang dan melotot padanya. "APA KATAMU?"

"Tuh, keluar rumah cuma pakai kemeja SMA dan celana sepaha. Mau ke sekolah kayak gitu? Kemarin aku lihat ada tiga cewek yang lagi bonceng tiga ditilang sama polisi. Malu-maluin aja." Doni berdiri. Dia menaiki sepedanya yang terparkir di halaman rumah, memasang earphone, lalu mengayuh sepedanya sampai dia tak terlihat lagi.

"Hah? Hubungannya celana pendek, cewek bonceng tiga, dan ditilang polisi apaan?"

Dibanding memikirkan kata-kata Doni, aku juga baru sadar karena saking ingin melihat rutinitas Kak Sean, aku sampai lupa kalau aku belum memakai rok sekolah.

"Kak Sean lihat nggak, ya?" Aku menjedotkan keningku pelan ke tembok. "Jangan sampai hua malu banget! Memalukan!"

Aku tidak boleh bertemu dengan Kak Sean di sekolah!

***

Maafkan ada cerita baru lagi.

Sampai bertemu dengan tokoh cowok yang lain. Baru 1 yaitu Sean.

Masih ada 4 lagi! Siapa ya nama 4 cowok itu?

Tunggu part 2-nya!

thanks for reading!

love,

sirhayani

sirhayani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang