04

114K 10.7K 102
                                    


___

Satu hal yang terpikirkan saat aku meninggalkan rumah, "aku harus punya teman yang baik!"

Aku sudah mendapatkan satu teman baik lagi—sepertinya—yaitu Widya. Kami baru saja berkenalan dan dia sosok yang baik dan murah senyum.

Masa-masa SMP-ku terlalu menyedihkan untuk diingat-ingat. Aku berteman dengan sebuah geng yang berisi 5 siswi terkenal. Aku menjadi anak baru saat kelas VIII di SMP itu. Ternyata ada sebuah geng di kelas itu yang paling populer di SMP. Salah satu di antara mereka, yang merupakan ketua geng itu, menjadi primadona sekolah.

Namanya Barbara.

Hal pertama dibayanganku adalah Barbara Palvin. Harus aku akui, semua orang juga mengakui, bahwa Barbara—teman SMPku—memang hampir mirip dengan Barbara Palvin. Tinggi, cantik, rambutnya juga sedikit kecoklatan. Bentuk wajah yang indah. Hidungnya mancung. Semuanya membuat iri.

Namun, satu hal yang tidak membuatku iri dengannya, yaitu sifatnya.

Aku didekati oleh Barbara saat aku menjadi siswi baru. Aku ditarik masuk ke dalam gengnya—yang sebenarnya tak pernah aku inginkan, meski banyak siswi yang berharap masuk ke dalam gengnya—kemudian aku dijadikan babu.

Kemudian semua yang berharap masuk ke dalam geng itu jadi bersyukur. Sementara aku? Pernah menangis beberapa kali dan berpikir untuk pindah sekolah lagi.

Aku selalu berjalan di belakang mereka sambil membawa snack dari kantin ke kelas. Saat mereka hanya ingin nongkrong di luar kelas, aku disuruh membeli ini-itu di kantin yang jumlahnya banyak. Aku bahkan pernah bolak-balik dari kantin ke kelas dan begitu seterusnya hanya untuk membawa pesanan bakso mereka, sementara tanganku cuma dua. Saat mereka shopping, aku selalu diajak. Aku punya banyak alasan untuk menolak, tetapi tak lama setelah aku mengatakan alasanku lewat telepon, Barbara dan yang lain tiba-tiba muncul di depan rumah. Mama yang terlihat bahagia karena aku punya banyak teman akhirnya menyuruhku untuk mengikuti mereka dibanding harus mengerjakan tugas rumah.

Satu hal yang paling paling paling menyebalkan lainnya adalah hari di mana Barbara melihat Kak Sean di depan rumahnya.

Barbara yang saat itu menatapku dengan wajah menjengkelkannya tiba-tiba berubah tersenyum manis. Dia mendekati Kak Sean yang sepertinya akan pergi dengan motor kesayangannya. Barbara berbasa-basi yang tak begitu jelas aku dengar, lalu dia mengulurkan tangan. Aku hampir terbahak saat melihat respons Kak Sean yang langsung meninggalkan Barbara tanpa membalas tangan Barbara dan Kak Sean juga tidak mengatakan apa pun walau satu kata saja.

Saat itu aku merasa sangat lega karena Kak Sean sepertinya tidak akan terpincut secepat itu dengan cewek yang hanya bermodal cantik.

*


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang