20

92K 9.4K 514
                                    

Aku melewati istirahat pertama dengan pikiran yang tidak tenang. Ucapan Kak Sean padaku sangat membuatku tidak bisa berkonsentrasi saat pelajaran berlangsung. Diistirahat kedua ini, aku menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah. Sejak tadi mondar-mandir di rak buku-buku fiksi hanya untuk melihat buku kumpulan cerpen atau sastra lama.

Hei, gue minjem cowok lo dulu.

Lagi. Kalimat itu terngiang-ngiang dan suara Kak Sean mendominasi isi kepalaku. Meskipun aku bukan siapa-siapa Kak Sean, malah aku dan dia pernah CUMA sekali mengobrol, tetap saja aku takut Kak Sean salah sangka.

Itu menyebalkan.

Aku bersandar pada dinding dan memutar bola mata. Kemudian pandanganku berhenti ke atas rak, melihat sebuah judul buku yang tersimpan tak rapi di sana. Aku beranjak dari dinding kemudian termenung ke atas setelah tanganku mencoba menggapai sesuatu yang sudah pasti tak bisa aku gapai.

Aku tersenyum kecut mengulang kalimat terakhir.

"Ketinggian, ya?"

Aku mengerjap, lalu menoleh ke samping kiri. Kak Erlang?

"Butuh bantuan nggak?" Kak Erlang tersenyum ramah kepadaku, kemudian dia mendongak ke atas saat tanganku perlahan turun dan jemariku langsung saling bertautan. Gelisah.

"Yang mana?" tanya Kak Erlang lagi.

"A... eng...." Aku meneguk ludah. Apakah, ini saatnya Kak Erlang beraksi untuk tujuan dalam permainan Game Over itu? Memikirkan itu membuat jantungku berpacu tak normal.

"Buku ... buku yang sampulnya merah," balasku gugup, menunjuk buku yang tidak tersimpan rapi di atas.

Kak Erlang mengangkat tangannya, lalu sedikit berjinjit untuk menggapai buku yang ada pada rak paling tinggi itu. Buku itu berpindah ke tangannya, dia membaca judulnya kemudian menatapku dengan senyuman manisnya.

Dia tertawa saat memberikan buku itu kepadaku. "Gue jadi inget, pertama kali Widya baca novel itu keras banget. Kayak lagi baca berita harian. Dan dia baca narasi dalam novel itu tentang cowok asing yang ngebantuin si cewek tokoh utama untuk ngambilin buku yang nggak bisa dia ambil di rak perpus." Kak Erlang tersenyum miring. Satu alisnya terangkat menatapku. "Klise," sambungnya.

Aku menunduk setelah mengambil buku itu dari Kak Erlang. Ah, aku ingat sekarang. Widya! Hari pertama bertemu Widya, kan, dia dan Kak Erlang saling bicara dan tampak jelas wajah cemberut Widya hari itu.

Apa mereka pernah pacaran atau mungkin sedang pacaran? Aku teringat tentang aturan permainan untuk para pemain Game Over yang tak memandang apakah sudah punya pacar atau belum.

"Widya suka novel, ya?" Tanpa sadar aku bertanya.

Kak Erlang mengangguk. "Iya. Gue jadi penasaran cewek di samping gue ini sukanya apa, ya?"

Cewek di samping gue ini? Aku menoleh ke kiri-kanan, mencari keberadaan sosok cewek di samping Kak Erlang. Tidak ada. Maksudnya, aku?

"Lucu." Kak Erlang tertawa. "Ngapain lo nyari? Sedangkan orang yang lo cari itu adalah diri lo sendiri?"

Aku tidak tahu kenapa aku malu. Itu, yang tadi itu, apakah termasuk gombalan? Aku menggeleng cepat dan menatap lantai perpustakaan. "Maaf, Kak. Gue permisi.... Mau nyatet pinjeman buku sebelum bel. Hehe."

Aku bergegas ke pustakawan dan menyerahkan satu buku untuk dicatat di buku pinjaman siswa. Sementara pustakawan mencatat, aku menoleh perlahan ke belakang. Sebenarnya percuma, karena posisiku berdiri tadi tidak akan terlihat dari sini karena terhalang oleh banyaknya rak yang menghalangi pandangan. Jika Kak Erlang masih di sana, maka aku sudah pasti tidak bisa melihat apa yang sedang dia lakukan.

Namun, apa yang aku lihat selanjutnya adalah hal yang tidak kusangka-sangka. Kak Erlang sedang menyandarkan dirinya di meja. Dia sedang berdiri dengan kepala menunduk dan jemari yang membuka lembaran sebuah buku di tangannya.

Lalu, Kak Erlang mendongak. Kami bertatapan. Saat itu juga aku membuang muka dengan perasaan malu karena tertangkap basah tengah memandanginya diam-diam. Pustakawan mendorong buku pinjamanku di mejanya dan aku segera mengambil buku itu untuk segera keluar dari sana. Tak lupa mengucap terima kasih.

Aku melangkah lebar, ingin cepat-cepat pergi dari sana. Namun, langkahku memelan dan berakhir kaku di dekat pintu perpustakaan. Sejak kapan Kak Erlang berdiri di sana?

"Oh, ya." Kak Erlang mengulurkan tangannya. "Kita belum kenalan, kan?"

Cara Kak Erlang mengajakku berkenalan berbeda dengan cara Elon yang terkesan memaksa dan menggebu-gebu. Aku jadi memikirkan sesuatu: bahwa empat cowok itu memiliki cara masing-masing untuk mengambil hati sang target—aku. Ah, apa kabar dengan cowok kelima?

"Ah, gue...." Aku mengangkat tanganku ragu dan menjabat tangannya yang hangat. "Vera...."

Kak Erlang tertawa. "Lucu."

Aku mengerjap. "Hah?"

"Tampang lo." Aku mengerjap-ngerjap lagi. "Udah kayak tampang-tampang takut ketemu sama penjahat."

Aku menarik tanganku yang masih berada dalam genggamannya. "Hehe." Aku menyengir kaku.

"Gue Airlangga. Panggil Erlang. So." Kak Erlang memiringkan kepala dan menatapku dengan senyuman manisnya. "Boleh nggak gue minta nomor WA lo?"

*


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang