17 | ngeludahin kopi bos

223K 21.5K 563
                                    




17 | ngeludahin kopi bos



ZANE stand by bersama Iis di venue resepsi pernihakan Raline-Christian, saat acara berlangsung. Sebenarnya dia tidak dibutuhkan, tapi ngotot ikut.

Acaranya resepsinya super santai, super intim―hanya mengundang tidak lebih dari lima puluh orang―dan tidak terlalu protokoler. Tidak memakai adat mana pun, meski dengar-dengar dari Iis, sang mempelai wanita masih berkerabat dekat dengan Keraton Yogyakarta. Tapi begitu melihat orangnya, hmm ... lebih badass dari Karen, asli. Meski di acara ini dia sok anggun dengan wedding dress putih tulang, yang sebenarnya terlalu simple untuk sebuah wedding dress, dan stiletto yang mungkin tingginya belasan sentimeter.

Raline adalah tipikal perempuan yang terlalu sukses di usia muda. Jadinya malah terlalu mandiri, bukan cuma secara finansial, tapi juga pola pikir. Dari cara dia bicara, dia jelas nggak ngikutin standar masyarakat, tapi punya standar sendiri. Zane jelas angkat tangan kalau harus menghabiskan sisa hidup bersama dengan perempuan seperti itu. Otak dan mentalnya belum terlatih.

Sementara sang mempelai pria, sekali lihat, mirip Jeffrey, abang kandung Zane―tapi dalam versi oriental. Miripnya bukan secara fisik saja, tapi kepribadian juga. Dari gestur, caranya berbasa-basi dengan tamu, serta bagaimana memperlakukan sang istri di depan orang banyak. Christian terlalu pandai menempatkan diri.

Dominan ketemu dominan.

Parahnya lagi, barusan Zane diberi tahu bahwa pasangan itu berkenalan lewat dating app, semacam Tinder. Ketemu dua kali, langsung nikah! Hebat! Dengan latar belakang keduanya, yang dari bibit-bebet-bobot jelas bukan orang sembarangan, sungguh Zane cuma bisa geleng-geleng kepala menyaksikan mereka memasrahkan jodoh pada teknologi.

Zane berdoa semoga mereka berdua langgeng. Karena bisa berdampak buruk kalau pasangan yang menggunakan EOnya berakhir di pengadilan. Nggak nyambung sih, tapi namanya juga orang Indonesia, mitosnya kental. Nanti bisa-bisa EOnya dipercaya membawa sial.

Kemudian sekitar tiga puluh menit setelah acara dibuka, barulah Sabrina tiba. Mengenakan gaun bridesmaid panjang tanpa lengan, tergopoh-gopoh menghampiri Zane dan Iis yang sedang mengobrol dengan manager gedung. Zane berusaha terlihat acuh di tempat duduknya. Nggak ada urusannya dia ikut-ikutan si Iis yang sedang terpesona melihat penampilan Sabrina.

She looks beautiful than ever, jelas. Ini pertama kalinya Zane melihat Sabrina dengan tampilan full make up, meski di pelipisnya mulai muncul bulir-bulir keringat karena berlarian. Make up-nya malam ini tidak berlebihan. Sangat Sabrina sekali. Rambutnya disanggul sederhana, mempertontonkan lehernya yang jenjang, dihiasi kalung rantai tipis dengan liontin kecil. Serta tulang selangka yang menonjol mengapit lehernya.

Oh, no. Get a grip, Zane! Lo kan sama sekali nggak peduli!

"Udah beres semua, kan, Mbak? Catering, souvernir? Sorry tadi plottingan gue sama Karen nggak jalan. Bang Hotman rese banget, minta ketemu pas injury time." Sabrina terengah-engah, menepuk-nepuk dadanya dengan telapak tangan.

"Iya, udah beres, kok," sahut Iis. "Buruan masuk sana, keburu lo dipecat jadi bridesmaid."

Sabrina mengangguk, dan buru-buru berlari masuk. Zane tiba-tiba saja jadi kepikiran, kok bisa cewek-cewek lari dengan hak setinggi itu? Kalau sampai jatuh, terkilir doang masih masuk kategori mending. Retak bisa banget, tuh!

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now