06

119K 10.1K 394
                                    



Di belakang, Ninik menarik-narik rambutku yang terurai.

"Gue punya berita menarik banget hari ini!" bisiknya dengan girang.

Lapangan dipenuhi suara tepuk tangan semua murid SMA Tabula Rasa. Kepala Sekolah baru saja memberi sambutan selamat datang pada sesi pemberian amanat upacara pengibaran bendera. Aku menepuk tangan sebentar, lalu memundurkan kepalaku untuk merespons ucapan Ninik.

"Berita menarik apaan?"

Aku bisa merasakan suara Ninik sangat dekat. "Tentang Game Over dan Geng Rahasia!"

Aku memutar bola mata, malas. "Udah tahu tadi. Gue kan ikutan lihat di papan pengumuman. Terus ketemu sama Widya di sana. Dijelasin deh sama dia."

"Oh, ya? Nanti selesai upacara kita bahas lagi, dong!" seru Ninik dengan semangat menggebu. Aku mengiakan dengan malas. Sebenarnya kurang tertarik soal itu.

Sesi selanjutnya berlangsung, berdoa, tak lama kemudian upacara selesai. Semuanya langsung bubar. Ninik menarikku mendekat dan dari rautnya tercetak jelas bahwa dia sedang tidak sabar untuk membicarakan sesuatu.

"Demi apa pun Geng Rahasia mengingatkan gue dengan Mara Salvatrucha!" teriak Ninik, nyaring. Aku yakin Ninik sudah jadi pusat perhatian sesaat.

Aku melotot padanya karena tak terima. MS-13 itu geng kriminal dan aku yakin Geng Rahasia hanya kelompok kecil SMA Tabula Rasa yang kurang kerjaan membuat geng tidak jelas.

"Lo jangan aneh-aneh, deh. Lo nyebut Mara Salvatrucha pake senyum-senyum segala." Aku mendumel. "Kayak psiko."

Dia menoyor kepalaku. "Kumpulan cowok-cowok yang ada dalam geng itu keren tahu!"

Aku berhenti berjalan. "Jadi, menurut lo geng Mara itu keren?"

Ninik menahan bibirnya untuk tersenyum. Aku yakin dia sedang menahan untuk tidak mengatakan, "Iya."

"Enggak juga, sih," kata Ninik kemudian. "Gue tahu kok sedikit tentang geng Mara Salvatrucha." Ninik mengangkat tangannya, jemarinya bergerak mulai berhitung. "Mereka bertato, penjahat, pembunuh, jual narkoba, nyelundupin narkoba, dan lain-lain. Eh, ya ampun gue hampir lupa! Lo udah tahu nggak siapa aja yang jadi anggota Geng Rahasia? Ganteng-ganteng, tahu!" Ninik mulai heboh.

Aku menggeleng pelan. "Enggak. Emang lo tahu?"

"Tahu, dong! Tapi cuma satu sih ehehehe." Ninik mengarahkan ponselnya kepadaku. Dia memperlihatkan sebuah foto seorang cowok berambut cepak yang entah dari mana Ninik dapatkan. Mataku langsung melotot.

Cogan!

Aku menyengir. "Ganteng, ya."

"Iya, dong! Gue bilang kan ganteng-ganteng." Ninik mengibaskan rambutnya yang terikat. Dia sama saja dengan Widya. Mereka mengatakan anggota Geng Rahasia ganteng-ganteng, tapi Ninik saja baru tahu satu orang.

"Ini namanya Kak Gama. Dia ini jadi anggota Geng Rahasia saat masih kelas X." Oh, aku ingat kata Widya soal anggota terpilih. "Cewek yang jadi target Kak Gama itu yang nyebarin info soal siapa lima cowok Geng Rahasia yang pernah ngedeketin dia, lho. Tapi, gue belum tahu empat lainnya siapa aja. Gosipnya, Kak Gama dari kelas X sampai sekarang dia kelas XII terus ngedeketin senior cewek ini. Ke mana-mana ngintilin cewek itu. Kalau nggak salah namanya Kak Masha—"

"Masha and the bear?" sergahku.

PLAK. Aku ditampar si nenek.

"Bukaaan! Pokoknya yang namanya Kak Gama itu ngedeketin Kak Masha terus karena jatuh cinta. Mungkin Kak Masha kecewa kali ya makanya sampai dua tahun Kak Gama nggak digubris."

"Lo tahu dari mana info itu?" Aku benar-benar heran Ninik mendapatkan info seperti ini dari mana.

"Ada, dong. Mau tahu apa mau tempe?"

"Bosen gue omongan lo itu mulu kalau ditanya." Aku benar-benar bosan dengan kalimat Ninik yang satu itu. Ninik malah terkekeh.

"Heh!" Aku teringat sesuatu. "Bukannya kalau ada yang tahu anggota geng rahasia bakalan ketahuan sama guru juga?"

"The power of fans. Cewek-cewek STARA yang tahu soal Kak Gama yang di Geng Rahasia pada tutup mulut tahu! Jadi aman tentram."

Oh, begitu?

"AAA! GUE HARUS KASIH TAHU LO SOAL YANG SATU INI."

Aku mengorek telinga. "Berisik banget, sih. Apa?"

Ninik berjingkrak kegirangan dan berbalik menghadapku. Sambil berjalan mundur, dia berkata, "ada pokoknya. Satu lagi cogan STARA yang gue tahu. Katanya dia itu cowok tergantengnya SMA Tabula Rasa. Banyak yang bilang dia itu masuk Geng Rahasia sejak kelas X. Banyak juga yang bilang kalau soal dia masuk Geng Rahasia itu nggak bener karena cuma harapannya si cewek-cewek kurang belaian di sekolah ini. Sampai detik ini belum ada kabar kalau dia ikut main dalam Game Over. Pernah ada cewek yang ngaku-ngaku jadi targetnya si ganteng, tapi itu hoax. Jadi, kemungkinan besarnya dia nggak mungkin masuk Geng Rahasia."

Si ganteng? Siapa, sih? Aku mengerutkan kening.

Ninik mengetuk dagunya dan kembali berjalan normal. "Tapi dia kan kelas XII. Waktunya masih ada satu tahun di sekolah ini. Siapa tahu ajakan ada cewek beruntung yang jadi targetnya si ganteng itu? Gue nggak dapat fotonya jadi nggak bisa ngasih lihat ke lo tampangnya kayak gimana." Ninik menoleh kepadaku dan langsung murung. "Dia nggak bisa dilacak di medsos mana pun. Apa jangan-jangan dia tipe cowok yang nggak suka pamer muka di medsos, ya?"

"Kayak apa aja pake kata lacak segala." Aku menatap Ninik dengan gemas. Kapan dia memberitahu nama cowok itu? Mungkin saja kan Kak Sean? Aku terkikik, geli sendiri.

Kak Sean adalah cowok tertampan yang pernah aku lihat di dunia ini selain Papa.

"Emangnya siapa, sih?" tanyaku penasaran.

"Namanya Kak Ocean Andromeda!" jawab Ninik dengan semangat. "Ganteng!" Dia mengarahkan jempolnya ke arahku sambil mengedipkan sebelah mata.

Ocean Andromeda? Hem .... tidak ada kata Sean-nya. Berarti bukan Kak Sean.

"Gue penasaran. Seganteng apa, sih?" Apa Kak Sean kalah ganteng?

"Kapan-kapan gue tunjukin ke elo. Oh!" Ninik mengangkat telunjuknya. "Nanti kita jadi detektif kalau ke kantin. Siapin kaca pembesar, ya! Dan perhatikan cowok-cowok ganteng di sana!"

Ada-ada saja nenek yang satu ini.

"Kok lorong sepi?" Aku menoleh ke kiri dan kanan, kemudian saling tatap dengan Ninik. Ninik berteriak. Aku ikut berteriak. Ninik menarikku lari menuju kelas. Kami berlari hingga tiba di ambang pintu.

Astaga. Mampus. Saking asyiknya cerita kami berdua sampai tidak mendengar suara bel dan tidak peka dengan sekeliling.

Sudah ada guru. Siswa-siswi lain sedang menulis di buku catatan masing-masing. Seorang guru perempuan—aku belum tahu nama beliau—menatap kami dengan tatapan tajam.

Aku dan Ninik saling senggol.

"Ah, maaf Ibu kami telat!" Ninik memohon-mohon. Aku hanya diam.

Bu guru tersenyum. "Kalian berdua silakan menunggu di luar saja ya sampai pelajaran saya selesai."

Duo mampus.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang