42

81.5K 9.4K 870
                                    

Oke, ini awkward. Benar-benar canggung.

Walaupun aku menyukai Kak Sean, tetapi tetap saja tanganku tak pernah dipegang oleh makhluk hidup bernama laki-laki. Aku berusaha menarik tanganku dari Kak Sean, tetapi Kak Sean menggenggamnya erat. Membuatku berkali-kali mengucap kata mampus dalam hati.

"Oh, bareng Sean?" Kak Erlang melirik ke bawah di mana tanganku dan tangan Kak Sean menyatu. Senyum Kak Erlang menghilang.

"Gue cuma mastiin lo udah pulang apa enggak. Ternyata udah." Kak Sean berkata datar.

"Kebetulan gue baru sampai." Kak Erlang menyandarkan lengannya ke pintu. Dia tersenyum miring saat menatapku. "Nggak ada orang di rumah selain gue. Lo nyari siapa?"

Kenapa Kak Erlang ada di rumah ini!

Kak Sean yang menjawab. "Lagi nungguin adik lo buat kerja kelompok."

Adik? Widya adik Kak Erlang? Demi apa mereka adik-kakak? Kenapa aku dan yang lain tak berpikir ke arah sana?

"Terus, ngapain lo ikut ke sini?" Kak Erlang beralih kepada Kak Sean dan menatapnya tak bersahabat.

Kak Sean tak mengatakan apa-apa. Kak Erlang sepertinya masih menunggu jawaban Kak Sean.

Oke, aku ingin segera keluar dari situasi ini.

Seperti ada suara motor yang baru saja berhenti. Aku berbalik dan meihat Widya turun dari ojek online. Juga Ninik yang datang bersama Sisca di motor Sisca. Mereka terkejut dan aku yakin mereka terkejut karena apa.

Kak Sean belum melepaskan tanganku.

Aku menatap Ninik dengan raut sedih. Gue udah mau pingsan! Andaikan Kak Sean dan Kak Erlang tidak ada, aku akan berteriak ke mereka bertiga. Widya berjalan sambil mengerjap-ngerjap melihat tanganku. Ninik menutup mulutnya dan di balik itu, dia cekikikan.

"Gue balik kalau gitu." Kak Sean melepaskan tanganku. Aku mendongak ke arahnya dan mengerjap. "Ingat kata-kata gue."

"Eh, iya, Kak...," balasku langsung menautkan jemari. Kulihat Kak Sean berjalan kembali ke motornya hingga dia pergi dan tak terlihat lagi.

Ninik pasti berusaha tidak berteriak. Andaikan Kak Erlang sudah tidak ada di sini, tetapi dia masih berdiri di teras dan menatapku.

"Ayo masuk!" ajak Widya. Ninik dan Sisca berjalan masuk ke pintu dengan raut bingung melihat Kak Erlang ada di sini. Sementara Widya memutar bola matanya ketika melewati Kak Erlang. Sepertinya, Widya dan Kak Erlang suka bertengkar layaknya aku dan Doni.

Aku meneguk liurku saat tersadar bahwa aku lah orang terakhir yang akan masuk. Aku berusaha terlihat biasa-biasa saja ketika melewati Kak Erlang. Kak Erlang juga hanya diam dan syukurlah dia tidak mengajakku bicara.

"Gimana bisa lo saudaranya Kak Erlang?" Aku langsung melemparkan pertanyaan setibanya di kamar Widya. Aku duduk di atas tempat tidurnya dengan ekspresi super penasaran.

Widya terlihat tak acuh.

"WIDYA! KOK BISA?" Kali ini, Ninik berteriak.

Widya naik ke atas kasur dan meninggalkan alat-alat kerja kelompoknya di bawah lantai. Widya menatapku. "Lo mau tahu alasan sebenarnya kenapa gue bisa tahu nama panjang lo?"

Aku mengangguk.

"Karena malam itu, gue denger Kak Erlang ngobrol di telepon. Ngebicarain masalah target Game Over. Gue dari dulu udah curiga kalau dia dan beberapa temen cowok yang biasa datang di rumah itu Geng Rahasia!"

"Hah? Kenapa lo nggak cerita dari dulu?" Ninik menutup mulutnya dengan lebay. "Eh? Tapi, kenapa lo sewot Kak Erlang masuk gituan?"

"Karena dia kakak gue. Gue sewot karena awalnya mikir kenapa Kak Erlang ikut permainan kayak gitu? Gue denger jelas apa yang dia bicarain dengan temennya yang nggak tahu siapa. Yang jelas, yang ngomong sama Kak Erlang itu bukan pemain Game Over. Waktu itu suaranya keras karena Kak Erlang nge-loudspeaker."

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang