59 | paha belang bukan hidung belang

175K 22K 876
                                    




59 | paha belang, bukan hidung belang



KAREN mengulurkan paperbag berisi kemeja Zane ke pintu kamar mandi yang terbuka sedikit.

Sabrina langsung menariknya dan membanting kembali pintu hingga menutup.

Zane yang melihatnya dari jauh hanya bisa menelan ludah.

Bingung.

Perasaan tadi itu cewek yang cari masalah duluan, tapi kenapa sekarang malah dia yang merasa bersalah?

Zane lalu menyandarkan punggungnya yang terasa kaku ke sandaran sofa, sadar betul Gusti yang sedari tadi duduk di seberangnya sedang memandangnya penuh selidik.

Zane pura-pura bego.

"Santuy napa, Bro. Gue nggak lagi menghakimi, kok." Gusti tiba-tiba nyeletuk.

Rahang Zane mengatup karena kesal, sementara Karen yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi langsung mengalihkan pandangan, nampak jelas sedang menahan tawa.

"Mending lo balik duluan, deh." Zane mendengus, sambil membuang muka ke halaman. Lalu bertopang dagu.

Diusir begitu, Gusti malah ngakak, membuat Zane makin pusing. Berasa salah terus, apapun yang dilakukannya.

"Tenang. Gue nggak demen ikut campur urusan rumah tangga orang, kok." Gusti mesem.

Kemudian Karen berjalan menghampirinya.

Mungkin sudah lelah karena telah berdiri sejak tadi.

"Tapi emang kayaknya mending kita cabut duluan, deh, Bang," ujarnya pada Gusti, sambil duduk di lengan sofa yang diduduki lelaki itu. Gayanya persis seperti Sabrina kalau sedang manja-manja kampret ke Akmal.

Emang dasarnya udah salah gaul sih itu anak!

Kalau tiap hari ketemu modelan Karen dan Timothy, jelas aja si Sabrina jadi nggak ada akhlak begini!

"Kali aja mereka mau bacok-bacokan abis ini, jangan sampe kita masih ada di TKP." Karen nyerocos lagi.

Zane melengos.

Runtuh sudah wibawanya.

Siap-siap diceng-cengin stafnya seumur hidup.

"Temen lo nggak pa-pa?" Gusti bertanya pada Karen.

Yang ditanya malah pasang tampang bodo amat. "Cuma ruam-ruam doang. Kalo ke dokter, paling juga cuma dikasih salep. Kalo ternyata nanti warnanya jadi nggak rata ... si Bos kan duitnya banyak. Bawa aja ke dokter lagi, biar dilaser."

Dan mereka berdua pun segera berlalu.

Meninggalkan Zane sendirian.

Menunggu.

Berdebar.

Suara kran air sudah tidak terdengar sejak tadi.

Entah apa yang dilakukan perempuan itu di dalam sana.

Zane bangkit berdiri karena tidak tenang.

Berjalan mendekat ke kamar mandi.

Tapi sebelum dia tiba di sana, pintu berwarna hitam itu sudah mengayun terbuka.

Sabrina keluar, berbalut kemeja kebesaran milik Zane, sambil menenteng paperbag yang kini nampak berisi pakaian kotornya.

Mukanya masam. Bibirnya terkatup rapat.

Di bawah ujung kemeja yang ia kenakan, Zane bisa melihat jelas ruam merah menjalar dari paha hingga betisnya. Serta beberapa bercak kecil di punggung kakinya yang hanya memakai sandal jepit.

Zane tidak tahu harus bagaimana.

Perempuan jelas tidak senang kulitnya jadi belang-belang begitu, meski jelas tidak permanen.

"Sorry ...," ujar Zane akhirnya, seraya berjalan menghampiri.

Sabrina tidak menyahut. Dengan muka datar, didorongnya paperbag yang dibawanya ke pelukan Zane.

"Ambilin tas gue. Anter gue pulang sekarang!"


~


Begitu tiba di rumah, Sabrina langsung menerobos masuk ke kamar dan meringkuk di kasur, mengabaikan Milo yang langsung berlari menghampiri dari rumah sebelah begitu mendengar suara mobilnya.

Zane parkir.

Kemudian segera menyusul masuk dengan hati-hati.

Perasaannya jadi makin tidak enak.

Apalagi perempuan itu terus mendiamkannya selama di perjalanan.

Zane mengetuk pintu kamarnya yang tidak tertutup.

Sabrina tidak menyahut.

Dia tidur memunggungi pintu.

"Karena lo nggak mau ke dokter, ada obat yang bisa dibeli nggak?" tanya Zane dengan suara pelan. Takut kena sentak.

Sabrina tidak menyahut.

Sudah merem.

Zane menghela napas.

"Ada yang pengen lo makan?"

Karena tetap tidak ada sahutan, akhirnya Zane pilih tidak usah memaksa masuk, mencari-cari kontak Karen di ponselnya.

Tidak menunggu lama, Karen langsung membalas pesannya.


Karenina Soebagyo
Nggak usah dibeliin obat.

Karenina Soebagyo
Beliin makanan aja,
yang enak.


Selesai memesan makanan, Zane menoleh ke Milo yang sedari mengikutinya tanpa bersuara.

Lalu segera saja dia membuka-buka kabinet dapur, mencari kotak sereal, dan menuangkan makanan Milo ke tempatnya.

"Malem ini lo jangan rewel, ya. Emak lo lagi badmood."



... to be continued



Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now