49 | prahara kacamata bos

178K 19.5K 1K
                                    




49 | prahara kacamata si bos



SABRINA membawa Milo jalan-jalan sore di kompleks perumahan Ibel.

Meski jarak perumahan mereka tidak terlalu jauh, belum tentu sebulan sekali bisa bertemu.

Yang namanya saudara kandung, anehnya malah nggak bikin kangen. Video call sekedar nanya kabar juga jarang, karena dua-duanya yakin kalau ada yang lagi nggak baik-baik aja, pasti ngabarin duluan, jadi nggak perlu repot rutin nanya-nanya.

Sejak kerja dan punya rumah masing-masing, semua jadi sok sibuk. Lebih milih hangout sama temen daripada sama saudara sendiri!

Capek mengejar-ngejar Milo, yang tidak tahu diri bahwa kaki Maminya masih sakit, Sabrina menjatuhkan diri di sofa kamar Ibel.

Kakaknya sedang mandi.

Sabrina mengelus-elus Milo sambil memandang langit-langit kamar.

Dari tadi, sejak masih di kantor, pikirannya memang sudah kusut. Jadi dia sengaja mengajak Milo keluar untuk cari hiburan.

Tapi tetap saja, hanya Milo yang merasa terhibur. Dirinya tidak.

Dia tetap tidak bisa membayangkan besok pagi di mejanya sudah ada surat pemberhentian.

Tapi tidak mungkin juga, sih.

Terlalu berlebihan.

Bukannya menurut analisis Karen, dan menurut pengamatan sekaligus kesimpulan yang didapat dari cerita Bimo semalam, Zane sebenarnya menyimpan perasaan padanya?

Jadi nggak mungkin Zane akan memecatnya begitu saja, untuk alasan diluar pekerjaan, kan?

Maka yang tersisa sekarang adalah, bagaimana cara menghadapi Bos besok?

Berlagak bego, seperti biasanya? Gampang aja.

Tapi rasanya gimanaaa gitu.

Bisa nggak sih, dibanding diem-dieman nggak berfaedah, mending mereka jadian aja? Udah jelas sama-sama suka ini, kenapa repot banget, sih? Zane demen amat menyiksa diri sendiri!

"Mami harus gimana, Milo? Susah banget tau, berurusan ama cowok kayak Zane. Malu-malu kampret! Harusnya kan Mami, ya, yang malu-malu!"

Milo buang muka.

"Elo emang jahaaad. Pantes jadi anaknya Zane!"

Sabrina mendorong Milo menjauh.

Kontan Milo kesenengan, langsung berlari-larian keliling rumah.

Sabrina mengabaikannya. Sudah capek berlari. Salah-salah nanti kakinya malah keseleo lagi.

Ibel keluar kamar mandi membawa wangi semerbak bak kuburan, kemudian duduk di depan meja rias untuk mengeringkan rambut.

"Kak, ada cowok yang gue suka." Sabrina melapor.

Ibel cuek bebek.

"Kaaak, serius lo cuekin gue, setelah sekian purnama kita tidak bersua?"

Ibel berdecak. "Elo kan gampang suka sama orang, Sab. Ngelihat oppa-oppa di airport juga langsung ngiler."

Sabrina mendesah. Susah emang kalo udah terlanjur punya image buruk. "Kali ini beda. Bukan kayak ketemu ketemu Jefri Nichol di premier film, terus gue langsung klepek-klepek gitu. Ini gue sukanya nggak se-instan itu, cepet muncul sekaligus cepet ilang. Ada prosesnya. Dan lumayan lama. Setengah tahun kenal, baru gue suka."

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang