69 | niatnya belajar jadi istri yang baik

170K 19K 642
                                    




69 | niatnya belajar jadi istri yang baik



TAMPANG semringah Ucup lah yang menyambut Sabrina pagi-pagi saat tiba di halaman depan kantor, hari pertama masuk kerja sepulang dari Sydney.

"Pasti lo nungguin oleh-oleh, ya?" Sabrina membuka kaca jendelanya.

Ucup cuma meringis.

Sabrina segera turun dan melemparkan kunci mobilnya.

"Ada di bagasi. Tolong bawain masuk semuanya, ya?"

Ucup manggut-manggut, sementara Sabrina langsung berlari ke dalam karena sudah sedari tadi menahan pipis.

Belum ada siapa-siapa di kantor, seperti biasa, bahkan setelah dia keluar dari kamar mandi.

"Bang Zane tadi ke sini?" tanyanya sambil merapikan kuciran.

Hari ini hingga tiga hari mendatang, ada MT untuk karyawan restoran Bang Hotman di Bogor. Dan semalam Zane mengabari akan ikut ke sana.

"Iya, paling sepuluh menit sebelum Mbak dateng tadi. Berangkat dari sini bertiga sama Mas Gusti, Mbak Timothy."

Sabrina cuma mengangguk kecil, dan pada saat yang bersamaan, trio Juned-Karen-Akmal berjalan memasuki lobby sambil ngerumpi.

"Eh, ada yang LDR Jkt-Bogor, nih." Akmal langsung mulai, dan segera disahuti oleh Juned.

"Lihat aja, ditinggal pacar, ntar jablaynya kumat lagi, pasti."

Anehnya malah Ucup yang merasa malu mendengar olok-olokan itu, bukan Sabrina. Segera saja dia sok sibuk membongkar kardus yang diangkatnya dari bagasi Sabrina tadi.

"Ngata-ngatain gue sekali lagi, nggak gue traktir makan lagi lo pada." Sabrina melotot.

Diancam begitu, yang lain malah ngakak.

"Mau nggak makan sebulan lo, sok-sokan nraktir-nraktir lagi?" Juned berkata ketus. "Kita udah klarifikasi langsung ke bos, dan katanya semua transaksi pakai kartu kreditnya di Sydney kemarin langsung potong gaji. Nyahok dah lo. Pacar sih pacar. Urusan duit lain lagi."

Sabrina balas mendengus, yakin Zane hanya bercanda.

Ya kali, Zane tega membiarkannya mati kelaparan?

"Ya udah, serah. Nanti jangan pada ngiri kalau gue pergi makan sama Ucup doang!"

"Jangan mau, Cup. Nanti elo diseret-seret, ikut kepotong gaji gara-gara makan sekali doang!"


~


Karena Karen sedang PMS dan libur minum kopi, Sabrina terpaksa pergi membeli kopi sendirian.

Meski dia sebenarnya tidak suka kopi, apalagi yang pahit, kali ini dia tidak ada pilihan lain.

Suasana kantor sedang tidak asyik karena sepi. Tidak ada Timothy si biang gosip. Tidak ada Zane yang bisa diganggu saat sedang bosan dan mengantuk.

"Ternyata masuk juga lo. Kirain belum sembuh," ujar Sabrina begitu memasuki coffee shop dan melihat Rachel berdiri dibalik counter.

"Emang gue sakit apa?" Rachel menjawab sambil lalu, sibuk memakai sarung tangan lateks.

"Broken heart." Sabrina sengaja memelankan nada bicaranya agar tidak terdengar karyawan dan pengunjung lain.

Rachel mendengus, tahu pasti apa yang dimaksud perempuan di hadapannya itu.

Sabrina mesem. "Mau ngambil kopi gue, nih."

"Kopi apaan?"

"Jangan berlagak pikun, deh. Gue udah bayar sepuluh cup."

"Oh, kopi yang udah bikin lo melarat itu?" Rachel mencibir. "Fyi, karena harga kopi gue naik semua, lo cuma dapet delapan cup karena batu diambil sekarang."

"Lah?"

"Jangan drama, deh. Gue liat lo udah mulai dinafkahi sekarang."

Sabrina memutar bola mata, menerima cup Americanonya dengan kesal.

"Oh iya, satu lagi." Rachel berbisik. "Jangan pasang tampang nyebelin di depan gue. Inget, gue yang kasih Zane buat lo. Jangan sampe gue ambil lagi kalo mood gue jelek."


~


Sorenya, Sabrina menyatroni rumah kakaknya. Kali ini minus Milo karena dia langsung mampir sepulang dari kantor.

"Mau pergi lagi?" Cewek itu cemberut melihat Ibel berpakaian rapi. Lebih rapi ketimbang pakaian yang biasa dikenakannya untuk pergi kondangan. "Perasaan tiap gue ke sini, lo selalu pergi-pergi."

"Elo sih, gak bikin janji dulu. Gue tuh orang sibuk."

"Timbang sibuk pacaran aja."

"Dari pada elo, gak laku-laku."

Sabrina mingkem.

Belum tahu aja kakaknya, kalau dia sudah berhasil menggaet bos di kantornya sendiri.

"Apalah gue ini, cuma anak kedua, yang jatah pesonanya keserap elo semua. Gue nggak kebagian apa-apa." Sabrina berlagak merendah.

Ibel hanya terkikik geli, sambil memasang sepatu di kakinya yang jenjang dan semulus kaki meja. "Eh, ini gue beneran pergi cuma bentar. Gak mau nungguin? Nanti gue beliin makan."

"Ogah. Mending gue nyalon, facial. Biar rada beningan dikit. Biar ada yang nyantol ama gue."

Dan tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di depan rumah.

Sabrina melirik sekilas dari kaca jendela.

Mobil yang sama dengan yang dulu pernah menjemput kakaknya.

"Sumpah ya, gue penasaran, siapa cowok tajir yang mau-maunya pacaran sama lo."

Ibel cuma ngakak.

"Makanya, lo jangan kerja di EO kecil-kecilan gitu. Klien lo pasangan mau married semua. Jadi susah dapet pacar kan lo! Mending ngelamar di tempat gue."

"I'll think about it," sahut Sabrina ngasal, terpaksa bersiap pulang juga.

Baru juga nggak ketemu sehari, dia sudah rindu pada Zane.

Bagaimana kalau dia membawa Milo ke apartemennya saja? Sekalian latihan menjadi istri yang baik, nungguin suami pulang kerja sambil masak makanan enak?



... to be continued




Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now