41

83.8K 10.3K 1.8K
                                    


YAAH cepet bangeeet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

YAAH cepet bangeeet. The power of readers.

Kita lihat, apakah kalian nyesel atau justru seneng? HOHOHO

___

"Jadi, entar langsung ke rumah Widya aja, kan?" Ninik menyelesaikan diskusi dan beralih menatapku. "Berarti Kak Sean nganter lo ke rumah Widya, dong? Atau gimana?"

Aku mendekap buku di tanganku dengan wajah muram. Keputusan sudah berakhir dan kami berempat harus ke rumah Widya untuk mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan besok. Oh, Tuhan.... Kenapa semua guru di sini senang memberi tugas seperti ini?

"Makanya gue bingung mau ngomong apa. Mau bilang anterin ke rumah Widya gue malu. Pengin bilang lain kali aja sama aja gue ngebuang-buang kesempatan." Aku berdecak sebal saat ikut berdiri mengikuti mereka yang mulai meninggalkan kelas.

"Ya, udah bilang aja lo mau ke rumah gue. Ntar Kak Sean nawarin diri buat nganterin lo pasti," sahut Widya.

Aku mengangguk setuju dengan wajah berbinar-binar. Aku berjalan menuju parkiran dan ketiga bocah ini mengikutiku dari belakang sambil terkikik. Aku menatap mereka, terutama Widya dan Ninik, dengan sebal. "Kan gue udah bilang jangan ikut!"

Widya berlari kecil ke arahku dan mendorong-dorong punggungku. "Cieee! Yang mau pulang bareng!"

"Aaa jangan gitu gue deg-degan, nih."

"Cie, Vera. Cieee!" Ninik ikut-ikutan mendorongku ke depan. Membuatku tak sadar sudah hampir tiba di parkiran.

Aku segera mengerem langkahku. "Iiih apa, sih! Sebel gue lama-lama."

"CIEEE!" Widya dan Ninik dengan sekuat tenaga mendorongku mendekati parkiran.

"HUHUHU NANGIS GUE." Aku kemudian terdiam ketika melihat Kak Sean sudah berdiri di dekat motornya. Dia sedang bicara dengan Kak Gama dan ada Kak Masha di samping Kak Gama. Kak Gama memegang erat tangan Kak Masha sementara Kak Masha terus-terusan berusaha melepaskan tangannya dari cowok galak satu itu.

"Vera semangat!" teriak Ninik yang berhasil membuat Kak Sean menatapku. Aku merapatkan bibir, berjalan kaku ke arahnya seperti robot, lalu berhenti di dekat Kak Sean berusaha terlihat biasa-biasa saja.

Saat pandanganku mengarah ke Kak Masha. Ya ampun manis banget! Aku sebagai perempuan terkagum-kagum. Saat meringis saja kedua lesung pipinya terlihat. Bagaimana jika dia tersenyum. Kak Masha balik menatapku membuatku mengerjap-ngerjap.

"Vera, ya?" Kekesalan di wajahnya tadi berubah jadi senyuman. Aku balik tersenyum kepadanya. "Lo nggak pernah digangguin si Gama, kan?"

"Enak aja. Ngapain gue gangguin bocah ini?"

Aku menatap Kak Gama sebal. Sekecil apa, sih, aku ini?

"Lepasin, deh. Sakit." Kak Masha kembali meringis saat menatap Kak Gama.

Sementara Kak Gama seolah tak peduli. Dia menatap Kak Sean. "Gue duluan," katanya kemudian mundur. Sebelum benar-benar pergi, Kak Gama melemparkan wajah pongahnya padaku.

"Hai."

Aku tersentak. Kunetralkan degupan jantungku saat kembali menatap Kak Sean. "Hai. Hehe...."

Kak Sean naik ke atas motornya. Aku memainkan tali tasku saat bicara. "Kak? Kayaknya, kita nggak bisa pulang bareng, deh." Aduh, ini kok kayak ngomong sama siapa gitu.

Kak Sean hanya meninggikan alis.

"Soalnya mau ke rumah Widya buat kerja kelompok."

"Widya?" Dia terlihat berpikir. "Widya siapa?"

"Widya temen kelas gue. Yang sering bareng. Jadi, setelah ini gue mau bareng Widya aja. Kalau Sisca naik motor bareng Ninik."

Aduh aduh. Ini kenapa kayak orang pacaran aja?Kan, kan. Jadi halu.

Dia tampak berpikir lagi membuatku harap-harap cemas. "Sini aja."

"Maksudnya, Kak?"

"Gue anter. Rumah temen lo di mana?"

Kak Sean menunggu jawabanku. Oke, tenang, Vera. Aku menyebut alamat rumah Widya yang belum pernah aku kunjungi. Kemudian Kak Sean menatapku beberapa saat.

"Lo lama di sana?" tanya Kak Sean lagi.

"Lama, sih. Mungkin sampai malam atau sore. Soalnya tugas kelompoknya nggak mungkin cepet selesai. Mau dikumpulin besok."

"Oh." Kak Sean menyalakan mesin motor. "Naik."

Asyik.

Aku segera naik dan berusaha terlihat masa bodo saat cewek-cewek dari segala angkatan menatapku dengan pandangan tak suka. Berbeda dengan tiga cewek di sebuah koridor. Dua di antaranya bertepuk tangan dan berjingkrak-jingkrak. Satunya lagi hanya berdiri bersedekap sambil memutar bola mata.

Aku menatap Ninik dan Widya dengan heran. Ninik membelakangi Widya dan Widya memegang perut Ninik dari belakang. Apa mereka sedang mengajarku cara memegang Kak Sean?

Aku menatap mereka dengan sebal. Memalukan.

Setelah beberapa saat di perjalanan, akhirnya Kak Sean berhenti di depan sebuah rumah. Aku turun dari motor Kak Sean dan sedikit heran apakah tadi aku menyebut ciri-ciri rumah Widya atau tidak?

Kak Sean menatap rumah di belakangku, lalu menatapku. "Kenapa nggak di rumah temen lo yang satunya aja? Atau rumah lo?"

Aku menatap Kak Sean bingung. Memangnya kenapa kalau di rumah Widya?

"Karena Ninik rumahnya ramai. Banyak ponakan katanya. Kalau kata Sisca, banyak temen-temen adiknya yang suka main play station. Kalau di rumah, pasti ada Aira dan Doni.... Jadi, bisanya di rumah Widya, deh."

Kak Sean menghela napas kemudian mengangguk. "Ingat perkataan gue malam itu?"

Aku terdiam. Malam itu? Jangan dekat-dekat dengan cowok lain kecuali Kak Sean? Yang itu, kan?

Pipiku rasanya panas saat melihat Kak Sean sedang menatapku intens.

"Eng... gue masuk dulu, ya, Kak?" Aku menunjuk ke belakangku dan langsung berbalik. Saat itu juga aku memegang kedua pipiku. Bangun, Ver. Bangun!

Aku tak berani berbalik. Setibanya di depan pintu rumah Widya, aku teringat dengan ucapannya tadi di sekolah. Kata Widya, kalau dia belum sampai aku langsung masuk saja. Dia menyuruhku untuk hati-hati jika bertemu dengan seseorang.

Seseorang? Memangnya siapa? Kalau pun seseorang paling tidak itu adalah keluarganya dan untuk apa aku harus hati-hati?

Aku mengetuk pintu. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan sosok cowok berdiri di depanku.

Dia mengerutkan kening terlihat heran saat menatapku kemudian tersenyum. "Vera?"

"Kak Erlang?!"

Aku mematung saat tanganku digenggam seseorang.

Yang membuat jantungku semakin memburuk adalah karena fakta bahwa Kak Sean lah yang menggenggam tanganku saat ini.

*


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang