Part Spesial [2]

48.7K 2.3K 222
                                    


"Te... Sateee... Satenya."

"Aku yang banyaaak, Pak!"

"Berapa, dek?"

"Semuanya."

"...."

"Canda, Pak. Aku mau sepuluh tusuuuk! Eh, nggak nggak nggak. Doniii, kamu mau sate nggak? Berapa?"

"Nggak."

"Ih. Ya udah. Satenya sepuluh aja. Doni nggak mau."

Tukang sate senyum-senyum. "Cie, para remaja. Dia pacarnya adek, ya?"

Aira blushing. "Bakalan, Pak!"

Aku mengerutkan hidung melihat tingkah bocah satu itu.

Sejak tadi aku duduk di teras memperhatikan Aira yang dengan hebohnya berbincang dengan bapak tukang sate.

"Para remaja apanya, Pak? Mereka aja masih kelihatan bocah-bocah," kataku.

Aira bersedekap. "Nggak usah cari gara-gara, Kak!"

Aku menghela napas sambil memutar bola mata. Kulirik Doni yang sibuk dengan ponselnya di kursi teras. Aku memandang rumah di depan.

"Ck. Kak Sean mana, sih. Nggak pernah muncul. Chat nggak pernah dibales. Kesel banget."

"Paling udah punya calon gandengan baru."

"Doni!" Aku sontak berdiri dan menendang kaki adik paling menyebalkan sedunia itu. "Ngomong apa barusan, hah?"

Doni melirikku sekilas, lalu geleng-geleng kepala. "Coba tanya Aira. Siapa tahu dia denger."

"Kata Doni, Kak Sean udah punya gandengan baru!" teriak Aira.

Aku tak berteriak karena takut kedengaran kedua orangtua kami. Saat kutatap Aira, dia sedang meleletkan lidahnya. "Kebiasaan meletin lidah, lidah kamu bisa panjang sampai ke lantai, loh. Hiiih."

"Nyeremin!" teriak Aira. "Jangan bilang kayak gitu lagi. Katanya kata adalah doa!"

"Nah, itu tahu. Masih mau melet-melet lagi?" Aku cengengesan melihat dia menggigit-gigit bibirnya karena gemas, mungkin sangat kesal padaku. Aku semakin menatapnya sambil tersenyum mengejek.

Perhatianku tertuju ke arah suara pintu gerbang yang dibuka. Rautku berubah cepat menjadi malu. Apalagi saat melihat Kak Sean menatapku dari sana. Dia sedang mengeluarkan motornya, lalu memarkirkannya di depan pagar. Aku masih diam seperti manekin menatapnya dari sini.

Kak Sean melangkah ke depan rumahku dan terus menatapku. "Jalan, yuk?"

Aku. Mau.

MAU BANGET WOI.

"Hehe.... Acara apa, Kak? Tumben ngajakin jalan." Sebenarnya, aku tak sadar ada sindiran halus yang terselip di kalimat itu.

"Hm? Jalan aja," balas Kak Sean.

Aira tiba-tiba teriak. "Ikuuut!"

"Aira di rumah aja," kata Kak Sean.

"Ih, nggak mau. Mau ikut!"

"Aira," tegur Kak Sean.

"Iya, di rumah aja bareng Doni," balas Aira sambil cemberut memegang tusuk satenya.

"Aku siap-siap dulu." Aku menunjuk ke dalam. Setelah Kak Sean mengangguk, aku segera mengambil tas. Untuk tadi sore sudah mandi. Aku berusaha tidak berpapasan dengan Mama dan aku sangat beruntung Papa keluar rumah satu jam yang lalu dan belum pulang.

Tiba di teras kembali, aku menatap Doni dan memelototinya. "Jangan ngomong yang aneh-aneh ke Mama Papa kayak waktu itu!" kesalku.

Doni berhenti memainkan ponsel dan menengadahkan tangannya. "Semua tabungan Kakak."

Aku semakin melotot. "Itu namanya pemerasan. Tabungan Kakak cuma sepuluh ribu. Mau?" Benar kata Ninik. Orang yang punya pacar itu kebanyakan sering berbohong.

Doni menaikkan alisnya. "Nggak cocok jadi tukang bohong."

"Seratus ribu."

"Nggak cukup buat beli kuota internet setahun."

"Setahun? As.ta.ga."

"Nggak mau juga? Ya udah." Doni berdiri dan berjalan ke luar rumah. Dia menghampiri Kak Sean. Saking terkejutnya, aku jadi tak bisa berkata-kata apalagi menghentikan Doni yang pasti akan melakukan sesuatu yang mengancamku.

Berbahaya.

Dia sedang mengatakan sesuatu kepada Kak Sean dan aku tak bisa mendengarnya! Setelah itu, Kak Sean menatapku dengan tatapan datarnya.

Nah, kan. Ini yang paling menyebalkan mempunyai pacar berwajah datar. Aku tidak bisa menebak apa yang baru saja Doni katakan kepada Kak Sean.

Setelah itu, Doni menatapku sambil tersenyum.

TUMBEN DIA SENYUM! PASTI ITU SENYUM MENGEJEK. DIA MERENCANAKAN SESUATU!

"Doniii! Mau sate nggak?" teriak Aira genit.

"Mau."Doni berjalan kepada Aira dan mengambil satu tusuk sate dan memakannya sambil menatapku dengan senyum yang masih terlihat.

Arrrgghhhh. Andaikan Kak Sean tidak ada, aku sudah teriak kencang.

"Ver?" Suara Kak Sean.

Aku kembali fokus pada Kak Sean. "Eh, iya?" Aku segera melewati pagar dan berjalan ke arah motornya. Sambil memakai helm, kuperhatikan Doni yang terlihat ogah menerima suapan sate dari Aira. Saat dia kembali menatapku dia langsung menaik turun kan kedua alisnya.

Argh. Rencananya apa? Kesal.

Aira menatapku dan Kak Sean yang bersiap-siap pergi. Aku mengusilinya dengan tersenyum mengejek, lalu dia membuang muka. Dia ngambek.

Setelah di atas motor, aku bertanya kepada Kak Sean, "Oh, iya. Mau ke mana Kak?"

"Ke toko perhiasan."

"Buat...?"

"Nyari cincin."

Nggak boleh gr. Nggak boleh gr. Nggak boleh gr.

"Buat Tante Devi, ya, Kak?"

"Lo."

Sebentar.

Eh?

HAAAH?

***

CATATAN:

Petunjuk apa yang terjadi setelah part ini muncul Part Spesial 1 saat belum dihapus di wattpad atau bagian Prolog di versi novel.

Informasi, novel Game Over Club: Falling in Love sudah tersebar di seluruh Indonesia dan bisa didapatkan juga di toko buku online, untuk lihat saran TBO nya bisa lihat di https://sirhayani.blogspot.com/p/blog-page_11.html

PART 51-78 (ENDING), TERMASUK PART SPESIAL SUDAH DIHAPUS KARENA SUDAH DITERBITKAN.

PART 51-78 (ENDING), TERMASUK PART SPESIAL SUDAH DIHAPUS KARENA SUDAH DITERBITKAN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ikuti instagram @sirhay.ani untuk informasi-informasi cerita yang update

thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang