27

89.1K 9.5K 1.5K
                                    

an: jadi, dari mana kamu bisa tahu cerita GAME OVER?

____

"Vera!" Mama berteriak dari luar. Aku masih di atas tempat tidur, memandangi layar ponsel sambil menguap.

"Vera, kamu belum mandi juga? Ini sudah hampir jam 6, loh."

Aku menggeliat, mengubah posisi tidur menjadi telentang. Ponsel yang tadi sengaja kusangga di bantal kini kuangkat untuk bisa melihat—siapa tahu ada—pesan baru yang masuk.

"VERA!"

Dug.

"Aw...." Aku menahan sakit saat ponsel itu jatuh ke bibirku. "Iya, Ma, bentar!" Dengan malasa-malasan, aku turun dari ranjang membawa ponsel menuju kamar mandi sembari mengusap bibir yang rasanya sedikit kebas. Pandanganku tak lepas dari layar list percakapan saat aku menaruh pasta gigi ke sikat gigi.

Apa yang aku tunggu? Sebuah pesan baru yang aku harap datangnya dari Kak Sean. Sejak Kak Erlang mengirimkan dua pesan kepadaku semalam, aku tidak pernah membalas hingga detik ini. Masalahnya, aku sudah tahu Kak Erlang ikut ke Game Over itu dan aku tidak tahu alasan kuat mengapa dia ikut. Selain itu, bukannya Kak Erlang ada hubungan atau entahlah dengan Widya? Widya itu temanku. Jadi, sebisa mungkin aku menghindari Kak Erlang. Lagipula mau Kak Erlang berpacaran atau seorang mantan dari Widya atau pun tidak di antara dua hal itu, aku tetap tidak akan memedulikan Kak Erlang. Toh, aku akan fokus dengan Kak Sean dan fokus mencari tahu apakah benar Kak Sean adalah cowok kelima dari Game Over.

Cowok kelima masih abu-abu. Hanya dua orang tempat aku bisa bertanya mengenai cowok kelima itu. Kak Airlangga atau Kak Malvin. Namun, setelah mendapati pesan dari Kak Arialngga semalam, aku jadi harus berpikir dua kali untuk bertanya ke cowok itu. Jika aku bertemu dengannya, maka bisa dipastikan dia akan membahas mengapa aku hanya membaca dan tidak membalas pesannya.

Jadi, aku akan bertemu dengan Kak Malvin di sekolah nanti dan satu-satunya tempat untuk bisa mencarinya tanpa sepengetahuan orang lain adalah pohon di belakang sekolah, tempat pertama kali aku dan Kak Malvin bertemu. Semoga saja dia ada di sana dan semoga saja aku tidak takut berhadapan dengan dia. Bagaimana pun, dia adalah salah satu cowok dari permainan aneh itu.

Aku keluar dari kamar mandi untuk mengambil handuk. Tak lupa ponsel yang layarnya sudah sedikit basah terkena air.

"HP terooos!"

Aku cengar-cengir saat melihat perempuan paruh baya yang memakai daster warna biru. Mama.

"Mandi dulu, Vera. Nanti Mama sita HP kamu mau?" ancam Mama, membuatku segera menyembunyikan ponselku di punggung. Aku berlari menuju kamar untuk menyimpan ponselku. Di tengah jalan aku melihat Doni yang hanya mengenakan handuk dari perut sampai lututnya. Dia seprtinya baru saja memakai kamar mandi yang satunya.

Doni menatapku dengan alis berkerut.

"Apa?" bentakku.

"Tumben nggak cepet mandi. Biasanya cepet-cepet supaya bisa lihat Kak Sean."

Aku diam. Astaga! Aku mengangkat jempolku kepada Doni. Tumben Doni melakukan hal yang bermanfaat untukku. Ya, walaupun tujuan dari perkataannya hanya untuk mengejekku. Aku masuk ke kamar saat sebuah pesan baru masuk. Aku gugup saat melihat nomor baru muncul paling atas. Foto profilnya tidak ada. Aku memegang dadaku saat membuka pesannya.

Ver?

Hanya itu. Membuat perutku rasanya seperti diterbangi oleh banyak kupu-kupu. Balas, tidak? Apa aku harus bertanya, 'Ini siapa?' atau langsung bertanya, 'Kenapa?' Ujung-ujungnya, aku membalas dua huruf satu tanda tanya setelah dilema yang sangat panjang.

Ya?

Apa itu Kak Sean?

Kalau iya, Kak Sean belum membalas. Aku cepat-cepat mengambil handuk dan mandi secepat kilat. Setelah selesai, aku berlari kembali ke kamar dan yang pertama kali aku lakukan adalah mengecek pesan baru. Belum dibaca. Aku cepat-cepat memakai dalaman dan seragam sekolah sambil sesekali melirik ponsel. Pesan itu belum juga dibaca sampai aku tiba di ruang makan untuk sarapan bersama.

"HP terus. HP terus. Makan dulu, Sayang." Mama menarik ponselku dengan pelan. Aku kembali mengambilnya di atas meja.

"Anu, Ma. Penting. Nggak bisa dihindari," balasku sambil menyendokkan nasi dengan cengiran lebar.

"Penting?" tanya Mama. Sementara aku bisa melihat tatapan menyelidik dari Doni. Gawat kalau Doni curiga. Bisa-bisa dia membawa-bawa nama Kak Sean.

"Iya, Ma. Biasa," balasku tanpa memperjelas. Aku tidak boleh menatap Doni lagi karena kalau sampai itu terjadi, dia akan benar-benar menyebut nama Kak Sean dan akan mengadu ke Papa dan Mama soal aku yang suka melihat Kak Sean di depan rumahnya.

"Oh iya, Mama udah bicarain les privat kamu ke Tante Devi. Nanti lanjut, ya. Ingetin Mama. Makan dulu."

Aku hanya membalas dengan gumaman. Tak begitu fokus dengan kata-kata Mama karena aku sedang membaca satu pesan baru yang datang dari nomor tadi. Aku membacanya.

Lo biasanya berangkat bareng siapa?

Perutku mulas. Ini pasti Kak Sean! Dia sengaja meminta nomor lewat Aira untuk meneruskan kejadian tertunda semalam, kan? Dengan dalih sebuah tantangan untuk Aira. Aku tak sanggup membayangknnya sampai-sampai aku tanpa sadar sudah melebarkan senyum sendirian.

"Penting banget sampai bikin senyum kayak orang gila, tuh." Terdengar suara Doni.

Aku mengangkat wajah dan memandang Doni dengan sebal. "Sewot banget, sih, jadi adek?"

"Kalian berdua ini bentar-bentar berantem. Makan dulu," komentar Mama, membuatku menatap Doni sengit. Doni melirikku sinis.

Ah, pesanku! Aku baru saja akan memikirkan kata-kata yang tepat untuk membalas pesan itu, tapi sebelum aku mendapatkan kata-kata yang pas, pesan dari nomor itu kembali masuk.

Veraku sayaaang

Aku menganga. Ini ... sudah pasti bukan nomor Kak Sean. Ah, bisa jadi ini nomor Kak Sean, tapi di seberang sana Aira sengaja mengerjaiku disaat Kak Sean meninggalkan ponselnya sebentar. Iya, kan?

Aku harus membalas apa? Oke, santai Vera. Aku mencoba menulis yang ada di benakku.

Berangkat bareng Papa. Naik motor. Hehe....

Tak lama dia membalas.

Apa sih hehe hehe huhu hehe kaku banget. Ini gw Ninik! Habis ganti WA gw.

Ahhhh kok gw curiga jangan-jangan lo nungguin chat dari seseorang? WAAKAKAKA

Aku menyendokkan nasi ke mulutku hingga penuh dan mengunyahnya dengan rasa kekecewaan di hati.

Sial.

*


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang