19 | r. i. p. sabrina

214K 21.6K 776
                                    




19 | r.i.p. sabrina



SABRINA pontang-panting sendiri sepagian ini, merapikan file yang Zane minta sejak pukul tiga pagi. Bahkan tidak sempat mandi saat berangkat ke kantor. Dia hanya cuci muka, ganti baju, kemudian langsung berangkat. Bahkan dia pilih naik ojek online supaya lebih cepat dibanding menyetir mobilnya sendiri.

"Astaga dragon! Gue kira kuntilanak!" Timothy menjerit saat melihat Sabrina berlarian melewati lobby, langsung menaiki tangga tanpa menyapanya terlebih dahulu.

Karen menoleh dari dalam pantry, sambil memegang botol jamu kunyit asam andalannya untuk pereda nyeri haid.

"Sabrina?" tanyanya.

"Yoi."

"Kumel amat, kayak cucian kotor."

"Tau tuh. Abis dapet wasiat dari Paduka Raja kayaknya."

Sementara Sabrina di ruangan Zane langsung menyerbu PC dan menyalakannya. Belum juga menyala sempurna, Sang Bos sudah berdiri di ambang pintu, berkacak pinggang.

Demi Neptunus! Sabrina ingin menangis saking capeknya. Capek lahir batin!

"Ckckck. Pagi banget datangnya, Neng. Mentang-mentang gue nggak pasang mesin absen karena jumlah kalian cuma segelintir."

Parah banget mulutnya. Ini juga baru jam delapan! Lewat dikit doang.

"Maaf, Bos. Saya copy-in bentar file yang Bos minta."

Zane kemudian berjalan mendekat. Sabrina segera berdiri dari kursi yang didudukinya, mempersilakan Sang Bos duduk. Kemudian segera mencari file di flashdisknya dan menyalinnya ke komputer.

"Yang lo copy apa aja, nih?" tanya Zane sambil menyandarkan punggung dengan nyaman ke sandaran kursi.

"Semuanya, Bos. Rekomendasi desain undangan, list designer buat wedding dress dan lain-lain, souvernir, catering, foto & videografer. Semua yang sesuai budget dia."

Zane manggut-manggut.

Setelah file tersalin, Sabrina mencabut flashdisknya dan undur diri.

Lalu dia langsung tumbang di sofa depan ruangan Zane.

Karen menoleh dari kubikelnya. "Kenapa lo?"

Sabrina memelas. "Order sarapan, yuk. Makan dulu di atas. Udah laper banget gue gara-gara bangun kepagian."


~


Timothy merobek bungkusan plastik pembungkus kerupuk, kemudian mencecap teh hangat di gelasnya. Karen yang nggak doyan kerupuk mengangsurkan bungkusan miliknya ke depan Timothy, sambil memperhatikan Gusti dan Akmal yang sedang merokok di pojokan.

Sabrina masih lesu seperti sebelumnya. Menatap bubur ayamnya dengan hampa.

Mereka memang selalu hanya makan bertiga. Mbak Iis rutin sarapan di rumah, dan lebih sering makan siang bersama Zane, sambil membicarakan saldo perusahaan.

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang