05

120K 10.4K 286
                                    


Saat bermimpi untuk masuk ke SMA ini, aku tidak berharap macam-macam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat bermimpi untuk masuk ke SMA ini, aku tidak berharap macam-macam. Bisa menjadi adik kelas Kak Sean itu sudah lebih dari cukup. Harapan itu muncul saat aku masih baru sebagai tetangga Kak Sean, kira-kira dua tahun yang lalu. Sekarang? Aku tidak berpikir ke arah sana. Menjadi siswi di sekolah yang sama dengan Kak Sean bukanlah hal yang paling penting. Aku masuk ke sekolah ini karena SMA Tabula Rasa adalah sekolah terbaik dari yang terbaik, kata Mama. Papa juga yang menyarankan aku satu tahun yang lalu untuk mendaftar di SMA Tabula Rasa.

Sekolah terbaik dari yang terbaik versi Mama ternyata memiliki sesuatu yang entah dibilang unik atau mungkin miris. Mendengar Widya bercerita tentang geng rahasia membuatku ikut prihatin dengan sekolah ini. Fasilitas yang dirusak, fasilitas yang dikotori, semuanya terdengar tidak baik.

Apa cerita Widya tentang Geng Rahasia dan permainan Game Over memang benar? Tidak ada yang dilebih-lebihkan, kan?

"NENEK!" Aku berteriak dari kejauhan sambil melambai-lambaikan tangan.

"Nenek?" Widya menatap ke depannya. Mungkin dia sedang mencari sosok nenek-nenek yang sudah peot. "Nenek lo di sini? Ngapain?"

Aku terkikik geli. Kutarik tangannya mendekat, lalu aku berlari kecil bersamanya menuju seorang siswi yang sedang cemberut sambil melipat tangan di dada.

Nenek yang aku maksud bukan seorang nenek yang sudah peot, tapi Ninik. Namanya memang Ninik. Dia seorang siswi baru sepertiku. Aku suka memanggilnya Nenek karena dia suka berceloteh seperti nenek-nenek. Lagipula namanya dan sebutan Nenek hanya berbeda di huruf E dan I.

Aku cukup beruntung menjadi akrab dengan Ninik saat satu gugus dengannya Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Meskipun dia banyak omong dan menyebalkan, tapi dia menyenangkan. Hari kedua mengenalnya aku merasa dunia SMA tidak semembosankan seperti yang aku pikirkan di hari pertama masa-masa pengenalan sekolah.

Pembahasan Ninik selalu ajaib. Misalnya tentang kenapa orangutan, monyet, kera, gorila, dan sejenisnya itu mukanya imut-imut?

Dia bahkan bilang senang menonton youtube orang yang sedang mengeluarkan komedo, mengeluarkan kotoran telinga, mengeluarkan larva lalat dari tubuh manusia, dan tontonan-tontonan sejenis yang menurutnya seperti sedang naik roller coaster. Katanya mengerikan, tapi seru.

Saat hari terakhir masa pengenalan sekolah, dia memperlihatkanku sebuah akun baru di instagram. Nama akunnya LambeTabula. Katanya, "Gue bakalan update segala gosip yang berhubungan dengan SMA Tabula Rasa. Jangan lupa follow. Gue harus cari akun cogan-cogan STARA, nih. Blablabla...." Setelah itu dia mencerocos sendiri.

"Kenalin, ini Widya. Widya ini Ninik. Namanya bukan Nenek." Aku tertawa. Ninik menoyor wajahku kemudian tersenyum ke arah Widya.

Aku menatap Widya lagi. "Lo tahu Ninik, kan? Dia sekelas sama kita!"

Mungkin, aku dan Ninik jodoh dalam pertemanan karena kami kembali dipertemukan di kelas yang sama dan kami sudah berjanji untuk duduk di meja yang bersisian.

"Ergh, iya...." Widya menyengir. Aku menatapnya bingung. "Yuk, masuk ke kelas."

Widya menarikku. Aku menarik Ninik. Sepertinya aku kurang beruntung karena harus duduk di bangku kedua dari terakhir. Aku mau di bangku pertama, tetapi sepertinya Ninik santai dan malah senang saat memperlihatkan meja yang dia dapatkan untuk kami berdua.

"Nah, di sini kan enak. Bisa tidur kalau jam ngantuk. Ekekek." Ninik menaruh kepalanya di meja sambil memejamkan mata.

Alasan kenapa aku mau di bangku pertama karena aku pendek.

Sekali lagi, AKU PENDEK!

Aku sudah mengatakan itu berkali-kali kepada Ninik. Apa Ninik tidak mengerti juga? Ini sebenarnya menjadi salahku juga yang tidak datang cepat. Semua bangku pertama sudah ada yang punya.

Oh iya, Widya duduk di bangku paling belakang. Tepatnya di belakangku dan Ninik. Dia berkenalan dengan teman barunya. Namanya Sisca, orangnya tinggi dan tubuhnya ideal. Rambutnya sebahu tanpa poni.

Aku ingat dia! Dia yang di hari pertama menendang itu­-nya senior cowok di depan siswa-siswi angkatan baru yang sedang berbaris. Aku tidak tahu kenapa dia melakukan itu. Aku hanya ingat dia disuruh berdiri di depan semua orang, kemudian si panitia cowok mengatakan sesuatu kepada Sisca.

Dan terjadilah. Si panitia cowok mengguling-guling di depan tiang bendera. Semua murid angkatan baru langsung terbahak tak tertahankan.

Beberapa saat kemudian semua murid angkatan baru dihukum dengan alasan karena lancang menertawai senior. Yang cowok push up 50 kali, yang cewek squat jump 30 kali. Sisca? Dia mendapatkan hukuman khusus.

Aku juga ingat satu hal. Sisca yang bertugas membawa bendera saat upacara pembukaan masa pengenalan sekolah. Pokoknya Sisca terkenal saat masa-masa pengenalan sekolah. Tapi kelihatannya Sisca ini cuek dan kelihatannya baik. Apa dia mau berteman denganku?

"Vera! Upacara!"

Aku tersadar. Segera kuambil topi dan berlari keluar bersama yang lainnya.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang