11

112K 10.2K 876
                                    

Visual Gama

Visual Gama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

😈

___


Aku masih duduk di dekat jendela dan bertopang dagu pada jendela yang terbuka lebar sambil membayangkan kata-kata Ninik dan Widya tentang Game Over. Awalnya memang kendengaran menarik karena rasa penasaranku yang terus semakin besar tentang apa dan siapa yang akan menjadi target. Namun, ketika semua tanda-tanda mengarah kepadaku, hal menarik itu berubah 180 derajat menjadi hal yang menyeramkan.

Itu seperti saat orang-orang menonton singa yang melewati lingkaran api dalam pertunjukan sirkus. Mereka hanya merasakan kesenangan, ketertarikan untuk melihat hal yang sebelumnya mereka belum pernah mereka lihat dan akan menyeramkan kalau mereka yang berada di posisi singa-singa itu. Mereka sudah pasti tidak akan mau melompati lingkaran api karena terlalu berisiko.

Oke, aku harus meyakinkan diri bahwa aku tidak mungkin menjadi target. Cukup diawali dengan sadar diri, mungkin? Ah, apa Geng Rahasia punya kriteria seperti apa target mereka? Atau? Aku menggeleng-geleng. Cukup. Aku tidak ingin penasaran lagi.

Suara ketukan pintu dari luar kemudian disusul oleh teriakan lembut Mama. "Vera? Makan malam dulu."

Aku berdiri menarik jendela dan menguncinya. Kutarik gorden berwarna krem sebelum aku keluar dari kamar. Aku menutup pintu kamar dan segera menuju ruang makan. Papa, Mama, dan Doni sudah duduk di kursi masing-masing. Aku duduk di kursi yang berada tepat di samping Doni dan mulai mengambil nasi sebanyak-banyaknya.

Doni mendengkus. "Makan banyak, tapi tetep aja kurus."

Aku membanting sendokku ke piring. "Bisa nggak sih kamu sehari aja nggak ngatain Kakak?" tanyaku kesal. Doni benar-benar cuek seolah sebelumnya dia tidak mengatakan apa-apa.

"Sudah, sudah. Kalian ini makan aja tetap berantem," kata Mama. Aku masih menatap Doni dengan kesal. Aku tidak tahu kenapa anak ini selalu suka mengejek orang lain dengan kata-kata sadisnya. Bukan hanya kepadaku. Dia akan bicara dengan tak berperasaan ke semua orang kecuali Mama dan Papa dan mungkin saja guru-gurunya di sekolah.

Doni melirikku kemudian dia kembali makan. Aku mengambil sendok dan mencebik ke arahnya.

Sedikit terlambat jika aku baru memperkenalkan diri.

Namaku Vera Harmonita. Punya adik menyebalkan yang masih duduk di bangku SMP kelas VIII, namanya Doni. Papa adalah pegawai kantoran sementara Mama adalah seorang guru di sebuah SD. Kehidupan kami dua tahun yang lalu dan tahun-tahun sebelum itu terlalu melelahkan. Kami hidup bertetangga dengan ibu-ibu bermuka dua. Aku ingat betul suatu saat aku masih kelas 6 SD, sekumpulan Ibu rumah tangga yang sedang membeli sayuran di pedagang sayur yang lewat sedang bergosip dan mereka membicarakan Mama yang wajahnya masih sangat muda disaat anak pertamanya sudah kelas 6 SD.

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang