07

115K 10.2K 801
                                    


Hari pertama di SMA menjadi hari pertamaku mendapatkan hukuman dari seorang guru selama aku hidup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari pertama di SMA menjadi hari pertamaku mendapatkan hukuman dari seorang guru selama aku hidup. Aku tidak pernah mendapatkn hukuman apa pun semasa sekolah karena aku memang termasuk anak yang—ehm—teladan, tak suka yang namanya mencari masalah apalagi mencari hukuman. Aku tidak paham mengapa semua guru matematika yang pernah mengajarku selalu identik dengan kesangaran dan kesadisan. Bu Tresna salah satunya. Guru matematika yang tadi menghukumku dengan Ninik. Di balik senyumnya tadi ternyata menyimpan sebuah rumor bahwa Bu Tresna merupakan guru tergalak di SMA Tabula Rasa.

Aku dan Ninik masih sedikit beruntung karena selama setengah jam kami berdiri di luar kelas, Bu Tresna memanggil dan menyuruh masuk. Aku dan Ninik menjadi perhatian siswa-siswi yang wajah-wajahnya masih asing. Itu benar-benar terlihat memalukan. Aku menganggap situasi itu memalukan, tetapi sepertinya Ninik tidak masalah dengan itu. Saat memasuki kelas, Ninik hanya menyengir bahkan sempat melambai-lambaikan tangannya bak Puteri Indonesia saat lewat di depan. Aku langsung menepuk jidat dengan refleks.

Sekarang kami berdua langsung menuju kantin setelah bel istirahat. Ninik berjalan di sampingku untuk mengantri makanan. Baik Ninik maupun aku sejak tadi mengamati sekeliling untuk mencari sesuatu.

Oke, ini agak menggelikan untuk mengakui bahwa kami sedang mencari sesuatu yang berbau cogan.

Ini sudah seperti mencari mutiara di kumpulan mutiara lain. Sulit!

Sejak tadi kami hampir tak pernah melihat cowok yang tampangnya biasa saja. 99,9% yang kami lihat tampangnya di atas rata-rata.

Jika saja mereka termasuk publik figur internasional, mereka bisa masuk ke dalam 100 Most Handsome Faces!

Dari yang posturnya tinggi sampai yang sedang. Dari yang berjambul sampai yang rambutnya menutupi dahi. Dari yang berkacamata dan yang tidak berkacamata. Dari yang berwajah sangar sampai yang terlihat manis. Semua mengesankan di pandangan pertama.

Aku dan Ninik sampai tak sadar mendorong siswi lain yang mengantri. Aku menyengir sambil meminta maaf.

"Kak Ocean belum kelihatan dari tadi. HUE...!" bisik Ninik. Dia cemberut dan mengucap 'hue' yang sangat panjang. Dia menyendokkan banyak nasi ke piringnya. "Pokoknya, perhatiin aja yang emblemnya kelas XII, terus name tage. Gue kan udah bilang tadi siapin kaca pembesar!"

"Lebay, deh." Aku berhenti di depan nasi dan mengamati makanan lainnya. Ini seperti makanan di rumah.

"Lama banget, sih." Seseorang berbicara. Aku menoleh dan tersenyum kaku saat melihat siswi di belakangku terlihat kesal. Dia tinggi. Saat kuperhatikan emblemnya dia ternyata siswi kelas XII.

"Maaf, Kak...." Aku cepat-cepat menyendokkan sedikit nasi ke piring dan memasukkan sayur sebanyak-banyaknya sampai airnya tergenang. Makanan di sini benar-benar sehat.

Cuma itu.

Aku ingin menangis saat terlanjur pergi. Daging ayam! Aku lupa daging ayamnya!

Ninik menungguku di depan dengan wajah panik. "Vera! Demi apa gue nggak tahu kalau tempat kita ngambil makanan itu bagian kelas XII!"

"APA? DEMI APA LO?" Aku segera menutup mulut. "Sumpah?" Aku masih tak percaya dan menepuk jidat. "Dibedain, ya?" Ah, aku lupa Kakak pembimbing mengatakan hal ini saat masa pengenalan sekolah. Bahwa bagian makanan kelas X, XI, dan XII itu dibedakan.

"Idih, nggak seru ih dibedain." Ninik mengomel.

Kami segera menjauh dengan wajah tegang. Jangan sampai situasi seperti tadi pagi terulang lagi. Bukan lagi berusan dengan guru melainkan kakak kelas.

"Pasang mata!" Ninik berbisik. "Kalau cogan ngelewati lo, jangan lupa lihat name tag. Cari Ocean Andromeda, sip?"

Aku mengangkat satu tangan yang terkepal. "Semangat!"

Aku merasa benar-benar kurang kerjaan mengikuti saran Ninik. Kami berdua berjalan sekaligus menuju meja yang kosong—yang akhirnya Ninik temukan setelah sekian detik menelusuri kantin yang perlahan mulai penuh. Ninik segera berlari dan hanya fokus pada meja karena dari arah berlawanan, ada empat siswi yang juga sedang mengarah ke meja itu.

Aku dan Ninik tidak boleh kalah. Disaat Ninik berlari hati-hati karena membawa makanan, aku berniat menyusul. Keseimbanganku hampir sama dengan keseimbangan kepala ayam. Video penelitian keseimbangan kepala ayam itu benar-benar membuatku terbahak karena diiringi musik sehingga ayam itu seperti Tina Toon dalam versi lain, badan yang bergerak dan kepala yang justru diam. Aku berlari kencang karena kulihat keempat siswi di sana sedang berjalan dengan langkah cepat sambil mengawasi Ninik.

Langkahku langsung berhenti saat aku melihat seorang siswa yang jalannya berlawanan arah denganku. Cowok yang paling kuhindari saat ini sedang menatap ke arahku dengan tatapannya yang ... datar.

Tatapannya selalu seperti ini.

Panik. Aku segera berbalik arah dan berlari sekencang-kencangnya. Bodoh! Aku baru saja bertatapan dengan Kak Sean, lagi. Padahal aku masih—sangat-sangat—malu dengan kejadian tadi pagi.

Aku terus berlari dengan raut wajah jelek karena panik tanpa memperhatikan apa dan siapa yang ada di depanku.

Lalu, DUG!

"Woi! Jalan lihat-lihat, dong, anjir! Punya mata nggak sih lo? Sialan banget, dah."

Aku menganga. Makananku tumpah ke seragam seorang siswa. Sayur hijau itu mengenai kemejanya hingga basah. Aku masih menganga saat pandanganku naik, melihat wajahnya yang dipenuhi amarah.

Dia ... Kak Gama.

Aku semakin kaget saat melihat di samping Kak Gama ada Kak Airlangga yang tadi pagi di depan papan pengumuman itu.

HUAA MAMA TOLONG!

MEREKA GANTENG-GANTENG, TAPI AKU DALAM MASALAH SEKARANG!

***


Note:

Pilih mana?

Si dingin

Si ramah

Si pecicilan

Si galak

Si kekanakan, tapi lucu

thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang