24

84.7K 10.6K 1.6K
                                    

Mampus.

Bibirku bergerak, mengeja kata mampus tanpa mengeluarkan suara. Kak Sean masih menatap tepat ke mataku dan sungguh, aku tak tahu harus apa sekarang. Degupan di dadaku kian kencang tatkala melihat tatapan Kak Sean berpindah sejenak dari menatap mataku.

Glek. Aku meneguk ludah saat matanya kembali mengarah padaku.

Mampus! Mampus! Mampus!

"Gimana?"

"E... eh?" Aku masih tak bisa berkutik. Tak sadar kuselipkan rambutku ke belakang telinga. Malah kelihatan sok imut saat aku melakukannya sambil tersenyum—yang dipaksa.

Rileks, Vera. Santai aja. Jangan tunjukin kalau lo suka sama dia. Dan, jangan sia-siakan kesempatan!

Aku memandangi ponselku dan tidak menekan tombol apa pun yang membuat layar ponsel bisa saja kembali menyala. "Ka—kayaknya Papa juga masih lama." Aku menggigit bibir. "HP gue mati lagi," bohongku.

"Gue nggak bawa HP," balas Kak Sean yang membuatku menatapnya lagi. "Jadi, ikut gue aja, ya?"

Tunggu. Apa aku barusan menyadari kalau kalimat Kak Sean terkesan menginginkan?

Kenapa udara jadi panas sekali?

"Ma—mau...." Kenapa? Sangat susah mengiyakan.

Aku mendengar suara mesin motor yang sangat kukenali, lalu aku melihat ke luar toko. Di sana, Papa sedang memarkirkan motornya sembari menatap ke arahku. Ini mampus kuadrat. Aku memandangi Kak Sean lagi saat Papa berjalan ke arah kami.

"Papa ternyata udah jemput...," kataku dan Kak Sean mengangguk tanpa mengatakan apa-apa.

"Ayo pulang, Vera. Udah ketemu, kan, kamusnya? Ngapain masih nongkrong di sini?" tanya Papa yang membuatku merinding.

Kak Sean menunduk dengan hormat ke Papa tanpa mengatakan apa-apa. Papa hanya menatap Kak Sean tanpa bergerak atau pun memasang ekspresi ramah.

"Ngapain kamu di sini, Sean?" tanya Papa. Terdengar seperti sebuah sarkasme.

Pertanyaan Papa pada Kak Sean membuatku refleks memukul lengan Papa pelan. "Nyari buku, lah, Pa."

"Sengaja kan kamu mau deketin anak saya?"

Aku membelalak. Panik. Kudorong punggung Papa untuk keluar dari toko. "Papa ngomong apa, sih? Aku mau bayar kamusnya dulu. Papa tunggu di sini!"

Aku berlari menuju Bapak tadi, melewati Kak Sean yang entah bagaimana ekspresinya sekarang. Aku tidak melihatnya. Sambil menunggu kembalian, aku melirik ke belakangku. Syukurlah, Papa sudah duduk di atas motor.

"Makasih, Pak," kataku kepada si Bapak kemudian berbalik dan langkahku berhenti karena Kak Sean kini berada tepat di hadapanku.

"Soal Elon—"

Aku langsung memotong perkataan Kak Sean. "Kami nggak pacaran!" Dan tanpa sadar membekap mulutku sendiri setelah itu.

"Gue udah tahu."

"Eh?"

"Elon sendiri yang bilang," balas Kak Sean.

Aku menunduk. Demi apa?

"Lo nggak perlu takut bakalan diteror sama Elon lagi."

Aku semakin tersenyum lebar dalam wajah tertunduk. "Teror?" tanyaku saat mengangkat wajah kembali, sok polos.

"Teror si Elon yang pengin jadi pacar lo."

Aku rasanya ingin lari.

"Kak Sean udah punya pacar?" Aku hampir saja memukul kepalaku jika tidak sadar Kak Sean masih di sini. Ah! Kenapa pertanyaan ini yang keluar? Kenapa? Lihat. Sekarang Kak Sean menatapku dengan menaikkan alisnya.

"Belum."

"Belum berarti akan punya, dong?" Iblis mana yang sedang merasukiku? Aku tak sadar membekap mulutku lagi dan kulihat sudut bibir Kak Sean terangkat sedikit.

Kak Sean tersenyum kecil.

"Veraaa!" panggil Papa dari luar sambil menatap Kak Sean dengan tatapan membunuh.

"Ah. Pap—Papa udah manggil." Aku terbata dan menyingkir dari hadapan Kak Sean. Namun, sebelum aku pergi dari sana, Kak Sean sudah lebih dulu memegang pergelangan tanganku. Aku berbalik kini menghadap Kak Sean yang tak lepas memandangi mataku.

Dan rasanya aku mau pingsan menyadari Kak Sean belum juga melepaskan tangannya dari pergelangan tanganku.

"Ke—kenapa, Kak?"

"Mau ngomong bentar lagi."

Aku meneguk ludah. "Ap—apa, Kak?"

"Jangan deket-deket sama semua cowok yang belakangan ini tiba-tiba ngedeketin lo."

Aku tak bisa berkata-kata lagi saat Kak Sean menyejajarkan wajahnya tepat di hadapan wajahku.

Kak Sean menyeringai. "Karena cuma gue yang boleh ngedeketin lo, Vera."

*


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang