09

101K 10.2K 329
                                    


"Vera Hamonita, ya?" tanya suara berat itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Vera Hamonita, ya?" tanya suara berat itu.

Tanganku belum berpindah dari menutupi wajah, tetapi aku membuka ruas-ruas jari perlahan hingga bisa melihat cowok itu. Dia baru saja menyebut nama lengkapku. Apa karena dia membaca namaku di tanda pengenal?

Kedua kakinya tertekuk dan masih menggelantung seperti kelelawar di ranting pohon. Kepalanya berada di bawah. Dia sedang bersedekap dan hanya memakai kaos putih polos, memperlihatkan sedikit perutnya.

Dia mengenakan celana sekolah. Sebuah kemeja putih SMA juga tergantung di ranting, tepat di mana dia menggunakan posisi tidur kelelawar. Senyum menyeramkan yang tadi aku lihat kini hilang. Hanya ada senyum biasa yang menghiasi wajahnya. Dia berayun-ayun. Aku merasa ngeri membayangkan tiba-tiba saja ranting pohon itu patah dan kepalanya yang pertama menyentuh tanah.

Aku langsung mejamkan mata lalu kudengar suara keras seperti sesuatu terjatuh. Saat kelopak mataku terbuka, dia ternyata sudah berdiri tak jauh dariku.

"Kebetulan yang menyenangkan," kata cowok itu sembari melompat dan memegang ranting. Dia berayun sekali lagi sambil menyeringai. Kedua tanganku masih menutupi wajah dengan ruas-ruas jari yang terbuka di bagian mata sehingga aku masih bisa melihat apa yang sedang dia lakukan.

Dia mendekat. Aku menyangga kedua tanganku di atas akar pohon yang keluar dari tanah, lalu mundur perlahan saat cowok itu mendekatiku dengan seringaian.

Aku mau diapakan?!

Dia berjongkok tepat di hadapanku saat punggungku menyentuh batang pohon. Aku tak bisa lagi mundur saat cowok yang entah kelas berapa ini memajukan wajahnya tepat di hadapanku.

"Hem... lumayan. Pantes dia pengin banget gantiin Ozi." Dia kemudian berdiri secepat kilat. "Boleh, lah."

Maksudnya apa? Dia bicara sendiri? Dia siapa, sih?

Saat cowok itu kembali berjongkok dan memasang senyum—yang paling manis dari sebelum-sebelumnya—aku langsung waspada.

"MAU APA LO?" teriakku kencang saat dia berusaha menarik tanganku. Aku langsung menepisnya dengan wajah takut.

Dalam situasi seperti ini kenapa aku tidak bisa lari?

"Mau kenalan, lah. Malvino Adcena." Dia mengulurkan tangannya. "Panggil Malvin."

Aku diam. Dia memiringkan kepalanya dan aku langsung memundurkan wajah.

"Nggak mau dibalas, nih? Ya udah." Cowok itu menatap tangannya. "Sabar, ya, Tangan. Mungkin lain kali dia mau." Cowok itu kemudian menyeringai, menatapku. "Ya nggak, Ver?"

Malvin berdiri dan melompat untuk mengambil kemeja sekolahnya di ranting pohon. Aku mengerjap saat dia berbalik ke arahku dan dia langsung memakai seragamnya sambil menatapku. Aku memperhatikannya sedang mengancing baju hanya dalam beberapa detik.

Apa-apaan dia itu?

Dia berjalan menuju dinding pembatas area sekolah. Posisinya sudah bersiap untuk memanjat dinding, lalu dia menatap ke arahku.

"Mau bolos bareng gue? Lumayan dapat hukuman di hari pertama." Malvin menaik-naikkan alisnya.

Aku langsung melotot karena teringat hukuman dari Bu Tresna. "Nggak!" teriakku.

Dia menaikkan bahu. "Ya udah. Kapan-kapan aja kalau gitu," katanya yakin seolah-olah aku benar-benar akan mau bolos dengannya suatu saat nanti. Itu tidak akan terjadi.

"Sampai ketemu di pertemuan-pertemuan berikutnya," katanya sebelum menghilang di balik dinding pembatas sekolah.

Apa tadi? Pertemuan-pertemuan berikutnya?

*


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang