34

88.9K 9K 798
                                    

Dan yang jelas, pemain yang aku maksud di note part sebelumnya bukan Erlang dan targetnya bukan Widya.

Selamat membaca!

___

Aku diam-diam melirik ke luar minimarket saat kasir sedang menghitung belanjaanku. Tak lama saat memandang Kak Sean, aku langsung melengos. Aku masih tidak menyangka Kak Sean mengajakku pulang bersama.

Jadi, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan saat di motor nanti? Hatiku terus saja menjerit-jerit.

Kasir memberitahukan jumlah belanjaanku. Aku mengambil belanjaanku dan keluar dari sana dengan gugup. Saat itu juga Kak Sean yang tadinya sedang berbicara dengan Kak Gama, dengan tiba-tiba menatapku dan membuatku langsung berdiri seperti orang cacingan.

"Jadi nggak?" tanyaku pada Kak Sean. Kedua kakiku tak tenang dan satu tanganku sibuk menarik-narik ujung baju. Aku melihat Kak Gama melirikku dengan tatapan galaknya dan Kak Erlang yang mendengkus saat Kak Sean menghampiriku.

Aku pikir Kak Sean akan mengatakan sesuatu. Ternyata aku salah. Dia hanya melewatiku tanpa mengatakan apa-apa menuju parkiran.

"Dia nggak tahu caranya memperlakukan cewek kayak gimana," kata Kak Erlang saat menatapku. Aku yakin Kak Sean mendengar ucapannya karena setelah mengatakan kalimat itu, Kak Sean langsung menatap Kak Erlang dari sana.

"Gue balik, ya, Kak?" Aku pamit pada dua cowok yang memandangiku dengan ekspresi berbeda. Satu masih dalam mode wajah galak seperti biasa dan satunya lagi menatapku sambil tersenyum singkat saat mengangguk.

Aku memelankan langkah saat Kak Sean membuka jaketnya dan mengarahkannya kepadaku.

"Pakai," katanya.

Aku menatapnya bingung. "Buat apa, Kak?"

"Tadi Gama ngegosipin lo."

"A—ah?" Aku mengerjap.

"Dia bilang sweter lo nggak layak dipakai."

Oh my God.

Dasar Kak Gama kurang ajar! Tak layak pakai? Mereka bertiga sudah pasti memperhatikanku. Memalukan.

"Pakai," kata Kak Sean sambil maju selangkah. Aku menerima jaket itu dengan malu dan memakainya tanpa pikir panjang.

Setelah naik ke atas motor dan disaat motor sudah mulai jalan, aku baru memikirkan bahwa jaket Kak Sean sedang aku pakai.

Itu artinya? Ya, aku memakai jaket milik Kak Sean.

Aku memakai jakat milik Kak Sean!!!

Tak ada satu kata pun percakapan yang berlangsung sepanjang perjalanan hingga akhirnya kami tiba di depan rumah. Aku turun dengan segera dan menatap Kak Sean sambil merapatkan bibir. Entah apa yang harus aku katakan dan yang terpikirkan selalu sama, ucapan terima kasih.

Kak Sean sedang masuk ke garasi dan aku hanya bisa berteriak dari luar pagar. "Makasih, Kak!"

Kak Sean berjalan ke garasinya dan mengangguk. Kemudian dia menutup pintu garasi dari dalam dan Kak Sean tak muncul lagi.

Aku berbalik lemas dan berjalan menuju rumah dengan tampang sedih. Setidaknya, katakan sesuatu, kek. Misal, "sama-sama." atau, "besok kita berangkat bareng, ya, ke sekolah."

Aku cekikikan sendiri di jalan. Oh Tuhan, kenapa belakangan ini pikiran dan tingkah lakuku terlalu lebay?

Saat berjalan ke teras, lagi-lagi dua bocah sedang berduaan. Aku awalnya sudah malas melihat Aira, lalu aku menarik es krimku dari dalam kantong dan menjilatnya dengan niat untuk membuat Aira mengiler.

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang