79 | climax or anticlimax?

164K 18.6K 1.7K
                                    




79 | climax or anticlimax



SABRINA merebahkan diri di kasur, dan Milo langsung berlari mengikuti ke pelukannya.

Dielus-elusnya bulu lembut itu, mencoba mengurangi sesak yang dia rasakan di dada.

Dia terlalu cemas.

Pacar Ibel nggak mungkin Papa Zane, kan?

Bang Roger mukanya nggak ada mirip-miripnya dengan Bang Jeff, apalagi Zane. Posturnya saja yang sama-sama tinggi besar. Tapi postur kan dibentuk, bukan alami.

Lagipula yang bernama Roger pasti ada banyak sekali di muka bumi ini.

Roger Abram.

Roger Abram.

Sabrina berusaha mengingat-ingat.

Pacar Ibel hanya mengucapkan nama depan saja.

Selain itu, usianya baru lima puluhan. Kalau dia adalah Papa Zane, bukankah seharusnya enam puluhan?

Tapi itu juga tidak bisa dijadikan acuan, sih. Dia tidak memiliki datanya. Padahal bisa saja Orang tua Zane married by accident dan sudah punya anak di usia belasan.

Tapi di sisi lain, masa dia cemas hanya karena nama depan mereka sama?

Terlalu mengada-ada, sih.

Dia hanya terlalu takjub, karena baru sehari setelah diperkenalkan dengan pacar Ibel yang bernama Roger, dia diberi tahu juga bahwa Papa Zane bernama Roger. Sementara nama itu sebenarnya kurang populer.

Lagian mana mungkin Papa Zane mau memacari cewek ingusan seperti Ibel? Dia mau cari calon istri apa calon anak? Ibel mah jelas nggak bisa ngapa-ngapain. Terus orang-orang mau bilang apa, kalau calon istrinya jauh lebih muda dibanding anaknya sendiri?

Sabrina mendengus pelan, mengusap gemas perut Milo.

"Gue overthink banget hari ini, deh," gumamnya.

Milo menjilat-jilat tangannya.

Sabrina lalu bangkit berdiri.

"Makan yuk, gue laper."

Milo mengikutinya ke dapur. Langsung standby di depan mangkuk serealnya.

"Wait." Tangan Sabrina tertahan di pegangan kabinet. Mulutnya ternganga. "Zane anaknya Dirut Abram Hotel?"

Sabrina langsung jatuh terduduk di lantai. Lututnya lemas seperti jelly.

"Kok dia mau sama rakyat jelata kayak gue?"

Dia lalu menggeleng.

"Bukan itu masalahnya. Cowok-cowok normal seumur dia jelas nggak bisa nolak pesona gue." Wajahnya berubah ngeri. "Tapi, bokapnya bakal mau nerima gue nggak sih? Nggak lucu aja kalo gue dikira mau nambang emas."


~


Keesokan harinya, Sabrina sudah lupa akan kecemasannya semalam.

Nggak sempat.

Nggak ada waktu.

Sejak pagi buta, dia sudah berangkat ke Sheraton, memastikan semua persiapan untuk gladi resik hari ini dan resepsi besok malam berjalan lancar.

Yang di undang untuk gladi resik tidak banyak. Hanya keluarga mempelai, bridesmaids, serta groom's man.

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now